Pemprov DKI Perkuat Fungsi RT RW, Perketat Jarak Sosial
Pemprov DKI Jakarta perlu memperkuat fungsi RT RW yang ada di satuan masyarakat terkecil untuk membuat masyarakat patuh dan disiplin menerapkan jarak sosial demi mencegah penularan Covid-19.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Merespons imbauan Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan supaya masyarakat tetap menjaga jarak kontak fisik dan jarak sosial, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menggiatkan para pamong di tingkat RT dan RW. Penguatan masyarakat dari tingkat pamong terendah juga bisa dipergunakan untuk mengurangi jumlah pasien yang membeludak di rumah sakit-rumah sakit.
Koesmedi Priharto, Ketua Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan, Selasa (31/3/2020), menjelaskan, untuk penyakit Covid-19 yang penyebabnya adalah virus korona baru ini, yang sangat perlu dilakukan adalah menjaga jarak setidaknya 2 meter antarindividu. Itu sebabnya setiap warga perlu menerapkan jarak tersebut. Apalagi warga di permukiman padat penduduk di Jakarta.
Menurut Koesmedi yang juga Sekretaris Litbangkes Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Pusat, langkah yang mestinya ditempuh Pemprov DKI adalah dengan memperkuat fungsi dan peran RT dan RW. Ketua RT atau RW ada di level terkecil organisasi dalam masyarakat.
”Masyarakat kita (Jakarta) tidak bisa kalau hanya diberi imbauan. Ketua RT atau RW harus turun langsung ke lapangan, mendatangi satu demi satu warga,” ucap Koesmedi.
Mendatangi pun bukan asal mendatangi, melainkan tokoh RT dan RW juga meyakinkan perlunya masyarakat tinggal di rumah, bekerja dan belajar dari rumah, serta menjaga jarak. Selain itu, juga untuk mengumpulkan informasi warga-warga yang terpapar virus, baik yang sudah menjalani tes maupun belum.
Peran tokoh RT RW itu dibarengi dengan peran lurah dan camat serta puskesmas. Puskesmas sebagai layanan kesehatan dasar dengan program ketuk pintu layani dengan hati bisa mendukung supaya masyarakat patuh dan disiplin menerapkan kebijakan itu bersama keluarga dan lingkungan mereka. Dengan cara tersebut, masyarakat sudah bisa dikatakan melakukan lockdown, tetapi lockdown lokal tingkat RT, bukan lockdown yang menutup semua akses kawasan.
Dengan turun langsung ke lapangan, ujar Koesmedi, tokoh RT atau RW bisa tahu apabila ada warga yang terpapar virus korona, apa pun situasinya, baik negatif ataupun positif. Apabila positif atau negatif serta memiliki kegawatdaruratan dan gejala, warga bisa langsung dirujuk ke rumah sakit rujukan atau rumah sakit darurat karena bersama-sama dengan puskesmas. Yaitu supaya mendapatkan penanganan atas gejala atau kegawatdaruratan itu.
Namun, untuk yang positif atau negatif tetapi tidak menunjukkan kegawatdaruratan atau gejala, Koesmedi menerangkan, sebaiknya pasien itu mengisolasi diri di rumah dan menjaga jarak.
”Di sini peran RT RW selanjutnya. Mereka bisa membantu keluarga yang mengisolasi diri dengan menyuplai makanan, memantau kondisi mereka masih bagus atau bagaimana, dan membantu keperluan keluarga itu,” lanjutnya.
Sayangnya, kata mantan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta itu, yang terjadi di masyarakat adalah kepanikan sehingga masyarakat memilih datang ke rumah sakit dan memenuhi rumah sakit.
”Rumah sakit itu sebaiknya diperuntukkan bagi pasien yang memiliki kegawatdaruratan, yang menunjukkan gejala supaya bisa diobati,” ujar Koesmedi mengingatkan.
Rumah sakit itu sebaiknya diperuntukkan bagi pasien yang memiliki kegawatdaruratan, yang menunjukkan gejala supaya bisa diobati.
Secara terpisah, Premi Lasari, Kepala Biro Pemerintahan Pemprov DKI Jakarta, menjelaskan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Forum RT RW di DKI Jakarta, antara lain melalui grup Whatsapp.
Dari koordinasi itu, Premi menjelaskan, ada RT yang melaporkan sudah melakukan beberapa upaya, seperti memasang alat penyemprot dan pembersih tangan di pintu masuk RT serta menempatkan petugas hansip yang ronda malam. Selain itu, dilakukan juga pengaturan akses masuk ke kawasan RT.
”Kami turun ke lapangan juga. RT RW sudah banyak membantu sosialisasi dan menjaga warga,” kata Premi.
Koesmedi menekankan, belum terlambat bagi RT dan RW untuk terus memperkuat fungsi dan peran di lingkungannya, meyakinkan dan mengajak warga untuk patuh dan disiplin menjaga jarak dan tinggal di rumah, serta tidak panik. Apalagi ini dalam keadaan darurat.
Apabila semua warga yang tanpa gejala atau kegawatdaruratan maunya dirawat di rumah sakit, ia yakin dalam dua pekan ke depan dokter dan perawat akan sangat kelelahan.
”Kalau bicara rumah sakit dan fasilitas di Jakarta ini sudah cukup. Kita punya 200-an rumah sakit di Jakarta, baik swasta, pemerintah, maupun rumah sakit vertikal. Kapasitasnya cukup. Hanya karena ada kepanikan, maka jumlahnya menjadi tidak cukup,” tutur Koesmedi tanpa merinci kapasitas rumah sakit.
Sementara dalam laporan terbaru perkembangan kasus Covid-19 di DKI Jakarta, Ketua Tanggap Covid-19 DKI Jakarta Catur Laswanto menjelaskan, sampai dengan Selasa ini jumlah kasus di Jakarta total ada 741 kasus positif. Sebanyak 451 masih dalam perawatan, 157 orang menjalani isolasi diri. Dari 741 orang tersebut, 49 pasien sembuh dan 84 orang meninggal. Adapun yang masih menunggu hasil tes 642 orang.
Untuk pasien dalam pengawasan total ada 1.086 orang, 747 masih dirawat dan 339 orang sudah pulang atau selesai menjalani perawatan.
Untuk orang dalam pemantauan, total sebanyak 2.302 orang, dengan 449 orang masih dalam pemantauan dan 1.803 sudah selesai dipantau. ”Sementara tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 sebanyak 81 orang yang tersebar di 30 rumah sakit,” ucap Catur.