DKI Didorong Ambil Langkah Tegas Agar Semua Perusahaan Patuhi Pembatasan
Pemprov DKI Jakarta dinilai kurang tegas karena ditengarai masih banyak kantor atau perusahaan yang belum mematuhi pembatasan. DKI didorong langsung mengumumkan skenario penanganan supaya semua pihak patuh.
JAKARTA, KOMPAS - Mulai Senin (23/03/2020) kegiatan warga Ibu Kota mulai terbatas dengan adanya sejumlah pembatasan demi menekan persebaran virus korona. Namun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai kurang tegas karena ditengarai masih banyak kantor atau perusahaan yang belum mematuhi pembatasan. Seharusnya Pemprov DKI juga langsung mengumumkan skenario penanganan supaya semua pihak patuh.
Yayat Supriatna, pengamat perkotaan yang dihubungi, Minggu (22/03/2020) menjelaskan, demi meminimalkan persebaran virus korona, sudah ada seruan gubernur dan surat edaran dari dinas terkait kepada perusahaan atau institusi untuk mulai membatasi kegiatan mulai Senin ini. Mereka dianjurkan bekerja dari rumah.
Kemudian kebijakan diikuti dengan kebijakan pembatasan jam operasi dan layanan angkutan umum di Jakarta. "Sebetulnya kebijakan ini sudah bersinergi," jelasnya.
Untuk perusahaan atau kantor yang belum juga menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan berupa bekerja dari rumah atau work from home, Yayat berpendapat, sebaiknya kantor atau perusahaan segera membangun sistem untuk mengurangi kegiatan. Di antaranya berbentuk pengaturan jadwal atau shift kerja, atau meminta karyawan bekerja dari rumah.
"Karena sebetulnya membiarkan karyawan berangkat tanpa perlindungan itu berbahaya. Jadi harus ada skenario dari pihak perusahaan supaya karyawan-karyawan itu terlindungi," ujarnya.
Andri Yansyah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta menjelaskan, dalam catatan dinas hingga Minggu (22/03/2020) sudah ada 1.262 perusahaan dengan total 454.289 orang tenaga kerja yang telah melaporkan untuk melakukan penghentian sementara kegiatan perkantoran.
Andri menjelaskan, jumlah perusahaan yang melapor itu jauh lebih banyak dibandingkan awal pekan lalu yang sekitar 220 perusahaan. Meski begitu, untuk perusahaan atau kantor yang belum membuat kebijakan bekerja dari rumah, Disnakertrans DKI Jakarta belum bisa memberikan sanksi.
"Ini sifatnya imbauan atau panggilan moral untuk sama-sama mencegah merebaknya virus korona," jelas Andri.
Baca juga: Ujian Kebersamaan dan Kewarasan
Ia berharap dengan terus menerus melakukan sosialisasi, baik lewat media sosial atau pun pemberitaan, perusahaan yang akan membatasi kegiatan perkantoran akan lebih banyak.
Apalagi, di Jakarta, pembatasan kegiatan itu dilengkapi dengan kebijakan pembatasan jam operasi dan layanan angkutan umum. "Ini harus menjadi perhatian. Karena skenario pembatasan layanan transportasi adalah bagian dari upaya pengendalian mobilitas. Pengendalian ini adalah semacam pressure juga, bahwa warga atau masyarakat pun diharapkan bisa saling memahami. Karena ini persoalannya bukan kepada untung atau rugi perusahaan, tetapi kepada keselamatan orangnya," jelas Yayat.
Untuk kebijakan pembatasan layanan transportasi umum ini, Yayat kembali menilai, Pemprov DKI sudah mengoreksi dari kebijakan pekan lalu. Yaitu dimana pembatasan diumumkan mepet dengan hari kerja sehingga karyawan tidak sempat membuat rencana perjalanan. Untuk pembatasan layanan yang dbuat, Jumat (20/03/2020) ia nilai sudah memberi informasi kepada masyarakat sehingga bisa membuat rencana perjalanan.
Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjelaskan, setelah pengumuman penerapan pembatasan layanan angkutan umum, Dinas Perhubungan bersama operator angkutan yaitu MRT Jakarta, LRTJakarta, dan Transportasi Jakarta sudah langsung membuat sosialisasi.
Baca juga: Kota, Korona, dan Covid-19
Sosialisasi lewat media sosial ataupun pemberitaan kepada masyarakat itu, lanjut Syafrin, adalah mulai Senin (23/03/2020) ini, hingga Minggu (05/04/2020) atau untuk dua minggu kedepan, pada sektor transportasi akan dilaksanakan pembatasan layanan.
Pembatasan waktu layanan MRT, LRT dan Transjakarta, yaitu angkutan umum mulai beroperasi pukul 06.00 sampai dengan 20.00. "Kami membatasi jumlah penumpang setiap gerbong dan bus dengan tetap mempertahankan headway layanan untuk menjaga jarak aman antar penumpang (social distancing) sebagai upaya pengendalian wabah korona," jelas Syafrin.
Transjakarta, seperti yang dijelaskan Yoga Adiwinarto selaku Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Transportasi Jakarta pada Jumat pekan lalu, hanya akan beroperasi pada Koridor BRT.
Baca juga: Jangan Lengah meski Belum Ada Kasus Positif Covid-19
Dalam penjelasan tertulis terbaru Transjakarta, bus Transjakarta hanya akan beroperasi di 13 rute BRT utama dan 15 rute BRT modifikasi (masih di dalam koridor). Sehingga total ada 28 rute yang dilayani. Adapun untuk layanan non BRT (Minitrans, Mikrotrans, Royaltrans dan Perbatasan) dilakukan penghentian layanan.
”Jumlah penumpang di dalam halte dan stasiun akan dibatasi untuk menjaga jarak aman antarpenumpang (social distancing). Antrean penumpang akan ada di luar halte dan stasiun dengan tetap memperhatikan jarak aman antrean,” kata Syafrin.
Adapun untuk jumlah bus yang akan dioperasikan selama pembatasan, lanjut Syafrin, ada 550 bus. Jumlah itu sudah bervariasi, terdiri dari bus gandeng, single, dan maxi.
Sementara untuk layanan MRT Jakarta, William P Sabandar selaku Direktur Utama PT MRT Jakarta melalui keterangan tertulis juga menjelaskan bahwa meski jam layanan berlangsung pada pukul 06.00-20.00, MRT Jakarta berupaya maksimal. Jarak kedatangan antarkereta (headway) diatur setiap 5 menit saat jam sibuk pukul 07.00-09.00 dan 17.00-19.00. Di luar dua waktu sibuk itu, headway diatur setiap 10 menit.
”Sebagai upaya penerapan social distancing, kami membatasi jumlah penumpang 60 orang per kereta, atau 360 orang per rangkaian kereta dari total 16 rangkaian kereta yang dioperasikan,” kata William.
William mengatakan, dengan adanya kebijakan bekerja dari rumah, penumpang MRT Jakarta terus turun. Apabila rata-rata MRT Jakarta mengangkut 100.000 orang per hari, dalam sepekan kemarin angka penumpang itu turun, mulai dari 32.000 orang menjadi 28.000 orang, lalu berkurang menjadi 24.000 orang. Terakhir pada Jumat (20/3/2020) jumlah penumpang sudah 21.000 orang.
LRT Jakarta juga melakukan pembatasan itu. Arnold Kindangen, General Manager Corporate Secretary PT LRT Jakarta, menjelaskan, PT LRT Jakarta juga membatasi waktu layanan operasional. Sebelumnya, LRT Jakarta beroperasi dari pukul 05.30 hingga 23.00. Selanjutnya, mulai 23 Maret hingga 5 April 2020 layanan berubah dimulai dari pukul 06.00 sampai dengan 20.00 dengan headway normal 10 menit.
