Pantang Surut Mencari Nafkah di Tengah Banjir
Banjir yang melanda Ibu Kota tak menyurutkan semangat para pedagang untuk mencari nafkah. Pekerja PPSU dan penjaga kebersihan sungai juga menerobos genangan dan tetap bekerja.
Gerobak soto milik pasangan suami istri Ruslon (56) dan Sumiati (45) mulai ramai pembeli, Selasa (25/2/2020) siang. Mereka tetap sibuk melayani pesanan konsumen meskipun rumah kontrakan mereka kebanjiran.
Di depan Pasaraya Manggarai, Jakarta Selatan, pembeli meriung di sekeliling gerobak soto. Selain karyawan yang berkantor di sekitar Pasaraya Manggarai, ada pula pengendara motor yang singgah sekadar mengisi perut dengan semangkuk soto hangat.
Berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi itu, air Kali Ciliwung meluap hingga menggenangi permukiman warga Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur. Banjir di Kebon Manggis itu bukanlah satu-satunya. ”Alhamdulillah, di rumah saya juga kena,” kata Ruslon.
Baca juga : Lebih dari 8 Jam, Kebon Manggis Kebanjiran
Ruslon dan Sumiati mengontrak rumah di Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Hingga pukul 12.00, banjir setinggi 50 sentimeter masih menggenangi rumah mereka.
Gerobak soto milik pasangan suami istri Ruslon (56) dan Sumiati (45) mulai ramai pembeli, Selasa (25/2/2020) siang. Mereka tetap sibuk melayani pesanan konsumen meskipun rumah kontrakan mereka kebanjiran.
Meskipun banjir belum sepenuhnya surut, pasangan ini berangkat ke tempat jualan. ”Bahan soto sudah kadung disiapkan. Kalau enggak jualan, ya tekor nanti,” katanya.
Baca juga : Warga Persoalkan Perawatan Saluran Air
Lain lagi dengan Hanan (56). Setiap hari, penjual batagor ini mangkal di kawasan Pusat Perbelanjaan ITC Mangga Dua sejak pukul 10.00. Hari ini, ia melakukan hal yang berbeda lantaran banjir menggenangi jalan di sekitar tempat tinggalnya, di Pademangan Barat, Jakarta Utara, sejak pagi. Akibatnya, banyak jalan yang ditutup warga menggunakan portal. Ia sempat kebingungan memilih jalan. Gang demi gang ia lalui, tetapi tetap terhalang portal.
Akhirnya, ia memutuskan memutar arah melalui Jalan Pandemangan V dan Jalan Hidup Baru sebelum mencapai Jalan Gunung Sahari. Akibatnya, Hanan baru sampai di seberang Pusat Perbelanjaan WTC Mangga Dua pukul 12.00. Ia memutuskan berhenti sejenak di persimpangan menuju Jalan Ampera.
Peluhnya tak sia-sia lantaran di sana ia kebanjiran pembeli. Kebetulan di persimpangan tersebut ramai pengendara motor yang ragu-ragu melintasi Jalan Gunung Sahari ataupun Jalan Ampera lantaran kedua jalan tersebut digenangi air setinggi lebih kurang 30-50 sentimeter.
Baca juga : Pemerintah Prioritaskan Keselamatan Warga dan Jamin Pasokan Pangan
Tak hanya itu, beberapa pengendara motor yang nekat melewati kedua jalan tersebut juga mengalami mati mesin. Mereka terpaksa harus menunggu air di mesin motor mengering sembari menyantap batagor bikinan Hanan.
”Yang pada beli, ya, ini, orang-orang ini. Biasanya, saya asal lewat aja kalau di sini,” kata pria asal Garut tersebut.
Hanan tampak sedikit kewalahan lantaran ia belum sempat menggoreng tahu baksonya. Di atas gerobaknya hanya terdapat beberapa batagor yang sudah ia masak saat berhenti di gang dekat tempat tinggalnya.
Baca juga : Kebanjiran, 3.565 Warga DKI Jakarta Mengungsi
Sementara itu, Hanan mengaku baru kali ini melintasi jalan penuh genangan untuk menuju kawasan ITC Mangga Dua. Selama lima tahun berjualan di area tersebut, banjir memang sering terjadi, tetapi tidak sampai siang.
Adapun pada Selasa ini, ia mengaku banjir mencapai setinggi sekitar 50 sentimeter atau setara dengan setengah roda gerobaknya. ”Biasanya banjir pagi. Jadi, kalau agak siangan berangkat sudah lumayan surut,” katanya sambil menunjukkan celana panjangnya yang basah hingga lutut.
Hanan mengaku, banjir sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk tetap berjualan. Sebab, ia memiliki tanggungan seorang istri dan dua anak di kampung asalnya yang harus ia nafkahi setiap bulannya. Tak terkecuali bulan ini.
