Jangankan warga, di kalangan profesional pun menjaga jarak masih susah. Para wartawan di Balai Kota Jakarta setiap kali menunggu jumpa pers Gubernur Anies Baswedan ataupun jajarannya secara otomatis duduk bergerombol.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·2 menit baca
Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak pernah letih mengimbau masyarakat agar menjaga jarak sosial. Panduannya pun jelas. Hindari kerumunan orang, jangan bergerombol sehingga membuat keramaian, dan jika harus keluar rumah pastikan jarak minimal dengan individu di sebelah kita 1 meter.
Berbicara lebih mudah daripada berbuat. Pada praktiknya, genetika manusia Indonesia tampaknya memang dibuat untuk meriung. Lihat saja, mulai di pinggir-pinggir jalan masih jamak ditemukan warga asyik nongkrong. Pandemi wabah virus korona baru dan penyakitnya atau Covid-19 seolah tak terjadi.
Di Jalan Peltu Rahmat Sidup yang terletak di sebelah Jalan Gatot Subroto misalnya. Tampak lima laki-laki asyik mengobrol sambil mengisap rokok. Di tengah kepulan asap mereka duduk melingkar, terkadang saling menepuk paha ataupun pundak.
”Setiap hari mereka juga nongkrong di dekat warung rokok ini,” kata Asep, penjaga kios tempat warga biasa nongkrong. Menurut dia, hal tersebut sudah menjadi tradisi warga. Dia akan kebingungan apabila seandainya nongkrong dilarang oleh pemerintah.
Jangankan warga, di kalangan profesional pun menjaga jarak masih susah. Para wartawan di Balai Kota Jakarta setiap kali menunggu jumpa pers dari Gubernur Anies Baswedan ataupun jajarannya secara otomatis duduk bergerombol.
Ketika staf Pemerintah Provinsi Jakarta meminta agar menjaga jarak, berbagai keluhan muncul. Beberapa di antaranya adalah juru kamera televisi hanya bisa merekam dari depan, juru foto tidak mau dihalangi, wartawan tulis ingin bisa segera bertanya dengan narasumber karena jika duduk agak jauh takut tidak digubris. Memang betul ada hambatan demikian dalam menjalankan profesi sebagai awak media, tetapi tentu bisa diatur sedemikian rupa.
Di Masjid Fatahillah Balai Kota Jakarta kesadaran menjaga jarak sudah tampak diterapkan. Sesuai imbauan Pemprov, kegiatan shalat Jumat ditiadakan, setidaknya selama dua pekan ke depan. Pada hari Jumat (20/3/2020) yang ada hanya shalat Dzuhur.
Renggang
Jemaah terlihat menjaga shaf renggang. Setidaknya ada jarak 30 sentimeter di antara mereka. Ada 50 orang yang melaksanakan shalat Dzuhur. Di luar masjid, tampak orang-orang menunggu.
Mereka berdiri agak berjauhan dari satu sama lain. Rupanya mereka menunggu jemaah di dalam selesai shalat. Baru setelah itu rombongan kedua masuk.
Marbot Masjid Fatahillah, Syukron Ma’mun, mengungkapkan, sejak Senin, 16 Maret 2020, jumlah jemaah yang shalat di masjid menurun drastis. Di hari biasa masjid penuh sampai ke lantai dua.
Sekarang mereka shalat bergiliran dengan membawa sajadah masing-masing. ”Semua karpet sudah digulung. Setiap pagi, siang, dan sore masjid disemprot disinfektan,” katanya.