Pembatasan Transportasi Umum Persulit Mobilitas Pekerja dari Tangerang
Antrean panjang tak terelakkan sebagai dampak pembatasan operasional angkutan publik Jakarta. Ada ketidaksinkronan antara kebijakan pemerintah dan perusahaan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kebijakan pembatasan operasional transportasi umum menyulitkan pekerja di Kota Tangerang, Banten. Padahal, moda transportasi umum itu menjadi andalan bagi sebagian masyarakat menuju tempat kerja.
Dampak kebijakan itu membuat antrean penumpang mengular di Halte Transjakarta Puri Beta 2, Ciledug, Kota Tangerang, Senin (16/3/2020). Panjang antrean mencapai 250 meter dari pintu masuk halte. Halte Puri Beta 2 sehari-hari melayani rute Koridor 13, yaitu Puri Beta-Blok M pergi-pulang. Selain itu, ada empat rute lainnya.
Penumpang yang mengantre mayoritas merupakan karyawan atau pegawai perusahaan yang berkantor di Jakarta. Antrean sudah terlihat sejak pukul 06.00, saat jam masuk kerja sedang padat-padatnya. ”Baru sekitar pukul 09.00 pagi antrean mulai bisa terurai,” ujar Lukman Hakim, petugas keamanan Halte Transjakarta Puri Beta 2.
Menurut Lukman, karena tidak kuat terlalu lama menunggu, sebagian calon penumpang kemudian memilih memesan ojek daring. Sebagian lagi memutuskan kembali ke rumah karena waktu berangkat kerja sudah begitu mepet.
Dihubungi terpisah, Ahmad Yulianto Wibowo (27), warga Ciledug, Kota Tangerang, Banten, karyawan sebuah bank swasta di Jakarta Selatan, mengatakan masih masuk kerja seperti biasa kendati Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menginstruksikan perusahaan memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah.
Menurut Ahmad, kantor tempat ia bekerja belum memberlakukan kerja dari rumah karena instruksi dari pemerintah yang mendadak. Selain itu, pekerjaannya berkaitan dengan sistem sehingga harus dipersiapkan mekanisme bekerja dari rumah.
Antrean disebabkan ketidaksinkronan antara instruksi pemerintah untuk melaksanakan kerja dari rumah dan kebijakan dari setiap perusahaan.
Untuk menuju kantor, Ahmad biasa menggunakan Transjakarta Koridor 13. Namun, kali ini, kebijakan pembatasan operasional transportasi umum cukup merepotkannya. Ia harus mengantre sekitar satu jam untuk masuk ke bus.
”Tidak menyangka antreannya jadi sepanjang tadi. Saya pikir justru malah akan lebih lengang daripada biasanya karena ada instruksi work from home,” ujar Ahmad.
Karena terjebak antrean cukup lama, Ahmad tiba terlambat di kantornya. Ia berharap ke depan pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan pembatasan transportasi umum.
Petugas layanan bus Transjakarta Puri Beta 2, Muhammad Faiz, menjelaskan, antrean dikarenakan pembatasan jumlah penumpang dalam satu bus. Jumlah penumpang diatur maksimal 40 orang untuk bus dengan kapasitas 38 tempat duduk. Adapun bus yang disiapkan di Koridor 13 sebanyak 19 unit.
Selain itu, petugas Transjakarta di lapangan mendapat arahan untuk memberangkatkan bus selama 20 menit sekali. Jumlah penumpang pun dihitung sebelum mereka masuk bus. Kondisi itu diakuinya membuat antrean menjadi mengular.
”Melihat situasi itu (antrean panjang), agar tidak ricuh, diputuskan bus diberangkatkan setiap lima menit sekali. Tetapi, jumlah penumpang dalam bus tetap dibatasi maksimal 40 orang,” kata Faiz.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten Dedy Irsan menyoroti terjadinya antrean panjang di Halte Bus Transjakarta Puri Beta 2 Koridor 13. Menurut Dedy, antrean disebabkan ketidaksinkronan antara instruksi pemerintah untuk melaksanakan kerja dari rumah dan kebijakan dari setiap perusahaan. Akibatnya, jumlah warga yang harus bekerja masih banyak, sementara kapasitas angkut transportasi umum dibatasi.
”Kalau ke depan instruksi work from home belum dicabut, jumlah bus Transjakarta sebaiknya ditambah untuk mencegah antrean panjang kembali terjadi,” kata Dedy.