Banjir sudah empat kali melanda wilayah Kota Bekasi, sejak 1 Januari 2020. Salah satu penyebab banjir adalah peralihan pemanfaatan tata ruang yang kian masif, termasuk pembangunan proyek strategis nasional.
Oleh
Stefanus Ato/ I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Kamis (27/2/2020), mengatakan, penyebab banjir di Kota Bekasi tak semata-mata dipengaruhi curah hujan tinggi. Namun, juga disebabkan pendangkalan Kali Bekasi sehingga tidak mampu menampung air, termasuk banjir kiriman dari Bogor.
”Ada juga pembangunan berskala nasional, seperti Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), LRT, Jalan Tol Becakayu, dan lainnya. Semua itu memiliki dampak dan kami prihatin ternyata KCIC ini tidak ada Amdal,” katanya saat meninjau warga terdampak banjir di Perumahan Nasio, Kota Bekasi, Jawa Barat, kemarin.
Uu menambahkan, banyaknya faktor pemicu banjir menunjukkan bahwa penyelesaian masalah banjir di Kota Bekasi membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan juga investor yang berinvestasi di Bekasi. Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengakui, proyek strategis nasional berdampak terhadap banjir di Kota Bekasi.
Sepuluh tahun lalu, sisi kiri dan kanan jalan tol masih ada ruang terbuka hijau (RTH) yang kini beralih fungsi menjadi proyek strategis nasional. ”Ini adalah bagian dinamika kecepatan pembangunan belum mengantisipasi kecepatan penyiapan infrastruktur penanganan banjir,” katanya. Tri menambahkan, banjir juga masih terus mengancam Kota Bekasi karena proses pembangunan jalan tol masih terus berlangsung.
Hal itu menimbulkan penyempitan drainase sehingga memperparah banjir di Bekasi. Selain persoalan proyek strategis nasional, Kota Bekasi juga masih kekurangan RTH. Hal ini turut menjadi penyebab Kota Bekasi terendam banjir sebanyak empat kali pada 2020 karena air dari perumahan warga semua mengalir ke sungai. Ketersediaan RTH di Kota Bekasi hingga Februari 2020 baru 15 persen.
Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan disebutkan, setiap kota ditargetkan memiliki 30 persen RTH. ”Jadi, sekarang bagaimana pemerintah menguasai tanah- tanah yang sampai sekarang belum dibangun (perumahan). Kami sedang berupaya membebaskan tanah sekitar 3-6 hektar. Tentu juga akan ada kontribusi RTH yang dimiliki publik,” ujarnya.
Gelar rapat
Terkait penanganan masalah banjir, kata Uu, pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan memanggil semua bupati, wali kota, dan balai besar wilayah sungai untuk menggelar rapat pada 28 Februari 2020. ”Di rapat nanti akan diambil keputusan, apakah harus tanggap darurat atau pembangunan permanen,” ujarnya.
Adapun di Kota Bekasi direncanakan pembangunan polder air dan aliran Kali Bekasi dikeruk serta diperlebar atau yang biasa disebut pemerintah sebagai proyek normalisasi. Rencana pelaksanaan juga dijanjikan untuk dilakukan secepatnya dengan memperhatikan aspek prosedur dan legalitas.
Banjir di Periuk Damai
Masih terkait bencana banjir, warga Perumahan Periuk Damai, Kelurahan Periuk, Kota Tangerang, Banten, tidak bisa berlama-lama kembali menempati rumah setelah banjir surut. Hujan deras pada Kamis dini hari kembali merendam kediaman mereka. ”Ketinggian air di Periuk Damai kembali naik. Padahal, sebelumnya sudah surut,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tangerang Feby Darmawan.
Alhasil, Masjid Al Jihad di Kelurahan Periuk yang tadinya lengang ditinggal pengungsi kembali ramai. Mereka memenuhi hampir seluruh selasar masjid. Bantuan bahan makanan dan minuman menumpuk di dekat pintu gerbang masjid. Ibu-ibu terlihat sibuk mencuci dan menjemur pakaian di sekitar masjid. Sebagian pengungsi terlelap di atas tikar yang mereka gelar.
Jumlah pengungsi di Masjid Al Jihad mencapai 250 keluarga. Selain di masjid, sebagian pengungsi memutuskan tinggal di ruko-ruko sekitar. Beberapa di antaranya memilih menumpang di kediaman kerabat. Setelah hujan deras selama berjam-jam pada Kamis dini hari, ketinggian air di Perumahan Periuk Damai mencapai 30 sentimeter.
Air berasal dari luapan Sungai Ledug dan Danau Situ Bulakan yang berlokasi di dekat perumahan. Sungai dan danau yang meluap menyulitkan petugas BPBD untuk menyedot dan membuang air ke sana. Jika pun dipaksakan dibuang ke sungai atau danau, air akan kembali mengalir ke perumahan. Warga dan petugas hanya menunggu air di sungai dan danau kembali surut.
”Saya pikir, kemarin sudah aman balik ke rumah. Saat masak pagi harinya, tiba-tiba air kembali naik,” kata Marsyah (58), salah seorang warga Perumahan Periuk Damai, ditemui di lokasi pengungsian. Sejauh ini, belum ada pengungsi yang dilaporkan mengeluh sakit. Kebutuhan obat- obatan, makanan, air bersih, dan popok bayi tercukupi. Hanya, persediaan susu bayi dirasa belum memadai.
Selain Perumahan Periuk Damai, banjir di Kota Tangerang masih terjadi di Perumahan Garden City. Bedanya, di perumahan ini belum surut pada tiga hari terakhir. Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menyampaikan, pihaknya terus berupaya menangani banjir di Periuk.
Salah satunya adalah menurunkan tiga ekskavator untuk mengeruk tanah di bagian bawah sungai untuk membuat kisdam sementara sepanjang 500 meter di sungai. ”Ini salah satu upaya menahan limpasan Sungai Cirarab,” kata Arief lewat siaran pers. Namun, jumlah alat berat yang ada, menurut Arief, masih sangat kurang. Ia mengharapkan ada bantuan alat berat dari Pemprov Banten untuk mempercepat pengerjaan pembuatan kisdam sementara.