Jakarta Sering Banjir, Warga Masih Abai Rawat Saluran Air Permukiman
Meski dilanda banjir bertubi-tubi selama dua bulan belakangan, warga tetap membuang sampah ke saluran air. Banjir seakan tidak membuat jera mereka yang tinggal di kawasan permukiman.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Lina (60) bersama sejumlah warga masih membersihkan lumpur dan sampah sisa banjir di RW 007 Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020). Wilayah permukiman itu belum sepenuhnya bersih usai dilanda banjir sejak dua hari lalu.
Lina fokus menyingkirkan sampah plastik di sekitar rumahnya. Sampah itu dibawa menuju ke salah satu sudut pembuangan di kawasan perumahan, kemudian ia letakkan tumpukan sampah di sebelah saluran air.
Tidak hanya Lina, sekitar lima warga lain turut meletakkan sampah di sana sore itu. Saat tumpukan meninggi, sebagian sampah jatuh ke saluran air. Dia membiarkan tumpukan itu dengan dalih ada petugas yang membersihkan. "Biarkan saja (sampah) di situ, nanti ada yang beresin," ujarnya.
Ucapan Lina yang abai tidak mengherankan. Sebab, saluran air di depan rumahnya pun dibiarkan bersarang sampah. Ironisnya, pembersihan saluran tersebut harus menunggu petugas dari Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) tingkat kelurahan.
Apabila mengamati permukiman padat di sekitar Karet Tengsin, tidak akan sulit menemukan sampah yang mengendap di saluran air warga. Pemandangan tersebut juga disertai dengan bau menyengat yang tercium dari jarak sekitar dua meter.
Pemandangan semacam itu terus ada meski Karet Tengsin dilanda banjir. Padahal saat ditanya, mereka tahu bahwa sampah di saluran air turut menjadi pemicu banjir.
Fenomena tersebut merupakan realita kondisi saluran air di sebagian besar kawasan permukiman Jakarta. Tidak hanya di wilayah Karet Tengsin, pemandangan serupa hampir ditemukan di seluruh wilayah kelurahan dengan permukiman padat selama banjir.
Penelusuran Kompas sejak Minggu (23/2/2020), kondisi saluran tidak terawat juga ditemukan di RW 007 Kelurahan Gunung Sahari, Kemayoran, Jakarta Pusat. Saat banjir di sana, sampah dari saluran turut meluap.
Masalah yang juga kerap memicu banjir adalah sempitnya ukuran saluran. Di RW 007 Gunung Sahari, ada sebuah gang dengan puluhan rumah yang hanya memiliki satu saluran berukuran 40 sentimeter. Saat banjir, air begitu lambat masuk terurai menuju ke saluran yang lebih besar.
Aang (39), warga RW 007 Gunung Sahari, menuturkan, kondisi di kawasannya diperparah dengan jarangnya kegiatan pembersihan. "Saya sih, inginnya turut membersihkan saluran. Tetapi salurannya tertutup dan tidak aksesibel untuk dibersihkan," tuturnya.
Begitupun di Karet Tengsin, saluran di sekitar rumah warga berukuran sekitar 10-15 sentimeter. Saluran sekecil itu pun masih terganggu denga lumpur dan sampah.
Kusnaenah (52), warga yang menetap selama 30 tahun di kawasan Karet Tengsin menuturkan, saluran di permukiman padat Karet Tengsin sangat rumit. Rumahnya yang dilalui saluran sudah lama tertutup bangunan rumah warga.
Saat ditelusuri, saluran penghubung menuju kali yang berukuran sekitar 50 sentimeter itu digenangi sampah plastik yang bercampur endapan lumpur. "Saluran penghubung ini paling jarang dibersihkan. Padahal, saluran besar ini yang paling kotor, terakhir dibersihkan Juli 2019 silam," tutur Kusnaenah.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah di Balai Kota, Rabu (26/2/2020), menerima kritikan ataupun masukan terkait pembersihan saluran air kota. Ia berjanji menjalankan pembersihan saluran mulai dari tali air, saluran penghubung, hingga menuju sungai dapat berlangsung secara komprehensif mulai dari jajaran Pemprov DKI.
"Itu memang harus dilakukan secara masif. Pada akhir 2020, arahan pak gubernur, akan lakukan pengerukan untuk persiapan beberapa tahun ke depan,” kata Saefullah.
Saefullah menambahkan, pembersihan nantinya dibagi dalam sistem kluster. Untuk tali-tali air, yang membersihkan adalah petugas penanganan sarana dan prasarana umum (PPSU). Lalu, untuk saluran penghubung dikerjakan suku dinas (di bawah pemerintah kota). Untuk sungai-sungai ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Meski begitu, Ridho (32), seorang petugas PPSU di Gunung Sahari, berpendapat bahwa kegiatan kebersihan selama ini terlalu dibebankan kepada PPSU. Padahal, apabila merujuk Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2017 tentang PPSU Tingkat Kelurahan, pasukan oranye bertugas dalam penanganan prasarana dan sarana jalan, saluran, taman, kebersihan, dan penerangan jalan umum. Tugas mereka tidak sampai masuk ke jalan-jalan kecil tingkat RT.
Ridho berharap, warga lebih banyak terlibat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Kerja bakti semestinya dilakukan bersama-sama, bukan hanya membayar petugas PPSU untuk berbagai pekerjaan. Selain itu, partisipasi warga dapat mengawasi pekerjaan dari petugas PPSU.
Terlepas dari semua itu, kebersihan lingkungan bermula dari warga yang menetap di sana. Bila lingkungan kotor karena sampah, berarti hal tersebut dipicu oleh penduduk setempat. Terlepas dari permasalahan sistem saluran air di Ibu Kota, warga bisa merawat saluran dengan cara paling simpel, yakni dengan tidak membuang sampah ke saluran.