Dirumahkan dengan gaji minim atau bahkan tanpa upah sama sekali bukanlah akhir dunia. Sebagian pekerja yang mengalaminya berusaha kreatif mencari penghasilan sampingan dengan usaha dari rumah.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara dan Aguido Adri
·4 menit baca
Virus korona baru tidak hanya membuka pintu krisis kesehatan, tetapi juga krisis ekonomi. Tidak sedikit karyawan yang dirumahkan dengan pengurangan gaji atau bahkan tanpa gaji sama sekali. Namun, memanfaatkan kemampuan beradaptasi karunia dari Yang Kuasa, ada yang mencoba bangkit dari rumah.
Endang Umaya Sari (40) sempat terpuruk menerima kenyataan pada Maret lalu. Karyawati sebuah restoran di Jakarta Pusat ini jadi salah satu pekerja yang dirumahkan karena pemilik kesulitan keuangan dengan ditutupnya mal lokasi restoran itu gara-gara Covid-19. Ia mesti bertahan dengan penghasilan yang berkurang drastis hingga 20 April karena pengelola restoran menjanjikan tempat makan beroperasi lagi pada 21 April.
Terbayang tumpukan kebutuhan hidupnya, putra satu-satunya yang sebentar lagi masuk kuliah, ibu, serta bibinya yang selama ini bergantung pada gajinya seorang.
”Namun, bagaimanapun kehidupan tetap berjalan. Kebutuhan makan tidak bisa distop juga, kan,” tutur Endang. Strategi pertamanya, menghemat gaji bulan Maret yang masih dibayar penuh agar bisa untuk membiayai kebutuhan sebulan lebih panjang dibandingkan biasanya. Plus, akan ada sebagian gaji April yang dibayarkan bagi karyawan yang dirumahkan, meski hanya 20 persen gaji pokok.
Strategi berikutnya, mencari sumber pemasukan lain agar Endang bisa bernapas jauh lebih panjang menghadapi berbagai kemungkinan di situasi sekarang. ”Apa saja yang menghasilkan dan halal,” kata orangtua tunggal ini.
Endang pun mencari informasi pekerjaan sampingan yang cukup mengandalkan gawai dan tidak perlu keluar rumah. Usaha secara daring pun mulai digelutinya. Ia mencoba untuk berjualan makanan beku, tetapi persaingan begitu ketat mengingat makin banyak yang masuk usaha itu karena adanya anjuran dari pemerintah untuk tetap di rumah saja agar tidak tertular Covid-19.
Harapan menyala kembali dengan ajakan dari kawannya untuk menjajal usaha penjualan durian Palu. Cara kerjanya sesuai dengan yang diharapkannya: cukup dari rumah dan cukup mengandalkan gawai. Dari rumahnya di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, ia menerima pesanan dari konsumen di Jakarta dan sekitarnya. Ojek daring jadi andalan untuk menyampaikan pesanan.
Cara kerjanya sesuai dengan yang diharapkannya: cukup dari rumah dan cukup mengandalkan gawai.
Endang menjual durian seharga Rp 80.000 per kemasan. Dari temannya, ia mendapatkan harga per kemasan yang lebih murah. Dari sanalah ia bisa mendapatkan keuntungan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Pamor durian asli Sulawesi Tengah itu makin menanjak dan Endang optimistis usaha tersebut bisa jadi tumpuan yang baru. Namun, virus korona seakan belum mau menyerah untuk menjatuhkan mental Endang. Distribusi durian dari Kota Palu tersendat juga gara-gara penyebaran Covid-19.
”Saya menerima kabar tersebut dari teman saya, kalau tidak salah Senin (6/4/2020) lalu. Tidak enak juga membatalkan, padahal pemesan udah minat banget,” kata Endang.
Pemasukan dari usaha sampingan belum juga menyamai setengah penghasilannya dari pekerjaan di restoran. Namun, adanya harapan yang datang di kala kesulitan mendera seperti sudah dialaminya membuat Endang optimistis akan ada saluran rezeki lain yang terbuka baginya.
Kelas musik daring
Mirip seperti Endang, Antonnius Keristian (25), barista yang bekerja di salah satu kedai kopi di Cibubur, Jakarta Timur, merasakan betul dampak pandemi Covid-19. Aturan tidak mengizinkan pelanggan minum di tempat membuat kedai kopi tempatnya bekerja sepi dan pemasukan harian pun turun drastis.
Sepinya pelanggan tentu membuat penghasilan pria yang akrab disapa Anton tersebut juga berimbas. Semakin hari uang yang masuk ke koceknya semakin sedikit. Sejak merebaknya Covid-19, sekitar satu bulan yang lalu berpikir untuk mencari penghasilan di luar pekerjaannya sebagai barista.
Dalam pencarian ide, Anton melihat beberapa temannya yang juga terdampak secara finansial karena Covid-19. Dari situ Anton mulai berpikir memanfaatkan teknologi informasi untuk membuat kelas musik daring.
Anton pun mengajak temannya yang mahir bermain alat musik untuk menggagaskan kelas musik daring khusus anak-anak. Beberapa dari teman Anton hampir rata-rata merupakan guru musik yang tak lagi bisa mengajar karena dirumahkan.
Anton pun mengajak temannya yang mahir bermain alat musik untuk menggagaskan kelas musik daring khusus anak-anak.
”Kelas musik online sudah berlangsung sekitar tiga minggu. Ada kelas piano, gitar, dan drum. Muridnya ada 15 anak dan 5 guru musik,” kata Anton saat dihubungi, Rabu (8/4/2020).
Dalam kelas musik online, durasi belajar selama satu jam setiap Senin-Jumat. Tarif satu anak dalam sebulan program sekitar Rp 600.000.
”Ternyata program ini cukup membantu menghasilkan uang, terutama untuk teman-teman yang sejak ada Covid-19 tak bisa kerja dan tak ada penghasilan sama sekali. Dampak Covid-19 membuat kita untuk tetap kreatif sekaligus membantu menghasilkan uang meski jika dihitung tidak banyak. Namun, patut disyukuri di saat kondisi serba sulit seperti ini,” kata Anton.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI hingga 4 April, terdapat 162.416 pekerja atau buruh di Jakarta yang terkena pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan, tetapi tidak menerimah upah. Rinciannya, 132.279 pekerja dari 14.697 perusahaan dirumahkan dan 30.137 pekerja dari 3.348 perusahaan di-PHK.
Semoga semangat kreatif Endang dan Anton menular pada ratusan ribu pekerja Ibu Kota lain yang terimbas pandemi.