Di tengah pembatasan sosial dan anjuran bekerja dari rumah, mereka malah berkecimpung di zona rawan korona. Salah satunya adalah petugas pemulasaraan jenazah dan sopir ambulans.
Oleh
Insan Alfajri
·4 menit baca
Karangan bunga sebagai ungkapan terima kasih kepada petugas di Rumah Sakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta, terus berdatangan. Hingga Kamis (19/3/2020), sudah sepuluh karangan bunga berjejer di rumah sakit rujukan nasional penanganan Covid-19 itu.
"Kalian lah the real hero Covid-19," demikian salah satu ungkapan di karangan bunga yang ditujukan untuk petugas di rumah sakit itu.
Di tengah pembatasan sosial dan anjuran bekerja dari rumah, mereka malah berkecimpung di zona rawan korona. Salah satu yang berada di garis depan adalah petugas pemulasaraan jenazah dan sopir ambulans.
Endang (48), staf di Instalasi Pemulasaraan Jenazah (IPJ) RSPI Sulianti Saroso, misalnya. Ketika telepon berdering dan mengabarkan soal kematian pasien, Endang dan tim langsung menjemput ke tempat pasien dirawat.
Khusus untuk pasien Covid-19, ada jalur khusus yang harus dilalui dari ruang isolasi menuju IPJ. Petugas IPJ juga langsung mengenakan alat pelindung diri (APD). "Tidak bisa lewat sembarangan," kata Endang, yang sudah 10 tahun mengurus jenazah ini.
Membersihkan jenazah tidak bisa seorang diri. Jika berat jenazah itu mencapai 80 kg, butuh tiga orang untuk memangku dan memandikannya. Dengan berbekal APD lengkap, Endang menepis rasa takut. "Apa yang ditakutkan. Namanya tugas, ya, kita harus menjalani," ujar warga Cikampek, Jawa Barat, ini.
Dalam situasi normal, Endang pulang setiap dua minggu sekali ke Cikampek. Tetapi lantaran wabah Covid-19 ini, ia mengaku sudah tiga minggu tidak pulang.
Anak dan istri sudah memaklumi pekerjaannya. Khusus kepada istri, ia berpesan agar tidak menggembar-gemborkan pekerjaannya. "Saya minta istri agar mendoakan saya tetap sehat," kata ayah tiga anak ini.
Hingga Kamis (19/3/2020), terdapat 4 pasien terkait Covid-19 yang meninggal di RSPI Sulianto Saroso, 3 dinyatakan positif dan 1 negatif.
UK (37), salah seorang sopir ambulans, mengantar jenazah pasien positif Covid-19. Waktu itu, status jenazah tersebut belum diketahui positif atau negatif Covid-19. "Sebetulnya ngeri-ngeri sedap, juga. Kan belum ketahuan hasilnya waktu itu. Tetapi memang sudah tugas tetap harus dijalani," katanya.
Dalam catatan Kompas, jenazah yang diantar UK adalah Kasus 36, meninggal pada Kamis (12/3/2020) pagi. Kasus 36 merupakan perawat yang bekerja di salah satu rumah sakit milik pemerintah. Ia dirujuk ke RSPI Sulianti Saroso sudah dalam kondisi parah.
Menurut UK, jenazah tersebut diantar ke Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/3/2020) malam. "Waktu itu hujan lagi," katanya.
Jenazah itu langsung diantar ke pemakaman. Di pemakaman, lanjutnya, sudah ada polisi dan petugas kesehatan setempat yang menanti ambulans. UK pun diserbu berbagai pertanyaan. "Mereka bertanya bagaimana status jenazah. Saya jawab tidak tahu karena memang belum diketahui hasilnya," katanya.
UK baru tiga tahun menjadi sopir ambulans. Sebelumnya, ia bekerja di bagian keamanan di RSPI Sulianti Saroso. Ini tak dapat disebut naik pangkat, karena besaran gaji yang diterima tetap sama.
Tetapi posisi sopir ambulans lebih sesuai dengan minatnya. Dulu, UK lulusan SMK jurusan otomotif. "Paling enggak kan tetap berurusan sama mobil, hahaha," katanya.
Kepala IPJ RSPI Sulianti Saroso dr Siti Fatimah Hanum menjelaskan, pemulasaraan jenazah diperkuat oleh lima staf. Setiap bekerja, mereka menggunakan APD lengkap. Mereka juga mendapatkan vaksinasi hepatitis B .
"Mereka juga harus peduli terhadap diri sendiri, juga terhadap bahan-bahan infeksi dari tubuh jenazah, seperti cairan tubuh, darah , urin, dan lain-lain," katanya dalam wawancara tertulis.
Pemulasaraan jenazah dilakukan sesuai dengan aturan agama dan keyakinan yang dianut masing-masing jenazah. Teknis pemulasaraan tidak ditentukan berdasarkan positif atau negatif Covid-19 jenazah tersebut.
"Jika terjadi kematian terhadap semua pasien terduga Covid-19, pemulasaran jenazah dilakukan dengan metode infeksi khusus," ujarnya.
Pemulasaraan jenazah infeksi khusus dimulai dengan disinfeksi. Kemudian dilakukan dekontaminasi. Jenazah yang sudah menjalani pemulasaraan disarankan untuk tidak dibuka lagi dan langsung dibawa ke pemakaman. "Hal ini penting perlunya edukasi dan komunikasi terhadap pihak keluarga," katanya.
Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, menjelaskan, profesi seperti petugas pemulasaraan jenazah dan sopir ambulans tak kalah penting jika dibanding dokter dan perawat. Tanpa mereka, layanan rumah sakit tidak bisa berjalan maksimal.
"Pemulasaraan jenazah itu profesi mulia. Tidak semua orang bersedia bekerja memandikan mayat. Tetapi mereka tetap istiqamah," katanya.
Ungkapan dari dr Sucahyo Adi Nugroho, dokter umum di RSPI Sulianti Suroso, patut disimak. Alih-alih menolak tugas, dia justru bangga menjadi bagian dari tim penjemput warga negara Indonesia yang bekerja di kapal pesiar Diamond Princess, kapal yang sempat dikarantina di Jepang.
"Pimpinan selalu memberikan pilihan, kita siap atau tidak. Saya menyatakan siap karena tugas merupakan sebuah kebanggan dan kehormatan buat saya," katanya.