Terimbas Covid-19, Bus Sepi Penumpang di Terminal Pulo Gebang
Pendapatan sejumlah sopir bus akap di Terminal Bus Terpadu Sentra Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur, turun drastis karena pandemi virus Covid-19. Bahkan ada supir yang malu pulang ke rumah.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi virus Covid-19 berdampak luas hampir di semua sektor, salah satunya terhadap para sopir bus antarkota antarprovinsi atau AKAP. Sudah satu minggu lebih penghasilan mereka merosot karena sepinya penumpang.
Hingga pukul 16.30 WIB, Mamat (47), sopir bus jurusan Jakarta-Wonosobo pulang-pergi (pp), masih menunggu calon penumpang di Terminal Bus Terpadu Sentra Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur. Tak satu pun penumpang naik busnya.
”Hampir seminggu lebih jumlah penumpang terus turun. Mulai dari 25 orang, turun 15 orang, turun 10, turun-turun jadi 1 orang. Sekarang malah sepi belum ada penumpang. Seharusnya jam sekarang sudah berangkat,” kata pria yang sudah menjadi sopir sejak 2001 itu.
Dampak pendemi virus Covid-19 membuat Terminal Bus Pulo Gebang semakin hari semakin sepi. Penghasilan Mamat pun jauh berkurang. Sebelum pandemi Covid-19, ia bisa memperoleh Rp 300.000 hingga Rp 350.000 sekali jalan pulang pergi, sudah termasuk bonus dari perusahaan bus. Namun, saat ini penghasilannya hanya Rp 100.000 hingga Rp 200.000 sekali jalan pulang pergi. Uang akan kian berkurang untuk ongkos makan sepanjang perjalanan.
”Sekarang enggak tentu penghasilannya. Kan, penghasilan kami tergantung jumlah penumpang. Kalau sepi penumpang, ya kantong juga sepi. Ini untuk nabung saja enggak bisa, syukur bisa makan untuk keluarga saja. Untungnya biaya operasional, seperti bahan bakar minyak, ditanggung perusahaan,” kata ayah tiga anak itu.
Solihin (33), sopir bus Jakarta-Purwodadi PP, bernasib sama. Pria ini bahkan malu pulang ke rumah karena penghasilannya yang beberapa hari belakangan turun drastis. Dalam sekali perjalanan pulang pergi ia hanya memperoleh Rp 150.000-Rp 200.000.
”Mau pulang ke rumah malu dan enggak enak sama orangtua. Uang habis buat makan saja,” kata pria asal Pemalang, Jawa Tengah, itu.
Suasana di Terminal Bus Pulo Gebang sekitar pukul 19.00 masih tampak sepi. Tak ada hiruk pikuk keramaian. Sejumlah sopir bus hanya duduk santai sembari menikmati secangkir kopi dingin yang mereka minum sedikit-sedikit. Ada pula sopir yang tertidur pulas di bagasi bus yang kosong.
”Ada atau tidak ada penumpang hingga pukul 20.00, malam ini saya berangkat,” kata Ricky (51), sopir bus AKAP jurusan Jakarta-Surabaya, kepada temannya sesama sopir bus, Tri (50).
Ricky mengatakan, sejak 2002 menjadi sopir bus, baru kali ini penumpang begitu sepi karena dampak pandemi Covid-19. Bahkan, ketika maskapai penerbangan memberikan harga murah dan banyak masyarakat beralih ke pesawat, penumpang bus tak pernah sesepi seperti saat ini.
”Penghasilan saya pulang pergi bisa mencapai Rp 650.000-Rp 700.000. Itu belum termasuk bonus. Sekarang setengah dari itu saja tidak sampai. Paling tinggi dapat Rp 200.000-Rp 250.000. Ini banyak penumpang membatalkan perjalanan, padahal sudah beli tiket,” kata pria asal Bekasi tersebut.
”Saya pikir dengan situasi pandemi Covid-19, orang-orang akan pergi dari Jakarta dan pulang kampung. Tetapi, ini kok sepi ya terminal. Apa mereka bertahan di Jakarta? Atau naik kereta atau motor?” tanya Ricky kepada teman-temannya.
Sementara itu, Kepala Satuan Pelaksana Operasional dan Kemitraan Terminal Terpadu Polu Gebang Afif M mengatakan, pendemi Covid-19 berdampak pada penurunan jumlah penumpang rata-rata 700-900 orang per hari.
”Memang ada penurunan penumpang. Sebelumnya, jumlah penumpang normal Senin-Kamis rata-rata 2.000 hingga 3.000 penumpang per hari. Saat Jumat-Minggu rata-rata 5.000 hingga 6.000 penumpang per hari,” kata Afif, ketika dihubungi.
Fawwaz Abiyyu Bahy (22), pekerja harian di Sekretariat Pengerak Olahraga di Stadiun Velodrome, Rawamanggun, Jakarta Timur, sudah meninggalkan Jakarta sejak seminggu lalu. Ia terpaksa pulang kampung ke Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, karena wabah Covid-19 yang terus meningkat di Jakarta.
”Saya tinggal di Klender, Jakarta Timur, sudah masuk zona merah. Jadi saya putuskan pulang kampung sampai waktu yang belum tahu sampai kapan. Kemarin pakai kereta, sepi penumpangnya. Semoga cepat berlalu,” kata Fawwaz, saat dihubungi.
Rohim Siandi (27) juga memutuskan pulang ke Brebes. Ia pulang bukan karena tertular, melainkan sudah empat hari belum dibayar perusahaan tempatnya bekerja. Sementara ia perlu memenuhi kebutuhan harian.
”Kalau dihitung dapat Rp 3,5 juta sampai Rp 4 juta per bulan. Situasi di perusahaan membuat sejumlah pekerja harian dirumahkan. Belum tahu sampai kapan. Jadi saya pulang saja daripada menghabiskan uang di Jakarta,” kata petugas kebersihan di perusahaan manufaktur makanan cepat saji di Jakarta Timur yang baru bekerja selama 5 bulan itu.