Demam Korona, Jamu Sutini Jadi Primadona
Sembari menunggu ditemukan vaksin penakluk virus korona, sebagian orang di Jakarta kini mengandalkan cara legendaris untuk meningkatkan daya tahan tubuh demi menangkal serangan virus ini. Namanya: ”njamu”.
Pada hari-hari sebelumnya, ia biasa pulang sekitar pukul 12.00. Pagi itu ia sudah menuntun sepeda menuju rumahnya di Batusari, Palmerah, dua jam lebih awal. Sutini mengaku, sejak sepekan terakhir, banyak orang mendadak menggemari jamu racikan miliknya.
Senin (9/3/2020) pukul 10.00, Sutini (50) terlihat melewati Gang Bakti VI, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, sambil menuntun sepeda jengkinya. Tak seperti biasa, botol-botol jamu racikan yang ditempatkan di bagian belakang sepedanya hanya menyisakan beberapa liter jamu saja pagi itu.
Pada hari-hari sebelumnya, ia biasa pulang sekitar pukul 12.00. Pagi itu ia sudah menuntun sepeda menuju rumahnya di Batusari, Palmerah, dua jam lebih awal. Sutini mengaku, sejak sepekan terakhir, banyak orang mendadak menggemari jamu racikan miliknya.
Baca juga: Kepanikan Dipicu Ketidakjelasan Informasi Covid-19
Bahkan, ada saja pengendara sepeda motor atau mobil yang tak sengaja melihatnya di jalanan dan menghentikan laju kendaraan mereka hanya untuk membeli jamunya. ”Saya heran, banyak orang yang naik mobil tiba-tiba menghentikan saya untuk beli jamu,” ujarnya.
Setiap hari, Sutini berangkat dari rumahnya pukul 06.00 dan berkeliling di kawasan Rawabelong, Kebon Jeruk, Tanjung Duren, dan Kemanggisan sebelum pulang ke rumah. Ia mengaku, pembeli jamunya biasanya berasal dari kalangan ”orang-orang rumahan”.
Baca juga: Kalau Batuk di Ruang Publik, Jangan Lupa Tutup Mulut
Sutini tak tahu pasti, apakah jamu miliknya laris karena faktor masuknya virus korona (corona) baru ke Indonesia. Namun, peminat makin meningkat selama sepekan terakhir. Jamu-jamu miliknya yang pagi itu ludes antara lain cabe puyang, temulawak, kencur, kunyit, dan brotowali.
”Ada juga orang-orang kantor yang belinya sebotol-sebotol. Orang yang tadinya enggak doyan sekarang jadi doyan,” katanya.
Menurut Sutini, harga empon-empon atau bahan baku jamu di pasar-pasar Jakarta saat ini tengah melonjak. Harga jahe bisa menyentuh Rp 80.000 per kilogram, sedangkan kencur bisa mencapai lebih dari Rp 100.000 per kilogram. Agar tetap bisa menjual jamu dengan harga terjangkau dan mendapatkan untung, ia terpaksa harus mendatangkan langsung empon-empon dari daerah asalnya, Wonogiri, Jawa Tengah.
Harga empon-empon yang disebutkan Sutini tak berbeda dengan harga yang dipatok para pedagang di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, sejak Senin (2/3/2020). Harga jahe di sana bisa dijual hingga Rp 80.000 per kilogram. Padahal, beberapa hari sebelumnya harganya tidak lebih dari Rp 60.000 per kilogram.
Sementara itu, harga temulawak yang biasanya hanya sekitar Rp 20.000 per kilogram dijual dengan harga Rp 80.000 per kilogram. Untuk kunyit, peningkatannya lebih manusiawi. Bahan ini biasanya dijual dengan harga Rp 25.000 per kilogram, tetapi kini dihargai Rp 30.000 per kilogram.
Ramuan Presiden
Sementara itu, jauh sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 pertama, ia juga pernah menyampaikan salah satu ramuan rahasianya untuk menjaga tubuh tetap bugar menghadapi setumpuk pekerjaan setiap hari. Ramuan tersebut adalah campuran jahe, kunyit dan temulawak.
Menu ini sejak tiga bulan terakhir diadopsi oleh Kafe Acaraki di kawasan Kota Tua, Jakarta, menjadi menu baru mereka. Menu tersebut diberi nama JKT 1681. JKT merujuk pada jenis empon-empon yang digunakan yakni jahe, kunyit dan temulawak. Adapun 1681 adalah nomor induk mahasiswa (NIM) presiden semasa kuliah.
”Kami coba bikin, ternyata enak. Ada rasa manis dari kunyit, panas dari jahe, dan ada pahit-pahitnya dari temulawak,” ujar Supervisor Kafe Acaraki Ridho Putra Gunawan.
Dibandingkan dengan menu racikan jamu lain yang sudah tenar di Kafe Acaraki, seperti golden sparkling, saranti, atau zaman batu, JKT 1681 paling berbeda. Tak ada campuran soda seperti pada golden sparkling, krimer seperti dalam saranti, atau lemon pada zaman batu. Bahan yang digunakan adalah empon-empon orisinil seluruhnya.
Selain itu, menu yang disajikan Kafe Acaraki selama ini bertujuan menjadikan jamu sebagai gaya hidup agar mencintai jamu. Adapun, JKT 1681 dibuat dengan maksud utama untuk menawarkan khasiat kepada pembeli, yakni meningkatkan daya tahan tubuh.
Menyebarnya virus korona ke beberapa negara ternyata berbanding lurus dengan minat pengunjung terhadap JKT 1681. Pada awal-awal menu tersebut diluncurkan, dalam seminggu setidaknya hanya terdapat 10-15 permintaan. Namun, dalam beberapa minggu terakhir, minimal permintaan mencapai 50 gelas.
