Sebagian Pembeli Masker Terdorong Kepanikan
Sebagian pembeli masker di pasar belum memahami cara penularan virus korona baru atau Covid-19. Perlu edukasi agar mereka mengetahui wabah tidak menyebar melalui udara.
Elni (53) berkeras menyisakan satu boks masker di tokonya, di kawasan Pasar Paseban, Jakarta Pusat. Persediaan itu ia simpan setelah beberapa boks habis terjual sepanjang Rabu (4/3/2020).
Hari ke hari, persediaan masker di tokonya kian menipis semenjak beredar kabar virus korona baru atau Covid-19. Semenjak Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua pasien Covid-19 pada Senin, 2 Maret, warga terus memborong masker meski harga sedang tinggi-tingginya.
Padahal, sepekan lalu, ia masih melayani pembelian per boks. Namun, lonjakan permintaan membuat dirinya kini membatasi pembelian menjadi eceran. Masker yang ia jual seharga Rp 10.000 per lembar saat ini sebenarnya sudah naik berkali-kali lipat dari harga normal.
”Biasanya saya menjual masker eceran seharga Rp 2.000 tiga unit. Sekarang, harga masker per boks saja bisa mencapai Rp 400.000. Saya jual Rp 10.000 per masker sejujurnya pun enggak tega, tetapi harga di induknya pun sedang mahal,” tuturnya.
Baca juga : Stigmatisasi Korona
Saat ditelusuri, kondisi serupa dialami sekitar lima toko di Pasar Paseban. Fitri (24), penjual lainnya, menyebutkan, harga masker yang mahal terjadi sejak di pusat penjualannya, yakni di Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
Selama tiga hari terakhir, masker mendadak jadi komoditas penting yang terus dicari. Sejauh pengamatan Kompas, persediaan masker hampir habis di sejumlah pasar. Sementara di sebagian lokasi, seperti Pasar Pramuka, masker dijual begitu mahal, hingga ratusan ribu rupiah.
Indri (29), salah satu pembeli, mengaku membeli masker karena kekhawatiran wabah yang dikabarkan terus merebak. Simpang siur informasi, terutama saat mendengar desas-desus ada pasien yang terkena di Jakarta, membuat dirinya semakin ketar-ketir.
Ia membeli masker tanpa pikir panjang. Sebab, yang dia tahu, wabah bisa tersebar melalui udara dalam radius tertentu.
”Memang virus korona yang kemarin ditemukan di Depok, Jawa Barat. Namun, saya masih khawatir bila virusnya terbawa lewat udara. Yang saya tahu, ada radius tertentu virus bisa tersebar. Saya khawatir, diam-diam wabah ini telah merambah Jakarta,” tutur Indri.
Baca juga : Virus Korona yang Bikin Panik
Bahrul (22), pembeli lainnya, juga berpikir demikian. Pegawai yang menyambi kuliah ini mengira wabah korona akan berpengaruh terhadap udara kota sehingga dia harus memakai masker setiap hari saat di luar ruangan.
”Saya dengar info seperti di Wuhan, China, orang-orang sampai pakai helm tertentu saat beraktivitas di luar ruangan. Saya pikir, enggak apalah beli mahal asal kita bisa jaga kesehatan,” ucap Bahrul.
Salah paham
Ungkapan Bahrul dan Indri mungkin tidak mewakili semua orang. Namun, pemahaman mereka terhadap wabah ini menandai masih ada sejumlah orang di sekitar kita yang salah paham dengan persebaran wabah korona.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menjelaskan, penyebaran Covid-19 mirip seperti flu. Mediumnya adalah melalui tetesan kecil (droplet) saat seseorang batuk atau bersin. Hal ini juga bisa terjadi melalui tetesan yang terkena benda-benda di luaran. Sebab, virus di dalam tetesan tersebut bisa bertahan hidup selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari.
Baca juga : Kenali Dua Tipe Virus Korona Covid-19
Virus bisa menjadi ancaman apabila mengenai mata, hidung, atau mulut seseorang. Karena itu, WHO merekomendasikan untuk menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin serta sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau dengan cairan antiseptik. Selain itu, hindari menyentuh mata, mulut, atau hidung sebelum mencuci tangan.
Dengan risiko itu, WHO merekomendasikan penggunaan masker bagi orang yang sedang tidak sehat, orang yang menunjukkan gejala Covid-19, serta pihak yang merawat pasien penderita. Meski begitu, menurut WHO, sebenarnya orang yang tidak demam dan batuk tidak perlu mengenakan masker.
WHO menilai, penggunaan masker medis harus rasional demi menghindari pemborosan sumber daya serta penyalahgunaan masker. Sebab, distribusi masker medis kini menjadi celah kriminalitas oleh oknum tak bertanggung jawab.
Baca juga : Masker Diduga Ilegal Kembali Ditemukan di Jakarta Barat dan Tangerang
Hal tersebut persis seperti yang terjadi pada pekan ini. Polisi mengungkap dua lokasi penimbunan masker, yakni di Jakarta Barat dan Tangerang. Salah satu lokasi penimbunan tersembunyi di apartemen kawasan Grogol, Jakarta Barat, yang diungkap Selasa (3/3/2020).
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyampaikan, dari kedua lokasi itu telah disita masing-masing 350 lembar serta sekitar 600.000 lembar masker ilegal. ”Kami juga menginspeksi Pasar Pramuka mengingat ada beberapa temuan masker yang tidak sesuai standar dan tidak ada izin Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Kurangi kekhawatiran
Atas fenomena ini, publik sebaiknya mengurangi kekhawatiran dan memahami kembali instruksi dari WHO. Sebab, membeli masker dalam jumlah terlalu banyak pun tidak menjamin kondisi seseorang akan terus fit.
Ketua Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka Edy Haryanto pun meyakinkan, saat ini persediaan masker medis tergolong terjamin asal masyarakat berbelanja dalam jumlah wajar. Ia mengimbau masyarakat tetap tenang sebab gejolak harga masker sangat dipengaruhi perilaku konsumen.
Baca juga : Masker Langka, Kepanikan Dorong Harga Melonjak
Edy menambahkan, keinginan untuk membeli berlebihan bisa dilihat oleh oknum sebagai kesempatan mengambil untung besar dari permainan harga. ”Jika saudara-saudara datang ke toko, sebenarnya stok barang cukup. Namun, ketika seperti akan membeli secara keseluruhan, banyak tangan yang bermain,” ujarnya.
Terkait fenomena ini, Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Syahrizal Syarif, mengingatkan pemerintah agar menangani wabah dengan lebih terarah dan sistemik. Jangan sampai publik dilanda kekhawatiran karena kebingungan informasi yang simpang siur.
”Dunia akan melihat bagaimana Indonesia benar-benar berperang melawan virus ini. Bukan hal yang mustahil kita bisa mengatasinya,” ucap Syahrizal.