Polisi Ungkap Tiga Kasus Pembobolan Bank
Berdasarkan data Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 2016 hingga 2020, sedikitnya mereka sudah mengungkap 18 perkara atau kasus pembobolan kartu kredit dan rekening dengan menangkap 48 tersangka.
JAKARTA, KOMPAS — Polisi kembali mengungkap kasus pembobolan kartu kredit dan perbankan oleh tiga kelompok berbeda. Lemahnya pengawasan dan gampangnya nasabah memberikan akses kepada orang tidak dikenal membuat kelompok penjahat ini leluasa mengeruk pundi-pundi rupiah.
Berdasarkan data Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 2016 hingga 2020, sedikitnya mereka sudah mengungkap 18 perkara atau kasus pembobolan kartu kredit dan rekening dengan menangkap 48 tersangka.
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana mengatakan, terbaru pada 2020 polisi kembali mengungkap tiga kasus pembobolaan kartu kredit dan perbankan dengan total tersangka 10 orang dari tiga kelompok berbeda. Total pundi uang yang berhasil dikumpulkan kelompok penjahat ini mencapai Rp 22 miliar.
”Kasus pertama adalah pengembangan kasus pembobolan kartu rekening milik wartawan senior Ilham Bintang pada dua bank senilai Rp 300 juta. Sebelum kami menangkap delapan tersangka, dari pengembangan kami menangkap satu tersangka yang masuk daftar pencarian orang (DPO) berinisial P (27). Mereka merupakan kelompok Tulung Selapan,” kata Nana di Polda Metro Jaya, Jumat (6/3/2020).
Peran P dalam pembobolan rekening milik Ilham Bintang adalah membantu tersangka utama D untuk mendapatkan data Ilham Bintang. P membeli data nasabah kartu kredit, membeli, dan mengolah data kartu kredit. Setelah mendapatkan SLIK OJK yang diserahkan oleh pegawai bank, P kemudian mencocokkan nomor kartu kredit dengan SLIK OJK melalui aplikasi. Dari data yang kumpulkan, P menyerahkan ke tersangka utama D.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menambahkan, awal pengungkapan kasus berdasarkan laporan Ilham Bintang pada 17 Januari silam. Salah satu modus para pelaku adalah mengganti kartu SIM telepon seluler calon korban lalu mendatangi gerai penyedia layanan telekomunikasi saat korban menonaktifkan kartu ponselnya.
Sebagai otak kejahatan, D yang sudah beraksi dua tahun memiliki kaki tangan yang mampu mengumpulkan data nasabah layanan keuangan, termasuk data Ilham Bintang di SLIK OJK.
Berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor 50/SEOJK.03/2017 tentang Pelapor dan Permintaan Informasi Debitor, SLIK adalah sistem informasi yang dikelola OJK untuk mendukung pelaksanaan tugas pengawasan dan layanan informasi bidang keuangan.
Dalam surat edaran tersebut, pihak yang wajib menjadi pelapor adalah bank umum, bank umum syariah, unit usaha syariah, bank perkreditan rakyat (BPR), dan lembaga pembiayaan.
”Salah satu kaki tangan D adalah oknum yang berkerja di BPR berinisial HBK (24) sehingga ia bisa mengintip data SLIK OJK. HBK dibantu RAP (24) dan HNR (24) untuk mendapatkan data SLIK OJK,” kata Yusri.
Kepala Unit 2 Subdit Jatantras Polda Komisaris Hendro Sukmono mengatakan, sebagai karyawan bidang teknologi informasi di BPR, HBK leluasa memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan SLIK secara legal dari OJK untuk mengetahui profil calon nasabah, salah satunya Ilham Bintang yang memiliki uang di rekening cukup besar.
Hendro mengimbau direksi seluruh bank untuk memperketat pengawasan terhadap anggotanya dalam mengakses SLIK OJK agar tidak dimanfaatkan untuk tindak kriminal.
Selain itu, menurut Hendro, OJK juga perlu mengevaluasi prosedur pemberian akses SLIK OJK ke bank agar tidak ada kesempatan penyalahgunaan data yang dapat merugikan seperti kasus Ilham Bintang.
Akibat perbuatannya, para tersangka dikenai Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1 juncto Pasal 30 juncto Pasal 46 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 363 dan/atau 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan/atau Pasal 3 dan 4 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Para tersangka terancam 20 tahun kurungan penjara.
Pembobolan kartu kredit
Selain kasus pembobolan rekening, Polda Metro Jaya juga mengungkap kasus pembobolan kartu kredit dan perbankan. Nana mengatakan, Unit 2 Subdit Jatantras Polda menangkap kelompok pelaku pembobolan akun virtual BCA, F (28), G (22), dan HB (32).
Ketiga pelaku kejahatan kartu kredit tersebut memanfaatkan sistem BCA yang sedang dalam perbaikan dengan cara melakukan transaksi top up ke akun virtual dengan menggunakan M-banking.
”Meski melakukan top up, rekening pelaku tidak berkurang. Mereka sudah berulang kali melakukan kejahatan ini dengan total Rp 63 juta. Salah satu kartu untuk top up yang mereka gunakan adalah kartu OVO,” kata Nana.
Sementara itu, Yusri mengatakan, ketiga tersangka memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi. ”Mereka bertiga hebat dalam membobol BCA melaui akun virtual. Mereka juga punya kaki tangan. Kami masih lakukan pengejaran,” kata Yusri.
Terakhir, polisi mengungkap kasus pembobolan kartu kredit dengan menangkap tujuh pelaku. Yusri mengatakan, para tersangka merupakan mafia perbankan. Total pundi rupiah yang sudah mereka raup sebesar Rp 22 miliar.
Dalam operasinya, mereka menggunakan spekulasi algoritma untuk menebak nomor terakhir kartu kredit sampai pelaku menemukan kombinasi angka yang tepat untuk melakukan transaksi daring.
Untuk melakukan transaksi belanja daring dengan menggunakan kartu kredit korban, menurut Yusri, para tersangka mengaku sebagai petugas bank dan berusaha menyakinkan nasabah untuk memberikan kode OTP (one time password atau sandi sekali pakai).
”Mereka dapat data pribadi seseorang untuk kemudian membuat kartu kredit. Untuk mengetahui kartu kredit tersebut, mereka membutuhkan password atau kode OTP korban. Di sini korban percaya dan menyerahkan kode OTP-nya,” kata Yusri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia Steve Marta mengatakan, nasabah atau warga jangan pernah memberikan kode OTP, CVV (card verification value atau tiga digit angka pada bagian belakang kartu kredit), atau kata sandi kepada seseorang yang mengaku pegawai bank.
”Jika ada yang menelepon dan mengaku pegawai bank meminta kode OTP, CVV, atau password, jangan diberikan karena pihak bank tidak pernah akan meminta itu. Dapat dipastikan itu penipuan,” kata Steve.
Dengan berbagai kasus penipuan, menruut Steve, bank perlu memberikan edukasi lebih kepada nasabahnya agar mengetahui prosedur atau mekanisme yang harus dihadapi ketika terjadi penipuan. Selain itu, nasabah atau warga juga bisa langsung datang ke bank terdekat untuk memastikan kebenaran jika ada seseorang yang mengaku sebagai pegawai bank tersebut.
Baca juga : Akses Ilegal Data Pribadi Berujung Terkurasnya Rp 300 Juta dari Rekening Ilham Bintang