Bahkan, ada pengunjung yang datang ke Kafe Acaraki sambil menunjukkan koran berisi artikel dari seorang guru besar dari Universitas Airlangga. Guru besar tersebut menyebutkan bahwa campuran jahe, kunyit, dan temulawak mampu menangkal virus korona tipe baru. Pengunjung berniat dibuatkan minuman tersebut secara khusus, eh ternyata sudah tersedia di kafe ini.
”Satu botol JKT 1681 kami hargai Rp 25.000. Isinya sekitar 300 mililiter. Ada pembeli yang meminta dalam bentuk kemasan, kami sedang siapkan,” ujar Ridho.
Sementara itu, terkait dengan melonjaknya harga empon-empon di pasaran, Ridho mengaku Kafe Acaraki tidak terpengaruh. Sebab, mereka mengambil kunyit dan jahe langsung dari kebun milik petani lokal di Wonogiri dan temulawak dari kebun mereka di Sukabumi, Jawa Barat.
Membeludak
Selain penjual jamu keliling dan kafe jamu, penjual jamu di pasar tradisional juga kebanjiran pembeli. Salah satunya dialami Budi Susilowati, pemilik Toko Jamu Ibu Hadi yang berlokasi di Lantai Basement Blok A Pasar Mayestik, Jakarta Selatan.
Budi dan ketiga karyawannya mengaku sempat kewalahan menghadapi para pembeli yang tiba-tiba ”menjarah” toko jamu mereka, Selasa (3/3/2020). Dikatakan menjarah karena situasi yang diceritakan Budi benar-benar kalut. Pembeli mengambil botol minuman jamu sesukanya meski tetap membayar.
Hanya saja, Budi yang saat itu tanpa persiapan harus memberikan pengertian kepada para pembeli. Para pembeli yang datang saat itu berniat membeli 6-10 botol jamu per orang, padahal jamu-jamu yang tersedia saat itu adalah jamu pesanan pelanggan. Alhasil, Budi harus membatasi pembelian.
Budi yang saat itu tanpa persiapan harus memberikan pengertian kepada para pembeli. Para pembeli yang datang saat itu berniat membeli 6-10 botol jamu per orang, padahal jamu-jamu yang tersedia saat itu adalah jamu pesanan pelanggan. Alhasil, Budi harus membatasi pembelian.
”Saat itu kami benar-benar diserbu. Kebetulan saya belum sarapan jadi badan saya sampai gemetar,” kata generasi ketiga dari Pemilik Toko Jamu Bu Hadi tersebut, kemarin.
Minuman yang banyak dicari selama beberapa hari ini adalah temulawak, kunyit asem, dan jahe. Hanya saja, Budi tidak membuat minuman jahe secara khusus, tetapi dicampurkan ke minuman lain seperti beras kencur.
Sabtu (7/3/2020), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bahkan sempat mampir ke kios jamu Budi untuk membeli beras kencur. Selama ini, Ester Dahlia, istri Menteri Kesehatan, itu dikenal menjadi pelanggan jamu Ibu Hadi selama bertahun-tahun.
”Biasanya ajudannya yang ambil. Baru kemarin, bapak dan ibu menteri datang langsung. Mereka tetap antre,” kata Budi.
Khasiat beragam
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) Husein Hasbyi menilai, salah satu manfaat jamu adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh, terutama racikan dari jahe, temulawak, dan kunyit. Selain itu, jamu juga dapat memperlancar peredaran darah, menghangatkan tubuh, dan melindungi organ tubuh.
Menurut informasi dari Badan Khusus Kesehatan Tradisional PP IAKMI, jamu herbal mendampingi dan mengawal kesintasan manusia sejak zaman purba sehingga terbukti secara empiris khasiatnya. Selain itu, khasiat jamu juga sudah diakui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Biasanya, khasiat jamu tersebut terasa jika telah diminum secara rutin, sedangkan yang minum baru-baru saja manfaat belum dirasa secara signifikan,” katanya.
Husein menambahkan, daya tahan tubuh yang kuat akan menjadi tameng bagi tubuh untuk penangkal virus, termasuk virus korona baru yang dapat menyebabkan Covid-19. Menurut dia, dari total kasus Covid-19 di dunia, saat ini 56 persen pasien telah dinyatakan sembuh. Mayoritas dari mereka adalah orang-orang yang mengalami perbaikan daya tahan tubuhnya, bukan dari pemberian obat.
”Di China, semua pasien Covid-19 diberikan ramuan herbal sehingga yang sakitnya ringan tidak bertambah parah dan yang berat lebih cepat sembuh,” katanya.
Baca juga: Tempat Observasi dan Isolasi Pulau Galang Disiapkan untuk Jangka Panjang
Karyawan swasta, Karina Prabawati, merupakan salah satu penikmat jamu. Baginya, jamu sangat penting bagi kesehatan wanita, terutama saat sedang menstruasi. Biasanya ia akan meminum beras kencur dan kunyit asem. Selain itu, ia juga meminum air rebusan sereh, cengkeh, dan jahe jika mengalami masuk angin.
”Semenjak ada virus korona, kantor menyediakan jamu setiap hari. Sangat membantu karena badan menjadi hangat meski seharian terpapar pendingin ruangan,” ujarnya.
Sembari menunggu hadirnya vaksin pembasmi virus korona (corona) tipe baru atau SARS-CoV-2, ”njamu” menjadi cara legendaris untuk menghadirkan daya tahan tubuh demi menangkal korona.