DBD Merebak, Beberapa Jumantik Tangerang Selatan Memilih Mundur
Di tengah merebaknya kasus demam berdarah dengue di Kota Tangerang Selatan, Banten, sejumlah jumantik mundur lantaran tidak mendapatkan kejelasan mengenai bantuan operasional.
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Peran juru pemantau jentik atau jumantik di Kota Tangerang Selatan lebih banyak memberikan imbauan kepada warga untuk menjaga kebersihan lingkungan secara mandiri. Di tengah merebaknya kasus demam berdarah dengue di kota ini, sejumlah jumantik mundur lantaran tidak mendapatkan kejelasan mengenai bantuan operasional saat melakukan pemeriksaan jentik.
Sejak Januari 2020 hingga Rabu (11/3/2020), dua orang di Tangerang Selatan meninggal akibat demam berdarah dengue (DBD). Sejumlah 13 orang masih dirawat di rumah sakit.
Terkait jumantik, sebagian besar jumantik di Tangerang Selatan merupakan kader posyandu di RT masing-masing. Yuliana, jumantik di RT 002 RW 011 Kelurahan Pondok Cabe, Pamulang, mengatakan, dalam sebulan, 2-4 kali jumantik di Tangerang Selatan berkunjung ke rumah warga. Dalam kunjungan itu, ia hanya memberikan imbauan kepada warga untuk menjaga kebersihan lingkungan dan melaporkan kepada petugas apabila menemukan jentik.
”Saya meminta warga untuk mengecek pot-pot di depan rumah atau meminta mereka membersihkan bak mandi,” katanya, Rabu.
Baca juga : Kasus DBD di Tangsel Meningkat, Dua Orang Meninggal
Selain jadwal keliling secara mandiri, Yuliana turut mendampingi petugas surveilans yang juga mengecek wilayahnya sekali dalam tiga bulan. Biasanya, bersama petugas surveilans tersebut, ia mengecek bagian dalam rumah lebih detail.
Akan tetapi, saat kasus DBD di Tangerang Selatan meningkat, jumantik di wilayah Yuliana justru mengundurkan diri satu per satu. Sekitar dua tahun lalu, setidaknya ada enam jumantik di sana. Kini hanya tersisa dua orang, termasuk Yuliana.
Saat kasus DBD di Tangerang Selatan tengah meningkat, jumantik di wilayah Yuliana justru mengundurkan diri satu per satu. Sekitar dua tahun lalu, setidaknya ada enam jumantik di sana. Kini hanya tersisa dua orang, termasuk Yuliana.
Para jumantik mundur lantaran tidak mendapatkan kejelasan mengenai bantuan operasional dalam kegiatan pemeriksaan jentik. Dari enam orang yang aktif berkeliling, terkadang hanya dua orang yang mendapatkan uang pengganti operasional.
”Padahal, di awal, mereka sudah pernah diminta untuk menyetorkan nomor rekening dan persyaratan lain,” ujarnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua RT 002 RW 011 Kelurahan Pondok Cabe, Suyono. Bahkan, salah satu warga yang anaknya baru saja terjangkit cikungunya mengeluhkan minimnya peran jumantik. Cikungunya merupakan penyakit yang juga disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti seperti halnya DBD.
”Saya sampai malu terus-terusan meminta mereka (jumantik untuk mengecek rumah warga) dan terus-terusan ditolak dengan alasan yang sama,” katanya.
Eli Wahyuni, jumantik di RT 001 RW 008 Kelurahan Pamulang Timur, Pamulang, menyebutkan selama ini hanya memberikan imbauan kepada warga melalui forum-forum pertemuan, terutama saat pengajian. Biasanya, pengajian rutin digelar seminggu sekali pada Kamis malam.
”Kami minta warga memperhatikan genangan-genangan di bak mandi, tempat penyimpanan air, pot, hingga perabotan yang ada di dalam rumah, seperti dispenser,” ujarnya.
Eli bersama tujuh jumantik lain di RW-nya secara bergantian mendampingi petugas Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) tingkat kecamatan untuk mengecek langsung ke rumah warga. Hal ini biasanya dilakukan tiga bulan sekali. Dua jumantik yang mendampingi di setiap RT akan mendapatkan uang pengganti operasional Rp 70.000 per orang setiap tiga bulan sekali.
