Berkumpul di Aula Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Camat, Lurah, Pemuka Agama, dan RT/RW Sosialisasi Pembatasan Sosial
Kamis (19/3/2020) Gubernur DKI Jakarta mengadakan pertemuan langsung dengan lima wali kota, satu bupati, 44 camat, dan 267 lurah untuk melakukan percepatan sosialisasi pencegahan penyebaran Covid-19.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Pembatasan kegiatan sosial menjadi bekerja, belajar, dan beribadah di rumah masih menemui berbagai kendala. Selain mengerahkan satuan pemerintahan terkecil, yaitu lurah, untuk mengingatkan warga, para pemuka agama juga digandeng agar bisa mengimbau umatnya untuk menghindari keramaian, termasuk kegiatan di rumah ibadah.
Pada Kamis (19/3/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengadakan pertemuan langsung dengan lima wali kota, satu bupati, 44 camat, dan 267 lurah untuk melakukan percepatan sosialisasi pencegahan penyebaran virus korona jenis baru di Aula Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Turut hadir Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana dan Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Eko Margiyono.
”Penularan di Jakarta cepat sekali. Lihat saja dalam kurun 18 hari jumlah kasus positif korona dari dua melonjak menjadi 160 kasus. Kita perlu sosialisasi yang lebih agresif soal pembatasan sosial (social distancing),” kata Anies.
Camat dan lurah diminta giat berkoordinasi dengan segala unsur pendamping seperti babinkamtibmas dan babinsa. Rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) harus bisa melakukan penyadaran kepada masyarakat di akar rumput supaya mengurangi kegiatan sosial secara signifikan.
Setelah rapat dengan jajaran pemerintah, Anies melakukan jumpa pers dengan para pemuka agama yang mengimbau umat agar menunda melaksanakan kegiatan keagamaan di tempat ibadah. Dalam situasi pandemi, sebaiknya ibadah dilaksanakan di rumah masing-masing.
I Nengah Dharma dari Parisada Hindu Dharma DKI Jakarta mengutarakan komitmen organisasinya melakukan peringatan Nyepi secara terbatas. Di Pura Segara Cilincing yang menjadi tempat upacara Melasti hanya dihadiri 10 orang. Adapun prosesi penyepian dilakukan oleh setiap umat di domisilinya.
Sementara itu, Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Jakarta Pendeta Manuel Raintung mengungkapkan, pihaknya sepakat menangguhkan ibadat hari Minggu untuk dua pekan ke depan.
Khusus untuk shalat berjemaah, Ketua Majelis Ulama Indonesia Jakarta Munahar Muchtar mengatakan, ibadah di masa darurat sesuai dengan Fatwa MUI 14/2020. Ibadah seperti shalat Jumat dan majelis taklim agar ditunda dulu untuk sementara waktu.
Lebih lanjut, Sekretaris Umum MUI Jakarta Zulfa Mustofa menjelaskan, apabila umat tetap ingin beribadah ke masjid dan mushala, diminta kesadarannya mengikuti langkah-langkah keamanan seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, dan merenggangkan shaf.
”Pengurus masjid dan mushala juga bertanggung jawab memastikan tempat ibadahnya disemprot disinfektan dan teliti pada jumlah umat yang beribadah. Apalagi di titik-titik yang dinyatakan rawan penularan virus,” tuturnya.
Susah
Penerapan penjarakan sosial masih menemui banyak kendala, bahkan di kalangan Pemprov serta DPRD DKI Jakarta. Walaupun di gedung DPDR lift sudah ditempel poster tata krama bahwa setiap orang harus menghadap dinding untuk menghindari tatap muka dengan orang lain, masih banyak pegawai yang berdiri berdekatan sambil mengobrol tanpa memakai masker.
Hal serupa juga terjadi pada rapat gubernur dengan wali kota, bupati, camat, dan lurah. Begitu rapat selesai, semua peserta meluber dari auditorium. Tidak ada sistem antre agar setiap orang bisa keluar dengan aman. Setelah itu, mereka berjubel menunggu di depan lift.
Sebelumnya, pengumuman keabsahan dua calon wakil gubernur Ahmad Riza Patria dan Nurmansjah Lubis dilakukan oleh Panitia Pemilihan Wakil Gubernur DPRD DKI Jakarta di ruangan tertutup. Wartawan terpaksa berdiri berdesakan dalam jumpa pers itu.
Jika di kalangan pejabat dan profesional sukar, apalagi di kalangan akar rumput. Warga masih gemar nongkrong di pinggir jalan. Ketika menunggu di halte bus, baru satu atau dua orang yang memilih berdiri beberapa meter dari kerumunan. Mayoritas masih berkumpul berdesakan.
Di sepanjang trotoar Jalan Wahid Hasyim, misalnya, para sopir taksi, bajaj, dan ojek daring kerap berkumpul sambil mengobrol sembari menunggu penumpang. Biasanya mengelingi pedagang makanan. Tidak satu pun mengenakan masker.
”Habisnya masa mau berdiam diri waktu menunggu penumpang. Akhirnya, ya, ngobrol-ngobrol. Dari dulu memang seperti itu budayanya,” kata Hariyono, salah satu sopir taksi.
Perlindungan dia adalah sebotol cairan disinfektan yang diberikan oleh perusahaan taksi tempatnya bekerja. Ia harus menyemprot tangannya ketika masuk taksi dan hendak mengemudi. Setiap kali selesai mengantar penumpang, jok juga disemprot.
Lurah Kebon Manggis Ibnu Fajar mengutarakan tantangan besar ialah menghadapi budaya nongkrong masyarakat. Mulai dari anak-anak hingga orang tua suka sekali mengobrol berkelompok.
Imbauan kepada ketua RT, RW, dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga harus dilakukan setiap hari. ”Orangtua kami minta menemani anak belajar dan bermain di rumah agar tidak perlu keluar,” ujarnya.