Saat Anies Memantau Banjir Jakarta dari Manggarai
Sekitar 10 menit menunggu, Anies melongok dari balkon lantai dua dan melambaikan tangan ke arah wartawan. Sontak beberapa wartawan berseru, ”Pak, wawancara sebentar, dong!”
Hujan sejak Selasa (25/2/2020) dini hari hingga menjelang tengah hari benar-benar membuat jutaan orang kalang kabut. Sebagian wilayah DKI Jakarta kebanjiran.
Ada yang berjuang mencari rute alternatif yang bisa dilalui menuju kantor karena layanan sejumlah angkutan umum terhenti akibat banjir. Ada pula yang terpaksa tidak bekerja karena rumahnya kebanjiran.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun sudah berada di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa pagi. Dia bersama sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rapat di lantai dua Kantor Operasional Pintu Air Manggarai.
Baca juga: Kebanjiran, 3.565 Jiwa Warga DKI Jakarta Mengungsi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyatakan, hingga Selasa pukul 12.00, ada 294 rukun warga (10,74 persen) terdampak banjir dengan ketinggian maksimal 2 meter. Kondisi ini menyebabkan 973 keluarga atau sebanyak 3.565 jiwa mengungsi ke 40 lokasi penampungan.
PLN pun mengumumkan pemadaman listrik di wilayah terdampak banjir demi keselamatan warga. Ada 2.394 gardu listrik yang dipadamkan sampai Selasa sore.
Di halaman Kantor Operasional Pintu Air Manggarai, sejumlah wartawan sudah menanti kesempatan mewawancarai Anies. Mereka sudah memilih posisi dan menata peralatan kerja mereka masing-masing.
Sekitar 10 menit menunggu, Anies melongok dari balkon lantai dua dan melambaikan tangan ke arah wartawan. Sontak beberapa wartawan berseru, ”Pak, wawancara sebentar, dong!”
Rapat dibatalkan
Tak berapa lama, ia turun menyapa wartawan dan melayani permintaan wawancara. Anies menjelaskan bahwa semua jenis rapat dibatalkan, kecuali yang terkait dengan penanganan banjir.
Sepanjang Selasa, Anies dan pejabat Pemprov DKI Jakarta akan berkantor di Kantor Operasional Pintu Air Manggarai diselingi blusukan ke beberapa wilayah. Ia meminta warga tidak panik dan jangan ragu menelepon 112 untuk meminta bantuan aparat pemerintah.
Setelah memberi pernyataan, ia kembali naik ke lantai dua. Para wartawan masih berkerumun karena belum puas dengan pernyataan Anies. Maklum, wartawan membutuhkan data penduduk terdampak, situasi air, dan kemungkinan Pemprov DKI Jakarta melakukan perbaikan besar-besaran saluran air di seluruh Jakarta.
Apalagi, banjir kali ini dipicu hujan lokal. Bukan banjir kiriman dari Bogor dan Depok, Jawa Barat. Kalau hujan lokal saja dampaknya seperti ini, bagaimana mungkin jika musim muson terjadi serentak di sejumlah wilayah?
Baca juga: Intensitas Hujan Lebih Ringan, Banjir di Jakarta dan Sekitarnya Meluas
Ketika kami berdesak-desakan di lantai satu Kantor Pengelola Pintu Air Manggarai, seorang staf Biro Hubungan Masyarakat Pemprov DKI Jakarta datang. Dia mempersilakan wartawan naik ke lantai dua memotret dan merekam suasana ruang komando Pintu Air Manggara di lantai dua.
Tiga monitor layar sentuh menampilkan situasi pintu-pintu air di seluruh DKI Jakarta dan grafik pergerakan air dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Setelah mengambil gambar, wartawan pun meninggalkan ruangan.
Namun, Anies memanggil Kompas dan mengajak berbincang. Setelah beramah-tamah sebentar, pertanyaan pertama adalah apa tindakan Pemprov DKI Jakarta menanggulangi banjir.
Apakah maksudnya kanal, sungai, dan parit akan dikeruk guna memastikan tidak akan lagi tersumbat? Kesempatan eksklusif ini tidak boleh dilewatkan untuk belajar mengenai tata kota langsung dari sumber utama.
