Tumbuhnya Perumahan di Kabupaten Bekasi Perluas Bencana Banjir
Banjir yang melanda Kabupaten Bekasi tidak semata-mata akibat curah hujan dan banjir kiriman. Ada perluasan pembangunan perumahan warga yang mengabaikan sistem pencegahan banjir.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
Banjir masih menggenangi sejumlah wilayah di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, hingga Kamis (27/2/2020) malam. Sedikitnya masih ada 66 titik genangan yang tersebar di 18 kecamatan dengan ketinggian air berkisar 20 sentimeter sampai 40 cm. Kajian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi menyebutkan, banjir yang meluas di daerah itu dipicu pembangunan perumahan yang mengabaikan ruang resapan air.
Petugas Pusat Data dan Informasi BPBD Kabupaten Bekasi Mega Indah Silvia mengatakan, data terakhir hingga Kamis, masih ada 32 desa di 18 kecamatan yang terendam banjir. Adapun total warga yang terdampak banjir sejak 25 Februari 2020 itu sebanyak 9.000 keluarga.
”Kalau pengungsi sebagian sudah kembali ke rumah. Di tempat-tempat yang banjirnya sudah surut, warga langsung kembali ke rumah,” katanya di Bekasi, Kamis sore.
Mega menambahkan, sesuai dengan data BPBD, sejauh ini kecamatan yang paling terdampak akibat banjir berada di wilayah Bekasi bagian utara, seperti Muara Gembong, Sukawangi, dan Cabangbungin. Ketinggian air di beberapa wilayah itu mulai dari 20 cm sampai 40 cm.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bekasi Adeng Hudaya mengatakan, banjir yang terjadi di Kabupaten Bekasi disebabkan oleh dua hal, yaitu banjir kiriman dan hujan lokal dengan intensitas tinggi.
Sejumlah aliran sungai yang meluap ke permukiman warga antara lain Kali Bekasi, Sungai Citarum, dan Cikarang Bekasi Laut (CBL). Banjir dari Kali Bekasi merupakan air kiriman dari Bogor melalui dua sungai, yakni Cikeas dan Cileungsi.
”Kalau CBL itu air kiriman dari Cianjur dan Cipamingkis. Kalau Citarum itu banjir kiriman dari Bandung,” kata Adeng.
Abaikan resapan
Selain banjir kiriman, di kawasan perkotaan, seperti Cikarang, kata Adeng, pemicu banjir diakibatkan oleh buruknya saluran drainase di area permukiman. Keadaan itu diperparah dengan tidak tersedianya sumur resapan di kawasan perumahan yang kian masif tumbuh di Kabupaten Bekasi.
”Kami berharap dari dinas-dinas terkait yang punya perizinan tolonglah, kalau ada pembangunan, jika tidak ada sumur resapan, jangan diizinkan untuk dibangun perumahan. Apalagi ada cekungan yang dijadikan perumahan, ya banjir,” ujarnya.
Meski tidak merinci kawasan perumahan yang tidak memiliki sumur resapan, menurut Adeng, sebagian besar perumahan di Kabupaten Bekasi yang dulunya dibangun mengabaikan sistem pencegahan banjir. ”Jadi, ke depan diharapkan pembangunan memperhatikan ketersedian sumur resapan dan juga ramah lingkungan,” katanya.
Terkait dengan penanganan masalah banjir di Jawa Barat, termasuk Kabupaten Bekasi, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan menggelar rapat pada 28 Februari bersama semua kepala daerah yang wilayahnya terdampak banjir.
”Di rapat nanti akan diambil sebuah keputusan, apakah harus tanggap darurat dulu, atau pembangunan permanen,” ucapnya saat meninjau warga terdampak banjir di Kota Bekasi, Kamis siang.
Koordinasi
Menanggapi jebolnya tanggul penahan sungai di Muara Gembong, Jawa Barat, Uu mengatakan, Pemprov Jabar sudah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) untuk segera diatasi. Namun, ia berharap proses perbaikan tanggul melibatkan pemerintah daerah karena selama ini pembangunan di area sungai mengabaikan pemerintah daerah.
”Dari pengalaman, kadang-kadang BBWSCC itu membangun tanpa koordinasi. Jadi sering kali apa yang dibangun tidak sesuai dengan harapan kami,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (26/2/2020) dini hari, tanggul di Muara Gembong jebol sepanjang sekitar 8 meter sampai 10 meter. Tanggul yang jebol itu mengakibatkan terjadi luapan air Citarum yang merendam permukiman warga.
Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Komisaris Besar Hendra Gunawan mengatakan, tanggul yang jebol itu merendam perumahan warga sejauh radius 500 meter sampai 1 kilometer. Total ada 150 keluarga yang mengungsi.
”Luapan air menggenangi permukiman warga dengan radius sekitar 500 meter sampai 1 kilometer dan kini mulai berangsur surut,” kata Hendra.