Tokoh Agama dan Masyarakat Dilibatkan dalam Pencegahan Penyebaran Covid-19
Tokoh agama dan tokoh masyarakat dilibatkan dalam pencegahan penyebaran Covid-19 karena Pemerintah Kota Bogor masih mendapat laporan terkait adanya kegiatan keagamaan yang melibatkan massa.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor mulai melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam melaksanakan sosialisasi pencegahan penyebaran Covid-19. Mereka diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada warga terkait adanya potensi penularan Covid-19 dari kegiatan sosial ataupun keagamaan yang melibatkan kerumunan massa.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim saat konferensi video di Crisis Center Covid-19 Kota Bogor, Selasa (31/3/2020) sore, menyampaikan, pihaknya telah mengumpulkan semua camat dan lurah di Kota Bogor untuk mempersiapkan pembentukan rukun warga (RW) siaga korona. Kebijakan ini merupakan arahan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dari hasil rapat terbatas dengan pemerintah pusat.
Dedie menjelaskan, pembentukan RW siaga korona akan berfokus pada pelibatan semua komponen masyarakat agar melaksanakan sosialisasi pencegahan penyebaran Covid-19. Selain camat dan lurah, komponen lain yang dilibatkan adalah pengurus RW, kader PKK, pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), hingga tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Tokoh agama dan tokoh masyarakat dilibatkan dalam pencegahan penyebaran Covid-19 karena Pemerintah Kota Bogor masih mendapat laporan terkait adanya kegiatan keagamaan yang melibatkan massa. Oleh karena itu, mereka perlu mendapatkan pemahaman mengenai potensi penularan Covid-19 lewat kerumunan massa serta menyosialisasikan kepada jemaah atau warganya.
”Hari ini kami telah menandatangani satu kesepakatan bersama para Forkopimda dan MUI mengenai kegiatan peribadatan. Bukan hanya di masjid saja, tetapi juga di gereja, kelenteng, dan pura. Upaya besar pemerintah dalam menanggulangi Covid-19 ini harus diikuti oleh seluruh masyarakat tanpa pengecualian,” ujarnya.
Selain itu, RW siaga korona juga harus bisa memobilisasi masyarakat dalam menangkal warga atau pendatang yang masuk ke daerahnya. Sebab, dalam kondisi saat ini, seseorang yang datang dari daerah lain juga bisa masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) meski tidak memiliki gejala terpapar Covid-19.
Lumpuhnya perekonomian akibat pandemi Covid-19 juga dipandang Dedie akan menimbulkan permasalahan sosial baru. Ia memperkirakan, akan ada masyarakat, seperti pekerja informal, yang masuk dalam kelompok miskin baru (misbar) dan belum tedata oleh Pemkot.
Dedie pun menginstruksikan kepada para lurah dengan dibantu Dinas Sosial Kota Bogor untuk melakukan pemetaan dan pendataan masyarakat kelompok miskin baru. Hasil pendataan tersebut akan dibuat daftar di luar basis data kemiskinan Kota Bogor atau di luar penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
”Ada dua kelompok yang telah masuk ke database kemiskinan Kota Bogor yang jumlahnya sekitar 69.000 orang. Mereka setiap bulan sudah mendapatkan voucer sembako dari pemerintah pusat sebesar Rp 150.000. Mereka akan mendapat tambahan sebesar Rp 50.000 yang anggarannya sebagian dari pemerintah pusat dan sebagian dari APBD Kota Bogor,” paparnya.
Selain itu, para lurah beserta komponen RW siaga korona juga perlu menyiapkan ketersediaan bahan pokok, bahan bakar, dan air minum bagi warga. Namun, bahan pokok yang disediakan harus dengan memperhitungkan atau mengalkulasi seluruh risiko dan solusi terkait jangka waktu penerapan kebijakan pembatasan sosial.
Revisi anggaran
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor Irwan Riyanto menambahkan, saat ini Pemkot Bogor beserta DPRD masih membahas revisi anggaran untuk penanganan Covid-19. Revisi dilakukan karena adanya beban anggaran bantuan untuk kelompok miskin baru yang diambil dari APBD sekitar Rp 11 miliar.
Selain untuk bantuan bagi kelompok miskin baru, anggaran juga akan diprioritaskan untuk penambahan fasilitas ruang isolasi di sejumlah rumah sakit, pengadaan alat pelindung diri, kegiatan sosialisasi, hingga insentif bagi tenaga medis.
Sebelumnya, anggaran penanggulangan Covid-19 di Kota Bogor direncanakan diambil dari anggaran biaya tidak terduga (BTT) APBD Kota Bogor tahun 2020 sebesar Rp 4,5 miliar. Adapun biaya lain diambil dari pergeseran anggaran, seperti konsumsi atau perjalanan dinas. Pergeseran anggaran untuk kebutuhan mendesak ini dapat dilakukan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sementara untuk kebutuhan sarana dan prasarana pendukung karantina wilayah, Selasa ini, Pemkot Bogor juga mendapat hibah 50 water barrier (pembatas jalan) dari PT Jasa Raharja. Bantuan ini diberikan menyusul terbatasnya water barrier milik Dinas Perhubungan Kota Bogor jika nantinya dilakukan karantina wilayah parsial.