Belajar Menangkal Virus Korona di Angkutan Umum dari Negara Lain
Standar pelayanan minimal angkutan umum perlu mengedepankan aspek kesehatan untuk menangkal penyebaran Covid-19. Dalam praktiknya, Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aspek kesehatan dinilai perlu dimasukkan dalam standar pelayanan minimal angkutan umum untuk mencegah penularan virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19. Dengan demikian, tak hanya soal keamanan, kenyamanan, dan keselamatan transportasi, angkutan umum juga mesti memenuhi aspek kesehatan.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, Kamis (19/3/2020), mengatakan, dalam kondisi penyebaran wabah Covid-19, unsur kebersihan harus ditambahkan dalam standar pelayanan minimal (SPM) angkutan umum. Hal ini termasuk menyangkut kebersihan kendaraan, pengemudi, dan awak moda transportasi itu.
Sebenarnya ini dapat diambil dari protokol di area dan transportasi publik. Tinggal nanti dimasukkan dalam SPM angkutan umum, seperti bus, kereta, kapal laut, kapal penyeberangan, dan pesawat.
”Angkutan umum yang berbadan hukum tentu lebih mudah dikendalikan dan diawasi dalam melakukan hal tersebut,” kata Djoko.
Djoko menambahkan, selain menjaga kebersihan agar tetap sehat, hal penting lainnya adalah mengurangi antrean atau desak-desakan penumpang untuk menangkal penyebaran virus korona baru. Pengaturan jarak antarorang (social distancing) sangat diperlukan di setiap moda transportasi.
Hal penting lainnya adalah mengurangi antrean atau desak-desakan penumpang untuk menangkal penyebaran virus korona baru.
Setiap negara memiliki kebijakan berbeda dalam memenuhi pelayanan transportasi umum. Peneliti Laboratorium Transportasi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata, A Yulianti, merinci beberapa praktik layanan transportasi di sejumlah kota besar dunia itu.
Di Washington, Amerika Serikat, otoritas transportasi melakukan disinfektan, termasuk penggunaan kabut elektrostatik untuk menjangkau permukaan yang tidak terakses dari dalam kendaraan seperti saluran udara dan kompartemen. Hal itu dilakukan setiap minggu di seluruh armada, terutama 1.200 kereta dan 1.500 bus.
Di New Jersey, New Jersey (NJ) Transit yang mencakup kereta, bus, kereta ringan, dan angkutan integrasi meningkatkan prosedur pembersihan dan disinfektan. Tindakan ini dilakukan di area pegangan tangan, sandaran lengan, area tempat duduk, dan toilet.
Di Jerman, pemerintah menerapkan aturan kereta jarak jauh harus didisinfektan tiap dua jam sekali. Penumpang bus dilarang naik dari pintu depan untuk melindungi kemungkinan pengemudi terdampak penumpang. Penumpang pun dilarang duduk di belakang pengemudi.
”Sementara di Pulau Luzon, Filipina, seluruh transportasi publik (Metro Manila) menuju dan keluar Pulau Luzon dalam masa lockdown atau dihentikan sementara. Otoritas transportasi di Madrid, Spanyol, mengurangi jumlah gerbong hingga separuhnya karena masyarakat pengguna wajib mengisolasi diri atau bekerja di rumah,” kata Yulianti.
Di Jerman, penumpang bus dilarang naik dari pintu depan untuk melindungi kemungkinan pengemudi terdampak penumpang. Penumpang pun dilarang duduk di belakang pengemudi.
Di China, lanjut Yulianti, pemerintah Wuhan menerapkan kebijakan transportasi umum secara bertahap. Awalnya berupa penghentian layanan penerbangan dari Wuhan ke provinsi lain di China atau luar negeri.
Selanjutnya penghentian layanan kereta dari Wuhan ke kota lain. Diikuti kemudian penghentian layanan bus, kereta bawah tanah, dan feri. Masyarakat dilarang keluar rumah tanpa izin otoritas setempat.
”Di Belanda, penduduk usia lanjut diimbau tetap di rumah dan tidak diperkenankan menggunakan transportasi publik. Hal ini karena mereka dinilai paling rentan Covid-19,” ujarnya.