Gubernur DKI Jakarta Imbau Warga Membuat Sumur Resapan
Terkait sumur resapan, Wati menilai, efektivitasnya tidak akan masif mengingat mayoritas tanah Jakarta adalah tanah urukan. Di Jakarta Barat dan Jakarta Utara, apabila menggali sedalam 2 meter sudah ditemukan air.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan agar masyarakat terlibat aktif memastikan air hujan tidak melimpah ke jalanan dengan mulai membangun sumur resapan. Harapannya, dengan menggali lebih banyak sumur resapan, debit air hujan yang dialirkan ke drainase ataupun parit bisa berkurang dan mencegah terjadi genangan yang menghalangi operasional kehidupan sehari-hari.
”Saluran air di Jakarta didesain berdekade, lalu dengan kapasitas maksimum menampung curah hujan 150 milimeter per hari,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di sela-sela memimpin posko banjir di Pintu Air Manggarai, Jakarta Pusat, Selasa (25/2/2020).
Menurut dia, kapasitas ini tidak mampu menghadapi hujan akibat perubahan iklim yang rata-rata curah hujan lebih dari 200 milimeter per hari. Curah hujan sebesar ini dulu hanya terjadi 10 tahun sekali, tetapi sekarang menjadi curah hujan bulanan, bahkan mingguan. Akibatnya, saluran air membutuhkan waktu beberapa jam untuk mengalirkan air ke laut.
Hingga Selasa petang, Pemprov DKI Jakarta memetakan setidaknya ada 200 rukun warga yang terdampak banjir. Anies menjabarkan angka tersebut terus bergulir karena penghitungan lokasi terendam air masih terus berlangsung. Sementara jumlah sampah yang dikeruk di Pintu Air Manggarai relatif sedikit, yaitu satu truk kecil, karena tidak ada kiriman dari wilayah lain, seperti Bogor.
Drainase vertikal
Anies menekankan pentingnya setiap warga bertanggung jawab memastikan air tidak melimpah ke jalanan. Selain dengan disiplin tidak membuang sampah sembarangan, ia turut mengimbau agar semakin banyak dibangun sumur resapan. Diameternya bisa mulai dari 60 sentimeter hingga 1 meter dan diletakkan di pekarangan. Properti seperti sekolah, gedung perkantoran, dan apartemen yang memiliki halaman luas diharapkan bisa menggalakkan pembuatan sumur ini.
”Air yang diresap tanah sangat membantu mengurangi debit air yang mengalir ke selokan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, Jakarta memiliki jalan sepanjang sedikitnya 6.000 kilometer. Apabila pemerintah hendak membangun drainase horizontal, butuh sepanjang minimal 12.000 kilometer di kanan dan kiri jalanan. Hal ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama. Oleh sebab itu, imbauan membuat sumur resapan adalah intervensi yang bisa dilakukan secepatnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini mengatakan sebanyak 170 pompa air diturunkan untuk mengeringkan genangan air. Untuk wilayah yang listriknya padam, digunakan pompa mobil. Tercatat wilayah Kelapa Gading memiliki dampak genangan paling serius dibandingkan dengan lokasi lain di Jakarta.
Integrasi
Dihubungi melalui telepon seluler, Ketua Program Studi S-2 Teknik Sipil Universitas Tarumanagara, Jakarta, Wati Asriningsih Pranoto menekankan, solusi drainase di Jakarta tidak bisa fokus pada satu metode, tetapi integrasi dari berbagai alternatif yang harus dipastikan bekerja jauh sebelum musim hujan tiba.
”Normalisasi saluran air tetap harus menjadi metode utama, yaitu memastikan semua saluran air bekerja sesuai kapasitas maksimum. Artinya, saluran air dijaga agar tidak tersumbat, kandas, ataupun mengecil. Normalilasi juga harus dilakukan dengan menghitung probabilitas debit air hujan. Menghitung untuk 10 tahun, 20 tahun, hingga 50 tahun,” paparnya.
Faktor perubahan iklim, peningkatan curah hujan, dan penurunan permukaan tanah dibandingkan dengan permukaan laut harus selalu dimasukkan dalam perhitungan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang tersebut.
Terkait membangun sumur resapan, Wati menilai, efektivitasnya tidak akan masif mengingat mayoritas tanah Jakarta adalah tanah urukan. Artinya, di beberapa wilayah, seperti Jakarta Barat dan Jakarta Utara, apabila menggali di kedalaman 2 meter saja sudah akan bertemu air. Otomatis kapasitas resapan kala hujan tidak terlalu besar.
”Jakarta bisa mencontoh Korea Selatan dan Jepang yang membuat bak-bak penadah air hujan di atas gedung-gedung, bahkan rumah. Air tadahan ini yang dipakai untuk menyiram toilet dan halaman. Meskipun begitu, normalisasi saluran air tetap dilakukan,” kata Wati. Pompa air juga hendaknya dioperasikan jauh sebelum hujan turun. Jangan menunggu air menumpuk baru dialirkan ke saluran.