Sampah di TPST Bantar Gebang diperkirakan bakal melebihi kapasitas tiga tahun lagi. DKI akan mengembangkan empat ITF Jakarta untuk mengatasi masalah itu.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana merealisasikan pembangunan tiga fasilitas pengelolaan sampah antara di dalam kota atau intermediate treatment facility (ITF). Pembangunan tiga ITF menggunakan skema kemitraan melibatkan investor, mulai dari pembiayaan, teknologi, hingga penyediaan lahan. Lelang proyek ditargetkan Mei 2020.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan, pembangunan tiga ITF mendesak karena Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Kota Bekasi, tiga tahun ke depan diperkirakan sudah melebihi kapasitas. Setiap hari, sampah Jakarta yang dikirim ke TPST Bantar Gebang mencapai 7.800 ton.
”Kami tidak bisa lagi mengandalkan pola pengelolaan sampah seperti saat ini,” kata Andono, di acara Preliminary Market Sounding, Rabu (19/2/2020), di Jakarta. Andono mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun empat ITF di Jakarta. ITF pertama di Sunter, Jakarta Utara, yang peletakan batu pertamanya oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Desember 2018.
Kami tidak bisa lagi mengandalkan pola pengelolaan sampah seperti saat ini.
Pembangunan ITF Sunter ditargetkan rampung dalam 2-2,5 tahun. Jika beroperasi, ITF Sunter mampu mengelola 2.200 ton sampah per hari dan proyeksi listrik yang dihasilkan 35 megawatt per jam. Adapun tiga ITF yang baru direncanakan dibangun di Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Kapasitas tiga ITF itu ditargetkan mampu mengolah hingga 6.500 ton sampah setiap hari.
Pembangunan tiga ITF itu sesuai amanat Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 65 Tahun 2019 tentang Penugasan kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara di Dalam Kota. Dalam Pergub Nomor 65 Tahun 2019, Jakpro ditugaskan membangun fasilitas pengelolaan sampah modern dengan teknologi tepat guna, ramah lingkungan, berkelanjutan, serta menguntungkan bagi masyarakat dan ekonomi.
Skema kemitraan
Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro M Hanif Arie Setianto mengatakan, Jakpro akan merealisasikan pembangunan tiga ITF itu dengan menggunakan skema kemitraan. Hal itu pula yang mendorong Jakpro menyelenggarakan Preliminary Market Sounding untuk memperkenalkan proyek itu kepada investor. ”Kami mengundang investor sebanyak-banyaknya, mulai dari yang memiliki uang, teknologi, dan lahan. Jadi, ini sistemnya kolaborasi untuk mengatasi masalah sampah Jakarta,” katanya.
Investor diajak berkontribusi membangun ITF, baik itu melalui penyertaan modal, teknologi, atau menyediakan lahan pembangunan proyek ITF. Meski terbuka, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, misalnya lokasi ITF mudah dijangkau dan tidak mengganggu masyarakat. ”Teknologi yang ditawarkan juga harus sesuai karakteristik sampah Jakarta,” katanya.
Berdasarkan Kajian Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, 53 persen sampah Jakarta merupakan sampah makanan. Adapun sampah plastik 9 persen, sampah PET (6 persen), sampah kertas (7 persen), dan sisanya sampah jenis lain. Menurut Hanif, karakteristik sampah Jakarta yang didominasi sampah makanan membutuhkan teknologi pengelolaan sampah modern dan ramah lingkungan.
Teknologi yang ditawarkan juga harus sesuai karakteristik sampah Jakarta.
”Kami akan memulai seleksi (kemitraan) setelah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta merampungkan kajian tentang sampah dan feasibility study yang akan rampung April 2020. Setelah itu, seleksi investor yang siap dan dilanjutkan dengan proses pelelangan (pada Mei 2020),” katanya.
Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta Lusiana Herawati mengatakan, Pemerintah DKI Jakarta serius mengembangkan fasilitas pengelolaan sampah antara di dalam kota. Investor diminta tak khawatir, karena setiap tahun 3 persen anggaran dari APBD dialokasikan untuk mengurus masalah sampah Jakarta.
Sampah Bandung
Selain Jakarta, kawasan Bandung Raya di Jawa Barat juga tengah menghadapi isu sampah. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah Sarimukti di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, sudah melebihi kapasitas. Pengurangan sampah di Bandung Raya mendesak dilakukan untuk mengantisipasi longsor dari tumpukan sampah yang dapat mengancam keselamatan warga di sekitarnya.
TPA Sarimukti menampung sekitar 2.000 ton sampah per hari. Padahal, kapasitasnya hanya 1.200 ton per hari. ”Kondisinya sudah over kapasitas. Semoga rencana pembangunan TPA Legoknangka (di Kabupaten Bandung) segera terealisasi,” ujar perwakilan Pengolahan Sampah Terpadu Regional Jabar Dani Prianto Hadi di TPA Sarimukti, Rabu.
Dani mengatakan, awalnya TPA Sarimukti direncanakan sebagai TPA darurat untuk menggantikan TPA Leuwigajah, yang mengalami longsor pada Februari 2005. Longsor tersebut menewaskan lebih dari 150 orang. Akan tetapi, TPA Sarimukti terus digunakan sebagai tempat penampungan sampah utama di Bandung Raya. TPA ini menampung sampah dari Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.
Sekitar 30-40 persen sampah dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomi.
Produksi sampah di Bandung Raya mencapai 6.000 ton per hari. Menurut Dani, TPA Sarimukti dan TPA Legoknangka dapat menampung 4.000 ton sampah per hari. Sementara sisanya diharapkan dapat dikelola di hulu, salah satunya melalui bank sampah. Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, pengurangan sampah di TPA dapat dilakukan dengan mengelola sampah dari rumah tangga.
Namun, langkah ini memerlukan perubahan perilaku masyarakat untuk memilah dan memanfaatkan sampah. ”Sekitar 30-40 persen sampah dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomi. Ini yang harusnya dikelola,” ujarnya saat meninjau TPA Sarimukti.