Guru Besar UI Ingatkan Pemerintah Bertindak Lebih Cepat
Indonesia dalam situasi sulit karena sebaran virus SARS-Cov-2 penyebab pandemi Covid-19 makin meluas. Langkah cepat dan tepat menjadi jalan keluar dari situasi tersebut.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY/ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Episentrum pandemi virus korona jenis baru makin meluas di Indonesia. Tanpa langkah yang agresif dan tepat, ketidaksiapan dan keterbatasan menjadi bom waktu yang siap meledak. Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia meminta pemerintah melakukan beberapa langkah untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Dewan Guru Besar FKUI menyarankan pemerintah agar menutup wilayah atau provinsi terjangkit infeksi Covid-19 selama minimal 14 hari. Hal itu bisa menjadi pilihan. Langkah ini diharapkan dapat memutus rangkaian penularan infeksi dan memudahkan penghitungan kebutuhan sumber daya untuk penanganan di rumah sakit.
Langkah itu dibutuhkan karena Dewan Guru Besar FKUI melihat pembatasan sosial belum konsisten diterapkan. Warga masih memadati transportasi publik, tempat wisata, sebagian perkantoran, tempat makan, taman terbuka, dan pusat-pusat perbelanjaan.
Menurut Dewan Guru Besar, pada 3,5 pekan pertama penutupan wilayah dapat mengurangi 81,3 persen kasus infeksi ekspor. Penurunan ini sangat berguna untuk daerah yang masih belum atau minimal terjangkit untuk melakukan koordinasi sistem kesehatan. Melandaikan kurva dan memperlambat proses penularan Covid-19 merupakan hal yang paling krusial karena sistem kesehatan saat ini belum mampu menerima beban kasus infeksi Covid-19 yang masif.
Dewan Guru Besar meminta pemerintah menghitung biaya dengan cermat untuk menjamin hajat hidup minimal warga miskin selama dua pekan karena kegiatan perekonomian akan lumpuh total. Jakarta, misalnya, melakukan penutupan wilayah dengan penduduk 9,6 juta jiwa. Keperluan untuk makan tiga kali sehari dengan total Rp 25.000 (untuk membeli beras, tahu) menghabiskan Rp 240 miliar, kebutuhan listrik Rp 4.543 menghabiskan Rp 43 miliar, kebutuhan air Rp 735 menghabiskan Rp 7 miliar.
Dewan Guru Besar juga meminta pemerintah memperhatikan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis. Apabila APD tidak tersedia cukup, bisa berdampak buruk bagi tenaga kesehatan ataupun pelayanan kesehatan yang diberikan. Di Inggris, kelangkaan APD membuat dokter mengancam untuk tidak melanjutkan tugasnya. Kekurangan suplai langsung direspons oleh National Health Service United Kingdom dengan menyediakan nomor telepon hotline yang aktif 24 jam sehari untuk pelaporan langkanya APD. Indonesia dapat belajar dari kejadian yang ada di negara lain.
Pelajaran dari negara lain
Di sisi lain, Dewan Guru Besar mendesak diterbitkannya aturan yang lebih tegas agar warga tetap diam di rumah selama periode pembatasan sosial. Pelajaran akibat keterlambatan dan ketidakdisiplinan dalam penerapan pembatasan sosial di Italia dan Iran menyebabkan jumlah sakit dan kematian yang meningkat drastis dalam hitungan hari.
Australia, misalnya, memberlakukan denda individu 1.000 dollar Australia dan perusahaan 5.000 dollar Australia jika melanggar peraturan isolasi mandiri yang dikeluarkan pihak Negara Bagian New South Wales. Pelanggar peraturan juga dapat diberi sanksi penjara maksimal 6 bulan. Untuk menegakkan peraturan tersebut, 70.000 polisi dikerahkan untuk patroli dan pemeriksaan acak di beberapa lokasi.
Di Korea Selatan, pemerintah membedakan fasilitas kesehatan yang melayani Covid-19 dan tidak. Hal ini dilakukan untuk mencegah infeksi di dalam fasilitas kesehatan tersebut. Orang dalam pengawasan dilakukan perawatan di rumah dengan pemantauan ketat terstruktur dengan protokol melalui sistem telekomunikasi tidak langsung.
Jumlah kasus yang diperkirakan semakin meningkat secara eksponensial di banyak daerah di Indonesia akan menjadi beban masif rumah sakit baik rujukan maupun non-rujukan. Daya tampung, fasilitas, dan sumber daya rumah sakit di saat ini tidak sanggup menerima ledakan kasus. Langkah ini perlu dilakukan karena rumah sakit memiliki keterbatasan obat-obatan, APD, ruang isolasi, ruang perawatan intensif, dan mesin ventilator yang tidak memadai.
Data di Jakarta menunjukkan sekitar 42 orang dari 355 positif Covid-19 adalah tenaga kesehatan. Hal ini ironi karena tenaga kesehatan merupakan garda terdepan dalam penanganan infeksi Covid-19.
”Koordinasi yang baik antar-kementerian dan lembaga-lembaga terkait sangat diperlukan agar pelaksanaan di lapangan menjadi lebih terarah dan terlaksana dengan baik. Dalam pengambilan keputusan, seyogianya berbasis bukti (evidence based) dan melibatkan para pakar di bidangnya, termasuk ahli komunikasi masyarakat,” kata Prof Dr dr Siti Setiati, Ketua Dewan Guru Besar FKUI.
Sikap Dewan Guru Besar FKUI sebagai respons situasi terkini terkait dengan penanganan infeksi Covid-19, Kamis, 26 Maret 2020. Surat imbauan diedarkan dengan sepengetahuan Ketua Dewan Guru Besar FKUI Siti Setiati dan ditembuskan kepada Ketua Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
”Ini adalah hasil pemikiran para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atas berbagai permasalahan seputar penanganan infeksi Covid-19 dengan jumlah kasus yang terus meningkat sampai 100 kasus per hari dan angka kematian yang di atas 8 persen,” ucap Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam.
Informasi dari laman resmi pemerintah tentang situasi Covid-19, hingga Kamis (26/3/2020) sore, tercatat 893 kasus positif Covid-19 dengan 780 dalam perawatan, 35 sembuh, dan 78 meninggal. Sebanyak 515 kasus di DKI Jakarta, 78 di Jawa Barat, 67 di Banten, dan 59 di Surabaya.