Ia berharap banjir justru memberikan berkah baginya. Sebab, biasanya banyak penjual yang urung berjualan saat banjir. Hal ini ia anggap sebagai peluang. ”Dari tadi banyak warung-warung yang pada tutup. Ya, pokoknya terus jualan sampai habis,” ucapnya.
Baca juga : Mangga Dua Tertutup Genangan
Sekitar 700 meter dari lokasi Hanan, tepatnya di area lampu pengatur lalu lintas Ancol, Nur Hayati (50) juga sibuk menjual minuman dan mi instan. Nur merupakan pedagang dadakan. Pada hari-hari biasa, ia mencari nafkah sebagai pemulung.
Jika biasanya hanya membawa satu kardus untuk mengumpulkan botol bekas, siang itu ia membawa tiga. Satu kardus untuk tempat botol plastik bekas, sedangkan dua kardus lain menjadi tempat minuman dan tempat mi instan beserta termos. Nur berjualan sejak pukul 06.00.
”Sejak jam tiga (pukul tiga dini hari) saya tidak bisa tidur karena rumah kemasukan air. Semakin siang, jalanan semakin ramai karena banyak motor yang mogok. Ya sudah, saya jualan,” kata Nur.
Baca juga : Banjir Tak Surutkan Tanggung Jawab Pekerja
Nur tidak mengambil keuntungan tinggi dari hasilnya berjualan. Ia hanya mengantongi Rp 1.000 untuk air mineral, sedangkan mi instan sekitar Rp 3.000. Hasil jualan ini menjadi tambahan penghasilan sebagai pemulung. Dari memulung, Nur bisa meraih pendapatan sekitar Rp 250.000 per bulan.
Suami Nur yang pada hari ini tidak bekerja juga memanfaatkan banjir untuk mencari nafkah. Bersama rekan-rekannya, ia menyediakan jasa penyeberangan sepeda motor menggunakan gerobak. ”Suami biasanya jadi kuli bangunan, tapi sekarang lagi libur,” katanya.
Meraup pundi-pundi di sela-sela genangan air juga dilakukan Inayah (40) dengan berjalan kaki sekitar 1 kilometer. Ia menjajakan minuman dengan berkeliling di Jalan Mangga Dua Raya, yang Selasa pagi dikepung banjir setinggi sekitar 50 sentimeter.
Baca juga : Diduga karena Drainase Buruk, Kelompok Massa Tak Dikenal Rusak Kaca Mall AEON
Di saat mobil dan sepeda motor memilih jalur bus Transjakarta untuk menghindari genangan yang lebih dalam, Inayah justru sebaliknya. Ia tetap santai menuntun sepeda yang dipenuhi rencengan minuman saset, melewati lajur paling kiri. Padahal, jalur kiri inilah yang biasanya paling parah terdampak banjir. ”Tadi sempat mau lewat Jalan Mangga Dalam, tapi ternyata airnya lebih dalam,” kata Inayah yang sehari-hari menjual minuman di kawasan Kota Tua.
Inayah memilih tetap berjualan meski banjir karena tuntutan ekonomi, terutama untuk membiayai sekolah anaknya yang masih duduk di bangku SMP.
Baca juga : Aktivitas Warga Jakarta Belum Pulih
Bersihkan gorong-gorong
Sementara itu, di Jalan Sultan Agung, Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, delapan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) sedang membabat rumput liar yang memenuhi gorong-gorong.
Salah satu petugas itu ialah Yana (34). Ia tetap menjalankan tugas meskipun rumahnya di RT 005 RW 006 terendam banjir setinggi setengah meter. Sebetulnya, kata Yana, ada keringanan untuk petugas PPSU yang rumahnya terendam banjir. Mereka dibolehkan mengurus rumahnya terlebih dahulu. ”Sekitar pukul 07.00, saya lihat banjir kian surut. Ya sudah, saya lanjut kerja saja,” kata ayah dua anak ini.
Petugas Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air yang bertugas di Waduk Setiabudi Timur, Achmad Ridwan, menjelaskan, untuk kedua kali waduk ini meluap. Selain hari ini, banjir yang terjadi di awal 2020 juga membuat waduk meluap.
Permukaan air waduk berjarak sekitar 7 meter dari dataran tempat berpijak. Akan tetapi, pagi tadi, lanjut Achmad, air waduk melampaui dataran tempat berpijak dengan ketinggian sekitar 30 sentimeter.
Akibat banjir ini, volume sampah yang masuk ke waduk pun membesar. Di hari biasa, Achmad dan kawan-kawan mengumpulkan 5 meter kubik sampah. Namun, sejak pagi tadi, sudah 15 meter kubik sampah diangkut dari waduk.