Menurut Eli, angka bebas jentik (ABJ) di wilayahnya pada Maret ini mencapai 99 persen. Angka ini meningkat dari bulan lalu yang sebesar 97 persen. Bulan ini, ada satu rumah yang terdapat jentik nyamuk. Tiga bulan lalu, jentik ditemukan di tiga rumah.
”Sejauh ini, belum ada kasus (DBD di wilayah kami), jadi kami masih lakukan imbauan seperti biasa kepada warga. Ada 99 rumah dari tiga RT yang kemarin ditinjau,” katanya.
Sementara itu, kader posyandu di Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, baru mendapatkan pelatihan pemantauan jentik pada Senin, 9 Maret. Mereka diajari cara mencari jentik di genangan menggunakan senter dan dikenalkan tentang tanaman-tanaman yang dapat menghambat perkembangan nyamuk.
”Sekitar tiga tahun lalu, kami pernah diberi pelatihan, tapi belum pernah dipraktikkan. Dalam waktu dekat, akan kami terapkan,” ucap Yumnah, salah satu kader posyandu di Kelurahan Cempaka Putih yang mengikuti pelatihan ini.
Kader posyandu di Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, baru mendapatkan pelatihan pemantauan jentik pada Senin, 9 Maret.
Sebagai perbandingan, di DKI Jakarta umumnya terdapat satu jumantik di setiap RT. Jumantik bertugas mengecek jentik nyamuk di rumah warga. Pengecekan setidaknya dilakukan dua kali seminggu. Salah satu jumantik di Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat, mengatakan mendapatkan uang pengganti operasional senilai Rp 500.000 per bulan.
Andalkan inisiatif warga
Warga RT 001 RW 008 Kelurahan Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Siamik menyebutkan pernah didatangi jumantik dan petugas surveilans. Pengecekan dilakukan hingga ke kamar mandi rumahnya. Pengecekan biasanya dilakukan tiga bulan sekali.
Siamik menyadari, jumantik hanya bertugas memberikan imbauan, sedangkan kebersihan rumah tetap menjadi tanggung jawab masing warga. Ia mengatakan mulai mewaspadai DBD. Salah satunya, dengan mengecek genangan-genangan air di rumahnya.
Beberapa minggu lalu, suami dan dua cucunya terserang cikungunya. ”Dalam waktu bersamaan, ketiganya langsung kena. Tetangga juga banyak yang kena, bahkan ada yang dirawat,” katanya.
Ucok, warga RT 002 RW 007 Kelurahan Cipayung, Ciputat, merasa tidak pernah dikunjungi jumantik ataupun petugas surveilans. Beberapa tahun silam, ia pernah didatangi orang-orang yang menjual obat penghilang jentik di bak mandi. Setahun terakhir, penjual obat itu tak lagi datang.
Baca juga : Pencegahan DBD Terlambat, 100 Orang Meninggal
Kepala Biro Humas Palang Merah Indonesia (PMI) Tangerang Selatan Andriana mengatakan, saat ini persediaan kantong trombosit untuk penderita DBD di Tangerang Selatan masih aman. Setidaknya, ada 70 kantong trombosit dan 690 kantong darah yang siap pakai saat ini. Selain itu, terdapat 400 kantong darah yang masih dikarantina.
”Hari ini Wakil Kepala PMI sudah mengecek. Persediaan kantong darah kami masih aman,” ujarnya saat dihubungi.
Berdasarkan catatan Kompas, sejak awal tahun ini, jumlah pasien DBD yang dirawat di RSUD Tangerang Selatan terus meningkat. Pada Januari, ada 29 penderita DBD yang dirawat, sedangkan pada Februari meningkat menjadi 41 orang.
Sejak 1 Januari 2020 hingga Selasa (10/3/2020), total jumlah penderita DBD mencapai 87 orang dan 13 orang di antaranya masih dirawat di RSUD Tangerang Selatan. Kebanyakan pasien yang dirawat merupakan warga dari Kecamatan Pamulang dan Ciputat.
Selain menjaga kebersihan lingkungan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Deden Deni menekankan peran jumantik untuk mengatasi DBD (Kompas, 11 Maret 2020).