Sumur Resapan Tidak Maksimal untuk Atasi Banjir Jakarta
Langkah mengatasi banjir untuk daerah dengan cakupan yang luas seperti Jakarta adalah dengan membenahi bantaran sungai. Selain itu, langkah lainnya juga dapat dengan merehabilitasi saluran air.
Oleh
Pradipta Pandu Mustika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembuatan sumur resapan di sejumlah titik dinilai kurang maksimal untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi di Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap perlu meningkatkan komitmen menanggulangi banjir dengan cara membenahi bantaran sungai hingga memperbanyak ruang terbuka hijau.
Banjir yang melanda Jakarta dua hari terakhir menurut pengamat tata kota, Nirwono Joga, disebabkan intensitas hujan lokal yang cukup tinggi, bukan karena banjir dari Bogor dan Depok. Banjir semakin parah karena Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan pembenahan sungai dan perbaikan saluran air kota yang signifikan.
”Banjir hari ini menandakan bahwa tidak ada upaya serius mengatasi bencana ini sejak awal Januari lalu. Tidak adanya upaya serius penanganan banjir inilah yang membuat frustrasi warga, terutama warga yang terdampak banjir lagi hari ini,” ujar Nirwono saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Nirwono memandang, kondisi utilitas Jakarta saat ini yang meliputi saluran air kota memang masih buruk. Sejumlah saluran air dipenuhi sampah dan lumpur sehingga sering kali menyumbat kelancaran air mengalir. Konektivitas jaringan saluran air dari lingkungan (mikro) ke kawasan (meso) hingga ke kota (makro) yang tidak terjalin baik juga membuat aliran air terkadang terhenti, tidak tertampung, dan meluap ke jalan.
Terkait banjir ini, melalui akun Instagram-nya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, dirinya telah menginstruksikan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mengecek fungsi mesin pompa air agar siap digunakan jika banjir kembali terjadi. Anies juga meminta agar Dinas SDA DKI Jakarta membuat sumur resapan di sejumlah titik.
Meski demikian, Nirwono menilai bahwa pembuatan sumur resapan di sejumlah titik dinilai kurang maksimal untuk mengatasi banjir yang kerap terjadi di Jakarta. Sebab, Jakarta merupakan daerah yang sangat luas dan banjir tidak hanya terjadi di satu titik.
Seharusnya, kata Nirwono, langkah mengatasi banjir untuk daerah dengan cakupan yang luas seperti Jakarta adalah dengan membenahi bantaran sungai. Selain itu, langkah lainnya juga dapat dilakukan dengan merehabilitasi saluran air, merevitalisasi situ atau waduk, dan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) baru untuk daerah resapan air.
Pemprov DKI Jakarta dapat memulai pencegahan banjir dengan melebarkan dimensi saluran air sehingga kapasitas daya tampung air juga semakin besar. Nirwono mencontohkan, dimensi saluran mikro dapat dilebarkan dari 50 cm menjadi 150 cm, saluran meso dari 100 cm ke 200 cm, dan saluran makro dari 150 cm ke 300 cm.
Berdasarkan pantauan, hingga pukul 16.00 banjir di sejumlah daerah di Jakarta belum sepenuhnya surut, salah satunya di Kemang, Jakarta Selatan. Puluhan rumah di Kemang Utara dan Selatan terendam banjir dengan ketinggian mencapai 1,5 meter.
Selain permukiman warga, banjir juga menerjang jalan primer, seperti Jalan Raya Kemang, Mampang Prapatan, Jaksel, dengan ketinggian sekitar 50 cm. Salah satu langkah yang dilakukan petugas Dinas SDA DKI Jakarta untuk menangani banjir tersebut adalah dengan membuka pintu air Sungai Krukut agar genangan air di Jalan Kemang Raya mengalir ke sungai.
Puting beliung
Di daerah lain, puting beliung disertai hujan deras yang menerjang Kelurahan Cimpaeun, Tapos, Depok, Jawa Barat, Senin (24/2/2020) malam, mengakibatkan belasan rumah dan bangunan porak poranda, salah satunya gedung SMP Negeri 16 Depok. Mayoritas plafon atau atap dan bangunan tersebut rusak karena tersapu angin.
Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok Deni Romulo mengungkapkan, 16 kepala keluarga atau 49 jiwa terdampak bencana puting beliung ini. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Warga yang terdampak untuk sementara mengungsi ke tetangga dan telah membuka dapur umum.