Bisnis Aborsi Tak Berstandar Berpotensi Terus Langgeng
Usaha aborsi tak berstandar medis di Ibu Kota diperkirakan belum berhenti beroperasi meskipun polisi berulang kali menggerebek tempat-tempat dengan layanan ”bawah tanah” tersebut.
Oleh
J GALUH BIMANTARA
·6 menit baca
Layaknya bisnis jual-beli narkoba, usaha aborsi tak berstandar medis di Ibu Kota diperkirakan belum berhenti beroperasi meskipun polisi berulang kali menggerebek tempat-tempat dengan layanan ”bawah tanah” tersebut. Apalagi, polisi menengarai masih ada tempat-tempat praktik serupa lainnya yang belum tersentuh pasca-penggerebekan di Paseban, Jakarta Pusat.
Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Senin (10/2/2020) sekitar pukul 16.00 menggerebek sebuah rumah yang beralamat di Jalan Paseban Raya Nomor 61, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, karena menjadi tempat praktik aborsi tak berstandar medis. Tempat itu dikendalikan oleh MM alias dokter A (46). Namun, meskipun berita pengungkapan kasus itu sudah diberitakan secara luas, praktik tak berstandar medis di tempat lain diduga tetap aktif.
Hal ini berdasarkan pemantauan Kompas pada Kamis (20/2/2020) di Jalan Cimandiri dan Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat, terhadap aktivitas penghubung tempat praktik aborsi. Mereka menawarkan menghubungkan calon konsumen dengan dokter.
Di Jalan Cimandiri, seseorang berinisial G merespons sewaktu diberi kata kunci ”klinik untuk pacar”. Ia langsung meminta calon pasien untuk diajak datang ke dia saat sudah siap menjalani tindakan, kemudian bakal dijemput pihak dokter ke kliniknya.
”Lebih kurang 5 kilometer dari sini,” ucap G saat ditanya soal jarak tempat aborsi dari Jalan Cimandiri. Namun, ia tidak menyebut lokasi persisnya.
Satu orang lain berinisial A di Jalan Raden Saleh Raya malah terang-terangan ”mangkal” di depan sebuah fasilitas layanan kesehatan reproduksi resmi. Ia mengajak masuk ke area tempat parkir fasilitas itu untuk mengobrol lebih jauh dan mendorong agar ke dokter aborsi lewat dia. ”Tiap hari, saya di sini dari pagi sampai jam 2 siang (pukul 14.00),” ujarnya.
Pihak Polda Metro Jaya pun tidak menampik ada tempat-tempat praktik aborsi tak berstandar di DKI Jakarta selain yang digerebek di Paseban. Bahkan, tempat-tempat yang belum tersentuh itu diduga berjejaring dengan rumah praktik dokter A.
Meskipun demikian, polisi belum membuka soal jumlah tempat praktik lain dengan alasan agar rencana pengungkapan oleh polisi tidak terbongkar. ”Ada lebih dari satu pokoknya,” ucap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Rabu (19/2/2020).
Yusri mengatakan, dokter A bermitra dengan sekitar 50 bidan, salah satunya perempuan berinisial RM (54) yang menjadi tersangka bersama A. mereka tidak hanya praktik, tetapi juga mempromosikan jasa aborsi secara daring. RM, misalnya, membuat konten promosi lewat laman beralamat kliniknamora.biz dengan menginformasikan, pengguguran kandungan dilakukan secara legal oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
Selain itu, para bidan tersebut diduga tidak hanya bermitra dengan dokter A. Mereka juga terlibat aborsi tak berstandar di tempat-tempat lain. ”Salah satunya yang di Paseban ini. Apakah ada klinik lain, ya, masih ada,” ujar Yusri.
Selain itu, polisi menduga dokter A bermitra dengan dokter pelaku aborsi tak berstandar lainnya. Di rumah Paseban, tidak hanya A yang berpraktik. Dari keterangannya, selama tiga bulan ia sedang tidak bugar sehingga ia digantikan oleh seorang dokter berinisial S. Dokter A menerima laporan serta menerima sebagian pendapatan dari aborsi yang dilakukan oleh S karena A penyedia tempat.
