Jakarta hari ini lebih sepi dari biasanya. Warga Ibu Kota dan sekitarnya yang biasa menikmati hari bebas kendaraan bermotor di kawasan protokol Sudirman-Thamrin tak terlihat lagi. Semua tiarap menghindari Covid-19.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·2 menit baca
Penghentian hari bebas kendaraan bermotor atau car free day di sepanjang Jalan Sudirman hingga MH Thamrin membawa suka dan duka bagi warga Jakarta. Di satu sisi warga yang tetap memilih keluar rumah mengeluhkan sepinya suasana Ibu Kota. Akan tetapi, di sisi lain, ada pula orang-orang yang menikmati suasana Jakarta di saat tak banyak orang di jalan.
Sumiyati (50-an) membereskan dagangannya dari trotoar Tosari di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (15/3/2020). Waktu baru menunjukkan pukul 10.15, tetapi ia sudah memasukkan kembali baju-baju gamis dan jilbab yang dijualnya ke dalam tas plastik berukuran besar.
”Sudah di sini dari jam enam, enggak ada satu pun pembeli,” keluhnya. Menurut Sumiyati, hanya ada dua pedagang kaki lima, termasuk dirinya, yang menggelar jualan pada hari Minggu ini. Menurut dia, pedagang satu lagi sudah angkat kaki sejak pukul 09.00.
Hari Kamis, 12 Maret 2020, Gubernur DKI Jakarta mengumumkan bahwa car free fay (CFD) atau hari bebas kendaraan bermotor tanggal 15 Maret dan 22 Maret ditiadakan. Keputusan itu diambil untuk mengurangi aktivitas yang mengumpulkan banyak orang di satu tempat demi menurunkan risiko penularan virus korona baru. Pengumuman pembatalan ditempel di stasiun MRT dan halte Transjakarta.
Sumiyati mengaku mengetahui pengumuman tersebut lewat media sosial. Akan tetapi, penjaja pakaian keliling ini tetap mencoba mengadu untung dengan harapan bisa menggaet setidaknya sepuluh pembeli yang ternyata tidak terwujud.
Jenuh
Bagi tiga sahabat, Alma, Alia, dan Nasya, CFD merupakan kegiatan rutin mereka bisa berkumpul. Kesibukan sehari-hari membuat mereka terpencar. Alma bekerja sebagai anggota staf pengelola gedung perkantoran di wilayah Kuningan, Jakarta Selatan, Alia masih kuliah di Universitas Gunadarma di Depok, dan Nasya bekerja di pabrik tekstil di Kertajaya, Jakarta Utara.
”Tahu, sih, CFD dibatalkan, tapi cuma di hari Minggu kami (bertiga) bisa ketemu. Apalagi setiap hari jenuh bekerja, Minggu memang waktunya jalan-jalan,” tutur Alma.
Ia mengeluhkan pembatalan CFD mengakibatkan para pedagang kaki lima di pasar kaget Bundaran Hotel Indonesia tidak ada. Ketiganya menjadi kesulitan mencari jajanan murah. Di satu sisi, sepinya Jakarta membuat berjalan di trotoar menjadi nyaman.
Alasan ini pula yang menjadikan sekelompok orang asing memilih keluar rumah. Di Monas, misalnya, ada seorang pengunjung yang duduk santai di hamparan rumput halaman Monas yang nyaris kosong melompong. Laki-laki yang mengaku bernama Michael dari Jerman ini mengatakan sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan multinasional.
”Ini kesempatan untuk menikmati Jakarta yang sepi dan tidak macet. Justru kalau di jalanan kita malah tidak dekat-dekat dengan orang lain,” ujarnya.