Selain operator angkutan umum di bawah pengelolaan Pemprov DKI Jakarta, operator angkutan umum di bawah PT KAI, yaitu kereta komuter, juga merespons pembatasan layanan itu.
Baca juga: Tanggap Darurat Covid-19 DKI yang Berdampak Besar pada Kawasan Sekitarnya
Erni Sylviane Purba, VP Corporate Communications PT KCI, menjelaskan, kereta komuter juga akan beroperasi pada pukul 06.00-20.00. ”Penyesuaian waktu operasional itu adalah sebagai bentuk dukungan atas kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang mengajak masyarakat agar bekerja, belajar, dan beribadah di rumah untuk menghambat penyebaran virus korona. Selain itu, kebijakan ini juga merupakan bentuk sinkronisasi dengan berbagai moda transportasi publik lainnya di Jakarta yang mulai Senin, 23 Maret 2020, juga melakukan penyesuaian operasional,” kata Purba.
Dengan adanya pembatasan waktu operasi, PT KCI mengoperasikan 713 perjalanan KRL. Lalu untuk headway pada lintas Bogor/Depok-Jakarta Kota PP, headway pada pagi dan sore hari diatur setiap 10-15 menit. Pada lintas Bogor/Depok/Nambo-Angke/Jatinegara PP, headway pada pagi dan sore hari diatur setiap 10-15 menit.
Untuk lintas lain, yaitu Bekasi-Jakarta Kota PP; Maja/Parungpanjang/Serpong-Tanah Abang PP; Tangerang-Duri PP dan; Tanjungpriok-Jakarta Kota PP, headway pada pagi dan sore hari diatur setiap 15-30 menit sekali. Untuk relasi Rangkasbitung-Tanah Abang dan Cikarang-Jakarta Kota dilayani sesuai jadwal eksisting dengan jam operasional 06.00-20.00.
”Dalam penyesuaian operasional KRL ini, KCI tetap melayani dengan sebagian besar rangkaian kereta formasi 12 (sf 12) ataupun formasi 10 (sf 10) agar tetap dapat mengupayakan social distancing saat menggunakan transportasi publik,” kata Purba.
Yayat menambahkan, selama pembatasan layanan angkutan umum tersebut, sebaiknya Pemprov DKI dan operator terus memberikan informasi yang detail kepada masyarakat.
Lindungi pekerja informal
Hal lain yang, menurut Yayat, harus dikerjakan Pemprov DKI tentu saja memberikan perlindungan kepada masyarakat penyedia jasa transportasi di luar angkutan umum yang disediakan pemerintah. ”Ada ojek daring dan perusahaan taksi. Kepada mereka yang masih beroperasi, pemerintah juga mesti memastikan mereka terlindung,” kata Yayat.
Pemprov, kata Yayat, juga mesti mempertimbangkan betul dengan angka penderita yang terus bertambah. ”Harus ada skenario, skenario terburuk seperti apa, sehingga layanan-layanan publik pun mulai betul-betul dikurangi. Seharusnya gubernur mengatakan begini, saya memerintahkan pelayanan ini akan diberlakukan seminggu ke depan. Kalau angkanya makin meningkat, saya akan mengurangi lagi pelayanan. Sementara gubernur hanya mengatakan dua minggu dan akan dievaluasi,” kata Yayat.
Dengan adanya skenario itu, itu akan menjadi penekan bagi perusahaan atau kantor untuk mempertimbangkan dan berpikir betul mengenai kegiatan perkantoran mereka.
Baca juga: Bekerja di Rumah Tak Seoptimal Bekerja di Kantor
Pekerjaan rumah lain yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah, lanjut Yayat, tentu saja adalah adanya kelas pekerja informal. Ia mencontohkan, untuk pelaku ojek daring, komunitas masyarakat untuk memaksimalkan jasa pengantaran barang menjadi satu solusi.