Kepanikan Terus Membayangi akibat Simpang Siur Informasi Wabah Covid-19
Jumlah pasien virus korona yang bertambah pada Senin (9/3/2020) memicu kepanikan sebagian warga kota. Kondisi ini belum tertangani karena warga masih terpapar informasi simpang siur yang berseliweran di publik.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Lalu lalang warga membuat Pasar Pramuka, Jakarta Timur, tampak riuh pada Selasa (10/3/2020) siang. Keriuhan di pasar khusus untuk obat dan alat medis ini terus terjaga hingga menjelang sore.
Warga yang datang ke toko sebagian besar menanyakan masker, cairan pembersih tangan, dan obat multivitamin. Rifad (36), seorang pedagang, bercerita, ketiga barang tersebut terus dicari sejak ramai pemberitaan virus korona baru atau penyakit Covid-19 di Indonesia, sepekan silam.
Sore itu, masker kualitas paling murah di toko Rifad dijual seharga Rp 385.000. Sementara cairan pembersih tangan paling murah harganya Rp 45.000. Harga kedua barang ini naik hampir tiga kali lipat dalam kurun sepekan.
”Sejak Selasa (3/3/2020) lalu, orang sudah ramai mencari masker. Pekan lalu juga karena ramai kabar ada oknum yang mainin harga, jadinya disidak sama pengelola. Sekarang pun harga masih mahal karena penyuplai juga pasang harga tinggi, saya enggak bohong,” ujar Rifad sambil melayani pembeli.
Alice (30), pembeli di toko Rifad, turut mencari masker dan obat multivitamin untuk persediaan di rumah. Kedua barang ini dicari karena terdorong kepanikan bertambahnya pasien yang terjangkit Covid-19 beberapa hari terakhir.
Senin (9/3/2020) malam, pasien positif korona bertambah dari enam orang menjadi 19 orang. Jumlah belasan ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah dua orang yang pertama kali terjangkit pekan lalu.
Atas pemberitaan tersebut, ibu satu anak ini menilai penyebaran virus korona begitu masif. ”Saya curiga masih banyak lagi yang terjangkit pada hari-hari selanjutnya. Mau mengantisipasi, tapi imbauannya cuma pakai masker dan jaga kesehatan, makanya saya nge-stok vitamin saja buat keluarga walau lagi mahal,” ujarnya.
Alice mungkin mencerminkan kepanikan sebagian warga kota. Sebab, sepanjang Selasa, masih banyak orang yang mencari barang-barang berupa masker, pembersih tangan, serta obat multivitamin di Pasar Pramuka. Harga yang mahal pun menunjukkan permintaan ketiga barang ini masih tinggi.
Ikke (25), pembeli lainnya, berpendapat, kepanikan masih muncul karena belum jelasnya informasi terkait penanganan wabah. Ia hanya mendengar bahwa virus korona bisa diantisipasi dengan mengurangi interaksi fisik saat menjumpai keramaian. Selain itu, dia juga hanya tahu soal pemakaian masker dan cuci tangan sebelum dan setelah beraktivitas.
”Pakai masker sebenarnya sudah jadi salah satu rutinitas saya kalau di jalan lagi banyak debu. Tapi, saya dengar dari temannya teman, ada pasien yang tetap terjangkit meski sudah bermasker. Sementara pemerintah terus meminta warga tenang, bagaimana mau tenang,” tutur pegawai di kawasan Senen, Jakarta Pusat, ini.
Pakai masker sebenarnya sudah jadi salah satu rutinitas saya kalau di jalan lagi banyak debu. Tapi, saya dengar dari temannya teman, ada pasien yang tetap terjangkit meski sudah bermasker
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho menyatakan, kepanikan terus muncul karena banyaknya informasi tidak valid yang turut menyebar berbarengan dengan penyebaran virus korona. Selama dua bulan kemunculan virus SARS-CoV-2 dan wabah Covid-19, lebih dari seratus topik kabar hoaks telah menyebar di Indonesia. Sebanyak 34 atau sekitar sepertiga dari total hoaks yang beredar adalah kabar bohong yang berkategori false reporting atau laporan keliru di Indonesia.
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat 179 kabar hoaks berkaitan dengan penyebaran penyakit Covid-19 beredar di Indonesia. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani menyampaikan, pihaknya terus menyisir informasi terkait kabar bohong ini.
Dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Pusat Angkat Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Soroy Lardo, dalam konferensi pers di Kompas TV, Selasa sore, menyebutkan pentingnya membangun ketahanan di tingkat komunitas (community precaution). Menurut dia, pemerintah belum sepenuhnya menjalankan hal ini meski pemerintah telah memunculkan sejumlah protokol untuk menangani virus korona.
”Dalam pengendalian infeksi Covid-19, kewaspadaan di tingkat komunitas ini yang belum sepenuhnya terbangun. Pemahaman terkait penularan korona melalui tetesan kecil saat batuk atau bersin harus benar-benar dipahami hingga tingkat grass root,” ucapnya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede Surya Darmawan menyampaikan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan harus segera memitigasi risiko penyebaran wabah Covid-19 secara komprehensif. Informasi menyangkut orang-orang yang pernah berdekatan secara fisik dengan pasien, daerah-daerah tempat domisili, dan aktivitas sehari-hari pasien harus segera ditelusuri. Pemerintah harus segera mengecek dan memastikan kondisi kesehatan mereka.
Sementara untuk daerah yang rawan, Ede melanjutkan, pemerintah harus meningkatkan kesadaran publik. Meskipun penularan bukan melalui daerah, melainkan melalui percikan dari saluran pernapasan penderita, mitigasi risiko bencana dari aspek kewilayahan perlu dilakukan.
”Proses tersebut jangan sampai memicu kepanikan publik. Jadi, pusat harus berkoordinasi dengan daerah. Saya tidak setuju kalau kota-kota tempat domisili pasien dibuka ke publik. Namun, yang paling penting, pemerintah pusat dan daerah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meminimalkan penyebaran penyakit korona,” tutur Ede.
Septiaji mengingatkan, persoalan kabar bohong terkait wabah harus menjadi perhatian. Tidak hanya dari pihak pemerintah, tetapi juga platform internet, media massa, lembaga pemeriksa fakta, dan seluruh masyarakat juga memiliki peran untuk menjaga akurasi informasi yang beredar. Jangan sampai ada salah paham terkait informasi penularan di tengah wabah yang turut merebak.
Selain itu, penguatan komunitas terhadap wabah juga harus diintensifkan. Soroy Lardo menyebutkan, hal ini pasti akan menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam membangkitkan kesadaran di tingkat keseharian. ”Kita masih punya kesempatan selama wabah belum menyebar ke tingkat komunitas atau community spread,” ucapnya.