Perubahan iklim
Anies menjelaskan, faktornya banyak sekali. Salah satunya perubahan iklim yang mengakibatkan curah hujan meningkat drastis menjadi rata-rata 200 milimeter per hari. Padahal, drainase Jakarta kapasitasnya hanya 150 milimeter per hari. Tentu saja air tidak bisa langsung mengalir dan harus menggenang selama beberapa saat.
”Sebagai ilustrasi, kalau tempat yang sangat terawat seperti (Pangkalan Udara TNI AU) Halim (Perdanakusuma) bisa terendam, masalahnya jauh lebih besar daripada sekadar saluran air. Contohnya perubahan iklim yang membawa curah hujan setara curah per sepuluh tahunan. Sekarang curah hujan seperti ini sudah jadi reguler bulanan,” tuturnya.
Anies kemudian menerangkan bahwa menangani banjir tidak bisa dibebankan kepada pemerintah saja. Ia menunjukkan sampah yang tengah dikeruk alat berat di Pintu Air Manggarai.
Baca juga: DKI Libatkan Warga Bangun Sumur Resapan pada 2020
Hingga tengah hari baru terisi satu bak truk. Artinya, volume sampah di sungai relatif sedikit apabila dibandingkan dengan banjir pada 1 Januari lalu yang merupakan kiriman dari wilayah Jawa Barat.
”Artinya, warga Jakarta tidak lagi membuang sampah ke kali. Ini kemajuan. Sekarang kita harus mulai pendidikan publik bahwa setiap orang berkontribusi untuk menahan air agar tidak menggenangi jalanan. Kami menawarkan konsep drainase vertikal,” ujarnya.
Ternyata, konsep drainase vertikal yang diusung oleh Pemprov DKI Jakarta tidak terlalu rumit. Anies meminta warga ataupun pengelola gedung menggali lubang berdiameter 60 sentimeter hingga 1 meter untuk menyerap air hujan. Wah, ini mirip dengan biopori yang sudah lama diterapkan masyarakat.
Baca juga: Sumur Resapan Tidak Maksimal untuk Atasi Banjir Jakarta
”No, it’s not biopori. Lebih mirip sumur resapan karena daya tampungnya lebih besar daripada biopori dan bisa diterapkan di semua jenis tempat,” ucapnya.
Efektivitas sumur resapan dalam menanggulangi banjir Jakarta, seperti yang diyakini Anies, memang belum teruji. Terhadap hal ini, pengamat tata kota, Nirwono Joga, berpendapat, banjir yang melanda Jakarta dua hari terakhir disebabkan intensitas hujan lokal yang cukup tinggi, bukan karena banjir dari Bogor dan Depok.
Semakin parah
Banjir semakin parah karena Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan pembenahan sungai dan perbaikan saluran air kota yang signifikan.
”Banjir hari ini menandakan bahwa tidak ada upaya serius mengatasi bencana ini sejak awal Januari lalu. Tidak adanya upaya serius penanganan banjir inilah yang membuat frustrasi warga, terutama warga yang terdampak banjir lagi hari ini,” ujar Nirwono saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Nirwono memandang, kondisi utilitas Jakarta saat ini yang meliputi saluran air kota memang masih buruk. Sejumlah saluran air dipenuhi sampah dan lumpur sehingga sering kali menyumbat kelancaran air mengalir. Konektivitas jaringan saluran air dari lingkungan (mikro) ke kawasan (meso) hingga ke kota (makro) yang tidak terjalin baik juga membuat aliran air terkadang terhenti, tidak tertampung, dan meluap ke jalan.
Seharusnya, kata Nirwono, langkah mengatasi banjir untuk daerah dengan cakupan yang luas seperti Jakarta adalah dengan membenahi bantaran sungai. Selain itu, langkah lainnya juga dapat dilakukan dengan merehabilitasi saluran air, merevitalisasi situ atau waduk, dan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) baru untuk daerah resapan air.
Pemprov DKI Jakarta dapat memulai pencegahan banjir dengan melebarkan dimensi saluran air sehingga kapasitas daya tampung air juga semakin besar. Nirwono mencontohkan, dimensi saluran mikro dapat dilebarkan dari 50 cm menjadi 150 cm, saluran meso dari 100 cm ke 200 cm, dan saluran makro dari 150 cm ke 300 cm.
Kini, kita menunggu aksi Gubernur Anies dalam mengatasi banjir di Jakarta. Apakah cukup dengan membuat sumur resapan atau segera membenahi drainase Ibu Kota besar-besaran agar mampu menampung air hujan.