Warga beserta lurah berinisiatif melakukan patroli keliling wilayah guna memastikan tidak ada keramaian yang mengakibatkan gerombolan orang.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar/Helena F Nababan/Pandu Pradipta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di permukiman padat, penerapan pembatasan sosial menemukan tantangan terbesarnya. Mulai dari tempat tinggal kecil dan saling berdempetan antarrumah, gang-gang sempit, hingga aktivitas warga yang sibuk nyaris sepanjang hari. Pembatasan minimal 2 meter antarorang terasa terlalu mewah untuk bisa diterapkan.
Hal ini menerbitkan inisiatif sebagian warga beserta pamong kampung, seperti lurah, untuk turun tangan langsung.
”Sudah hampir tiga minggu ini kami berpatroli setiap hari,” kata Parsiyo, Lurah Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, kala dihubungi, Selasa (31/3/2020). Ia memimpin patroli pada pagi dan sore bersama babinsa dan aparatur pemerintahan kelurahan lain.
Kelurahan Pegangsaan terdiri atas 8 rukun warga (RW) dan 104 rukun tetangga (RT). Ada RW yang hanya terdiri dari perumahan kelas menengah, tetapi juga ada yang terdiri dari perkampungan padat urban. Satu rumah bisa ditempati dua hingga tiga keluarga.
Menurut Parsiyo, warga memang sempat mengeluhkan ketidaknyamanan harus berada di rumah terus. Ia dan jajarannya lantas berpatroli menggunakan pengeras suara. Tidak hanya untuk menegur mereka yang membandel dan keras kepala tetap nongkrong, tetapi juga sambil memberikan informasi cara karantina mandiri.
Apabila petugas kelurahan tidak ada, ketua RT dan RW wajib mengawasi warga yang membeli di warung bahan pokok agar tertib mengantre dengan jarak minimal 1 meter.
Ketua RT dan RW bertugas memastikan persediaan makanan untuk warga lanjut usia (lansia) tercukupi. Selain itu, ada pengawasan dan penindakan cepat bagi mereka yang menunjukkan gejala batuk, pilek, dan demam.
”Ada seorang warga dari RW 006 dinyatakan positif mengidap virus korona dari pemeriksaan dokter. Sekarang, ia isolasi mandiri di rumahnya. Tiga anggota keluarganya diperiksa, hasilnya negatif,” kata Parsiyo.
Ia menjelaskan kondisi pasien positif itu cukup bugar sehingga tidak perlu diopname di rumah sakit. Setiap hari, petugas dari puskesmas kelurahan datang memeriksa pasien dan keluarga. Petugas mengenakan alat pelindung diri.
”Keluarga itu diberi makanan oleh Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat. Makanan siap saji diantarkan dua kali sehari selama karantina,” katanya.
Upaya serupa seperti di Pegangsaan juga ditemukan di Kelurahan Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur. Di sini, warga melakukan penyemprotan disinfektan rumah masing-masing.
Anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan Kebon Manggis, Rudi Hartono, mengatakan, warga membentuk tim patroli harian. Mereka berkeliling pada pagi, siang, dan sore untuk memastikan tidak ada keramaian. Para penjual kebutuhan pokok dan sayur diminta memakai masker serta sarung tangan ketika melayani pembeli. Warga wajib mencuci tangan sebelum masuk rumah di wastafel yang disediakan.
”Di beberapa RT ada inisiatif warga berbagi rezeki dengan penghuni kontrakan yang tidak bisa mencari nafkah,” ujarnya.
Masih dibahas
Dalam jumpa pers di Balai Kota, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan masih membahas skema pemberian santunan kepada warga yang nafkahnya terganggu selama tidak boleh keluar rumah. Permasalahan ini turut dirembuk pada taraf nasional.
Koesmedi Priharto, Ketua Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan (IRSJAM), mengatakan, memperkuat fungsi serta peran RT dan RW bisa menjadi jawaban karena keduanya ada di level terkecil organisasi masyarakat.
Secara terpisah, Premi Lasari, Kepala Biro Pemerintahan Pemprov DKI Jakarta, menjelaskan, pihaknya sudah selalu berkoordinasi dengan Forum RT-RW di DKI Jakarta, di antaranya melalui Whatsapp Group. Dari koordinasi itu, Premi menjelaskan, ada RT yang melaporkan sudah melakukan beberapa upaya, seperti memasang alat penyemprot dan pembersih tangan di pintu masuk RT dan menempatkan petugas hansip yang ronda malam. Selain itu juga pengaturan akses masuk ke kawasan RT.
Ketua Tanggap Covid-19 DKI Jakarta Catur Laswanto menjelaskan, sampai Selasa ini di Ibu Kota total ada 741 kasus positif. Sebanyak 49 pasien sembuh dan 84 orang meninggal. Yang masih menunggu hasil tes 642 orang.
Libatkan tokoh agama
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, saat konferensi video di Crisis Center Covid-19 Kota Bogor, kemarin sore, menyampaikan, pihaknya mengumpulkan semua camat dan lurah di Kota Bogor untuk mempersiapkan pembentukan Rukun Warga (RW) Siaga Corona. Kebijakan ini sesuai dengan arahan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan pemerintah pusat.
Dedie menjelaskan, pembentukan RW Siaga Corona akan berfokus pada pelibatan semua komponen masyarakat agar melaksanakan sosialisasi pencegahan penyebaran Covid-19. Selain camat dan lurah, komponen lain yang dilibatkan yakni pengurus RW, kader PKK, pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, serta tokoh agama dan masyarakat.
Tokoh agama dan tokoh masyarakat dilibatkan karena Pemerintah Kota Bogor masih mendapat laporan ada kegiatan keagamaan yang melibatkan massa. Mereka perlu mendapatkan pemahaman mengenai potensi penularan Covid-19 lewat kerumunan massa dan menyosialisasikan kepada jemaah atau warganya.