Pengemudi ojek bergantung pada adanya penumpang untuk mendapatkan nafkah. Larangan berboncengan di sepeda motor diyakini bakal mengurangi pendapatan mereka.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pengemudi ojek, baik daring maupun luring, merisaukan rencana pelarangan satu motor dikendarai lebih dari satu orang atau berboncengan selama pembatasan sosial berskala besar di DKI Jakarta mulai Jumat (10/4/2020) ini. Setelah pendapatan mereka menurun karena imbauan menjaga jarak fisik demi menekan penyebaran Covid-19, larangan semacam itu berpotensi makin menjatuhkan nafkah mereka.
Seorang pengemudi ojek daring di Jalan Palmerah Utara, Jakarta Barat, Budi (42), termasuk salah satu yang risau. Dalam hampir sebulan ini saja, penghasilan hariannya sudah menurun lebih dari 50 persen dibandingkan sebelum adanya imbauan jaga jarak fisik.
”Hari ini (Kamis, 9/4/2020) saja baru dapat satu orderan (pesanan),” ucap Budi, Kamis sore menjelang pukul 15.00. Padahal, ia sudah turun ke jalan dari rumahnya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, sejak pukul 06.00 untuk berburu pesanan, dan berencana pulang pukul 18.00.
Biasanya, sebelum pemerintah mengimbau warga untuk sebisa mungkin tetap di rumah, Budi bisa mendapatkan 15-20 pesanan dengan lebih kurang 50 persen pesanan mengantarkan penumpang dan 50 persen lainnya mengantar barang atau makanan. Dalam sehari, rata-rata Budi membawa pulang Rp 200.000. Hampir sebulan ini, pendapatan hariannya sangat jarang mencapai Rp 100.000.
Ia yakin penghasilannya akan lebih jatuh dengan larangan memboncengkan penumpang meski ia masih bisa mengandalkan jasa antar barang dan makanan. ”Sebelum pemberlakuan PSBB saja sudah menurun, apalagi besok, kan,” ujarnya.
Pengemudi ojek luring atau biasa dikenal ojek pangkalan, Dadang (59), menilai, larangan berboncengan bakal berdampak lebih besar kepada ia dan kawan-kawannya dibandingkan terhadap pengemudi ojek daring.
”Kalau ojol (ojek online atau daring) masih bisa antar barang, antar makanan. Kalau kami, kan, hanya dari penumpang,” tuturnya saat di pangkalan ojek depan Kepolisian Sektor Palmerah, Jakarta Barat.
Dadang juga sudah merasakan penurunan pendapatan sejak jaga jarak fisik dikampanyekan. Jika biasanya ia bisa membawa pulang rata-rata Rp 100.000 per hari, dua pekan terakhir ia bahkan kesulitan untuk mengumpulkan Rp 20.000 per hari.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, terkait aturan ojek daring yang dimuat dalam Permenkes dan ditegaskan tidak boleh membawa penumpang dan hanya boleh membawa barang, Anies menyatakan masih mengoordinasikan hal itu dengan pemerintah pusat.
”Kami sedang koordinasi dengan pusat terkait pemberian izin pada ojek daring untuk bisa beroperasi. Kami sedang mendiskusikan itu, mudah-mudahan ada kabar karena dalam ketentuan ojek tidak diizinkan untuk mengangkut orang,” katanya (Kompas.id, 9/4/2020).
Dadang mempersilakan jika nantinya hanya ojek daring yang boleh mengangkut penumpang selama PSBB. Ia kembali mengingatkan, yang sepenuhnya bergantung pada pengangkutan penumpang adalah pengemudi ojek pangkalan, sedangkan pengojek daring masih punya sumber pemasukan dari jasa antar barang.
Dadang meminta Pemerintah Provinsi DKI menjamin pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya seandainya ia tidak boleh mengantar penumpang. Selain menanggung hidup istrinya, ia juga masih harus membiayai hidup tiga dari lima anaknya, dan ojek merupakan satu-satunya sumber nafkahnya.