Potensi terus langgengnya aborsi tak berstandar di Ibu Kota juga terlihat dari berulangnya pengungkapan kasus serupa dari tahun-tahun sebelumnya yang seakan tidak menimbulkan efek jera.
Pada Februari 2016, Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pernah menutup sembilan klinik aborsi di sekitar kawasan Raden Saleh. Klinik di Jalan Raya Paseban Nomor 61 saat itu termasuk yang disasar, tetapi ketika itu bukan digunakan oleh dokter A. Ia berpraktik di Jalan Cimandiri, yang tempatnya juga ditutup, tetapi ia berhasil lolos.
Juni 2012, polisi menyegel sebuah rumah praktik aborsi ilegal di Jalan Kramat IV, Kelurahan Kenari, Jakarta Pusat. Pihak kepolisian juga tercatat membongkar kasus aborsi tak berstandar pada 2009 di Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Kota Bekasi, dan di Jakarta Selatan.
Para tersangka kasus rumah praktik aborsi di Paseban juga merupakan pemain lama. Dokter A merupakan buronan kasus klinik aborsi ilegal di Jalan Cimandiri, Jakarta Pusat, tahun 2016. RM pernah divonis penjara tiga tahun terkait perkara aborsi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, tahun 2006. Ada juga satu tersangka lain, S alias I, yang pada 2016 ditangkap karena terlibat praktik aborsi ilegal dokter A dan divonis dua tahun penjara.
”Mereka ini sama seperti pelaku narkoba atau curanmor (pencurian kendaraan bermotor). Sekarang masuk penjara, besok keluar, habis itu langsung melakukan lagi kegiatan serupa,” ujar Yusri, Jumat (14/2/2020).
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dokter Weningtyas mengatakan, sebenarnya Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan melegalkan aborsi dengan syarat hanya dilakukan terhadap korban pemerkosaan dan untuk kedaruratan medis. Semuanya melalui penilaian yang tidak sebentar, tidak bisa langsung eksekusi pengguguran.
”Kedaruratan medik misalnya membahayakan kesehatan atau nyawa ibu, atau misalnya ada cacat bawaan dan kelainan genetik yang sulit dilakukan perbaikan sehingga akan menyulitkan janin saat hidup,” kata Wening.
Untuk korban pemerkosaan, Pasal 31 Ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menyatakan, aborsi hanya bisa dilakukan jika usia kehamilan maksimal 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Pasal 35 Ayat 2 Huruf f PP tersebut juga menyatakan, aborsi tidak mengutamakan imbalan materi. Sementara itu, dokter A dan kawan-kawan menentukan tarif untuk meraup untung dari praktik aborsi ilegal mereka. Aborsi dalam kondisi normal untuk usia kandungan satu bulan sebesar Rp 1 juta, usia tiga bulan Rp 3 juta, dan untuk kehamilan yang lebih tua, tarif dinegosiasikan dengan pasien.
Untuk usia kehamilan satu hingga tiga bulan, pengguguran menggunakan perangkat aspirasi vakum dan proses berlangsung sekitar 5 menit. Adapun untuk kehamilan empat bulan ke atas, aborsi menggunakan metode induksi dengan waktu 12 jam hingga 2 hari, tergantung kondisi pasien dan kandungan.
Dengan menghitung jumlah kunjungan dalam dua bulan 10 hari, ada 1.613 pasien mendaftar untuk berkonsultasi di Klinik Aborsi Paseban, dengan 903 pasien di antaranya menjalani aborsi. Para tersangka mengaku beroperasi di Paseban sejak Mei 2018 atau selama satu tahun sembilan bulan, dan sudah mengumpulkan pemasukan Rp 6,59 miliar. Setelah dikurangi pengeluaran, dokter A terhitung menerima pendapatan bersih Rp 5,43 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 83 juncto Pasal 64 UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan, dan/atau Pasal 75 Ayat 1, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, dan/atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Ayat 2 UU No 36/2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ancaman hukuman berdasarkan pasal dalam UU No 36/2009 adalah penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.