Pandemi Covid-19 telah mengubah rencana berlebaran tahun ini. Sebagian warga Jakarta memilih tetap di rumah ketimbang pulang kampung. Siasat bersilaturahmi jarak jauh pun disiapkan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
Mudik ke kampung halaman menjadi rutinitas sosial tahunan bagi masyarakat Indonesia menjelang Idul Fitri. Namun, pandemi Covid-19 berpotensi menggagalkan hal itu. Warga pun mereplikasi suasana Lebaran di perantauan meski dinilai tak akan sehangat di kampung halaman.
Pemerintah telah menetapkan masa tanggap darurat Covid-19 dari 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020 atau lima hari pasca-Lebaran. Imbauan agar pemudik menunda niat pulang kampung pun sudah berkumandang. Hal itu selaras dengan pembatasan fisik serta sosial untuk menahan laju penularan virus korona.
Belum sampai satu bulan sejak kasus positif Covid-19 disampaikan ke publik, Indonesia sudah mencatatkan 1.285 kasus positif. Sebanyak 64 orang di antaranya sembuh dan 114 orang meninggal. Rencana karantina wilayah pun mengemuka dan peraturan teknisnya sedang disiapkan oleh pemerintah.
Bagi Gusrianda (27), perantau yang bermukim di Pancoran, Jakarta Selatan, Ramadhan dan Lebaran identik dengan kebersamaan, mulai berbuka puasa bersama hingga bersilaturahmi ketika Lebaran tiba. Momentum yang ditunggu umat Islam itu bakal berbeda sama sekali di tengah wabah Covid-19.
”Anggap saja ini tahun terburuk dan ujian Ramadhan kali ini tak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga puasa berinteraksi dengan orang lain,” katanya, Senin (30/3/2020), menyikapi bulan Ramadhan yang tak sampai sebulan lagi.
Mahasiswa magister ilmu komunikasi di salah satu universitas di Jakarta ini tadinya berencana pulang kampung ke Solok, Sumatera Barat. Bahkan, ibunya sudah membelikan tiket. Akan tetapi, ia urungkan niat pulang kampung karena patuh kepada imbauan pemerintah.
Anggap saja ini tahun terburuk dan ujian Ramadhan kali ini tak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga puasa berinteraksi dengan orang lain.
Jika pandemi Covid-19 belum berhasil ditekan hingga Lebaran, Rian sudah siap berlebaran di tempat indekos. Beruntung ia menyewa kamar yang juga ditinggali oleh empunya rumah. Suasananya mirip rumah pribadi, tidak seperti rumah khusus indekos yang setiap orang sibuk dengan diri sendiri.
Si induk semang pun baik orangnya. Jika pemilik rumah membuat makanan, penyewa juga kebagian. Kemarin, Rian mencium aroma makanan dari dapur. Ternyata pemilik rumah sedang membuat donat. ”Bu, ini bikin apa. Kok wangi sekali. Terus ibu kos langsung ngasih, he-he-he,” katanya.
Sementara itu, rasa rindu kepada keluarga cukup disalurkan melalui video call. Jika pergerakan orang di Jakarta masih memungkinkan di saat Lebaran, dia akan bersilaturahmi ke rumah kerabat yang berada di Jabodetabek.
Setali tiga uang, Asih Anggraini (24) juga terancam batal pulang kampung ke Garut, Jawa Barat. Karyawan di salah satu lembaga pelatihan ini sudah menyiapkan sejumlah rencana jika berlebaran di indekos di kawasan Duren Tiga, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
”I buy 1 pieces dress special for Idul FItri and get dressed like you celebrate the Idul FItri normally even you’re not allowed to going anywhere, at least it can boost your mood and feel the Idul Fitri vibes (Saya membeli satu baju khusus Idul Fitri dan memakainya seperti perayaan Idul Fitri normal meskipun kita tidak bisa pergi ke mana pun. Setidaknya ini bisa meningkatkan mood dan gema Idul Fitri),” kata lulusan Sastra Inggris ini.
Dia juga akan memasak ketupat, makanan yang sering ditemui ketika Lebaran. Ketupat itu ia santap bersama ayahnya, yang kini juga bekerja di Jakarta.
Kemudian, agar tetap ”waras” saat terkurung di indekos, dia berencana akan menggambar. Ia akan menggambar apa saja yang akan membuat suasana hati menjadi bagus. ”Menggambar rumah, mungkin,” katanya.
Sementara Anita (33) mengaku sedih karena tidak jadi mudik. Ia sudah membatalkan pembelian tiket untuk keberangkatan kereta api menuju Blitar, Jawa Timur, pada bulan Mei.
Kendati demikian, karyawan di salah satu lembaga pengawasan ini tetap mengikuti anjuran pemerintah demi kebaikan bersama. ”Jika Lebaran nanti belum bisa mudik, kami akan video call dengan orangtua di daerah, meminta maaf atau sungkem. Masak opor ketupat di rumah jika ada bahannya. Berlebaran bareng anak dan suami di rumah saja. Asal listrik, internet, dan bahan pangan tersedia kayaknya masih bisa bertahan,” katanya.
Pandemi Covid-19 menuntut kita meninjau ulang setiap rutinitas yang sudah bertahun-tahun dilakukan. Seberapa pun penting dan berbahagianya kita dengan aktivitas itu, selama berpotensi menciptakan kerumunan, untuk sementara mesti dihentikan.