Daerah Kebingungan Terapkan Instruksi, Pemerintah Pusat Diminta Tegas
Pemda dinilai kebingungan menerjemahkan instruksi pemerintah pusat dalam menanggulangi Covid-19. Sejumlah kebijakan di daerah kemudian akhirnya diralat atau direvisi kembali.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pemimpin-pemimpin di daerah dinilai kebingungan menerjemahkan instruksi pemerintah dalam upaya membendung persebaran Covid-19. Kondisi itu berimbas pada ketidaksinkronan langkah yang diambil pemimpin daerah dengan kebijakan pemerintah pusat.
Kebingungan pemimpin lokal atau daerah terlihat dari sejumlah kebijakan yang dikeluarkan lalu diralat atau direvisi tidak lama kemudian. Terbaru, Lurah Kelurahan Jurang Mangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Kamaludin, Minggu (5/4/2020), mengklarifikasi adanya lockdown atau karantina lokal di wilayahnya.
Sebelumnya dalam surat bernomor 005/24-Kel.Jrt/IV/2020 tentang imbauan terkait wabah Covid-19 tertanggal 3 April 2020 disebutkan Kelurahan Jurang Mangu Timur menutup jalan akses keluar masuk wilayah kelurahan selama 26 hari sejak 4 Maret 2020 hingga 29 April 2020. Surat tersebut mendasarkan pada Keputusan Gubernur Banten Nomor 443/Kep.114-Huk/2020 tentang Penetapan Kejadian Luar Biasa Corona (Covid-19).
Dikonfirmasi terpisah, Kamaludin mengklarifikasi, menutup akses jalan yang dimaksud adalah membatasi pergerakan warga Jurang Mangu Timur. Caranya dengan menutup portal masuk wilayah perumahan di Jurang Mangu Timur lebih awal. Wilayah perumahan yang biasanya dibuka sejak pukul 05.00 hingga 23.00 kemudian diimbau untuk ditutup lebih cepat menjadi pukul 21.00.
”Tidak ada lockdown lokal. Jadi itu surat imbauan saja supaya Covid-19 ini tidak menyebar, artinya memutus mata rantai. Kami membikin imbauan untuk RT/RW bukan untuk lockdown, tetapi untuk membatasi keluar masuknya warga yang ada di perumahan,” tutur Kamaludin.
Surat imbauan itu dia buat karena masih banyak warga Jurang Mangu Timur yang tidak mengindahkan instruksi gubernur dan wali kota untuk tidak melakukan aktivitas yang mengakibatkan kerumunan. Terlebih data Pemkot Tangsel hingga Sabtu (4/4/2020) menunjukkan, Kecamatan Pondok Aren berada di urutan pertama jumlah kasus positif Covid-19 dengan total 27 orang, 5 orang di antaranya meninggal. Sementara jumlah korban meninggal Covid-19 di wilayah Tangsel secara keseluruhan mencapai 23 orang.
Kamaludin mengatakan akan merevisi surat imbauan itu agar tidak ada salah tafsir bagi warga luar yang akan masuk wilayah Jurang Mangu Timur. ”Karena penekanannya pada akses jalan masuk perumahan. Tidak ada penutupan di jalan-jalan utama seperti Jalan Ceger Raya dan Jalan Cipadu Raya,” katanya.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany yang dimintai tanggapan terkait hal itu mengatakan akan mengecek terlebih dulu surat tersebut. Namun, sebelumnya, Airin menyatakan belum mengambil keputusan untuk memberlakukan lockdown atau karantina wilayah dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19.
Airin mengatakan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat, termasuk langkah Pemprov Banten maupun Pemprov DKI Jakarta terkait karantina wilayah. Untuk sementara ini, Airin masih fokus pada penanganan pasien Covid-19 di Tangsel. Selain itu, ia mengoptimalkan imbauan kepada masyarakat agar menerapkan pembatasan sosial (social distancing) dan bekerja dari rumah.
”Kami masih fokus pada penanganan di wilayah. Kalau keputusan karantina wilayah masih menunggu keputusan pemerintah pusat sebab perlu pertimbangan yang mendalam,” ujar Airin.
Tegal
Hal serupa sebelumnya terjadi di Kota Tegal. Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono menerapkan lockdown lokal pada 30 Maret 2020. Beberapa ruas jalan di Kota Tegal, seperti Jalan Teuku Umar, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Perintis Kemerdakaan, ditutup.
Kebijakan lockdown lokal itu hanya bertahan selama tiga hari. Pada 2 April 2020, Pemerintah Kota Tegal membuka kembali ruas jalan yang ditutup setelah kebijakan lockdown lokal itu disorot pemerintah pusat.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, dalam ilmu administrasi negara, apa yang dilakukan Lurah Jurang Mangu dan Wali Kota Tegal adalah bentuk pembangkangan. Hal itu karena langkah yang dilakukan kedua pemimpin lokal tersebut tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Akan tetapi, Agus menggarisbawahi, mereka melakukan itu karena kebingungan dalam menerjemahkan instruksi pemerintah pusat. Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia belum melandai dan gelombang mudik sudah terasa karena banyak warga di Jabodetabek kehilangan pekerjaan.
”Pemerintah daerah khawatir, mereka harus melindungi warganya. Mereka hanya tahu karantina wilayah dan pemerintah pusat meminta pembatasan sosial berskala besar. Akhirnya, mereka kebingungan,” kata Agus.
Oleh sebab itu, Agus meminta pemerintah pusat bisa mengambil langkah tegas untuk membatasi penyebaran Covid-19. Ia menilai pemerintah pusat tidak cukup hanya mengambil langkah yang isinya mengimbau masyarakat untuk tidak mudik atau melakukan pembatasan sosial.