Otoritas informal lokal, seperti warga yang dituakan dan tokoh agama, merupakan aktor penting untuk mengoptimalkan kesadaran masyarakat agar mematuhi aturan dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
Penerapan pembatasan sosial berskala besar tidak hanya mengandalkan pendekatan formal dan teknis. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya di komunitas urban, seperti di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, pendekatan lunak yang melibatkan otoritas informal lokal sangat penting.
”Sistem mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bisa saja sudah disusun dengan saksama oleh pemerintah. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa persepsi pemerintah umumnya sangat hitam putih karena berlandaskan data kaku. Kehidupan sehari-hari sejatinya terlalu cair dan kompleks untuk diatur hanya mengandalkan sistem,” tutur antropolog sosial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Fadjar Thufail, ketika dikontak di Tangerang Selatan, Kamis (9/4/2020).
Sebelumnya, Selasa (7/4/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan Jakarta resmi memberlakukan pembatasan sosial berskala besar per Jumat (10/4/2020). Status diberlakukan selama 14 hari ke depan dengan potensi perpanjangan jika dibutuhkan. Langkah PSBB digunakan guna mengurangi penyebaran penyakit akibat virus korona baru atau Covid-19 secara ekstrem.
Anies mengatakan, Pemerintah Provinsi Jakarta bersama kepolisian dan TNI akan melakukan patroli rutin untuk membubarkan keramaian. Mereka juga akan melakukan penindakan di lapangan jika diperlukan untuk memberi efek jera. Selain itu, akan ada pemberian bantuan sosial kepada 3,7 juta warga miskin dan rentan miskin di Jakarta bekerja sama dengan Kementerian Sosial.
Pada hari Rabu (8/4/2020), Anies melakukan rapat jarak jauh dengan Pemerintah Provinsi Banten dan Jawa Barat beserta para wali kota dan bupati Bodetabek. Intinya ialah menjadikan sistem PSBB Jakarta sebagai rujukan yang bisa disadur oleh setiap wilayah sesuai kebutuhan masing-masing.
”Sistem yang baik tidak bisa bekerja maksimal jika para aktor terlibat tidak cakap. Situasi di Indonesia secara umum masih sangat bergantung pada kesadaran dan kompetensi individu kepala daerah. Oleh sebab itu, harus ada semacam jaring pengaman yang melibatkan tak hanya otoritas formal, tetapi juga otoritas informal lokal yang bisa bertindak sebagai pengawas pemerintah melaksanakan sistem secara ideal,” papar Fadjar.
Situasi di Indonesia secara umum masih sangat bergantung pada kesadaran dan kompetensi individu kepala daerah. Oleh sebab itu, harus ada semacam jaring pengaman yang melibatkan tak hanya otoritas formal, tetapi juga otoritas informal lokal yang bisa bertindak sebagai pengawas pemerintah.
Otoritas informal mencakup rukun warga (RW), rukun tetangga (RT), tokoh agama, tokoh masyarakat, bahkan preman. Mereka sejatinya adalah orang-orang yang memiliki pengaruh di masyarakat dan bisa menggerakkan massa. Apabila mereka tidak dilibatkan dalam pelaksanaan PSBB, ketertiban menjaga jarak sosial dan fisik tidak bisa tercapai.
Fadjar menerangkan, otoritas formal dan informal ini bisa saling mengingatkan pentingnya melakukan PSBB jika ada salah satu pihak yang belum mengerti atau memiliki kesulitan menerapkan. Keterlibatan otoritas informal juga amat membantu mengadaptasi sistem PSBB sesuai karakteristik setiap wilayah hingga satuan terkecil seperti RT.
Pastikan warung warga tetap buka
Selain menerapkan PSBB, Fadjar mengingatkan agar pemerintah memastikan bahwa warung dan toko kelontong milik warga yang menjual kebutuhan sehati-hari tetap buka. Warung merupakan pilihan berbelanja paling dekat dengan domisili bagi warga akar rumput dan kelas menengah.
Ia menjelaskan, kebijakan Pemprov Jakarta dan Kementerian Sosial menanggung 3,7 warga miskin dan rentan miskin mengacu kepada kategorisasi kesejahteraan kuintil 1 (Q1) hingga Q5. Q1 adalah masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke atas, Q2 masyarakat kelas menengah, Q3 masyarakat menengah ke bawah, Q4 masyarakat rentan miskin, dan Q5 adalah masyarakat miskin.
”Bantuan sosial diberikan kepada golongan Q4 dan Q5, tetapi pemerintah jangan lupa, jika PSBB harus diperpanjang, golongan Q3 juga akan mengalami kesulitan ekonomi, sementara mereka tidak terkualifikasi untuk menerima santunan,” ujarnya.
Menurut dia, golongan Q3, bahkan Q2, memerlukan alternatif belanja yang murah dan dekat dari rumah. Berbelanja di toserba swalayan atau memesan melalui internet akan memberatkan ekonomi jika berlangsung terus-menerus. Oleh karena itu, harus ada kolaborasi dengan para pemilik warung dan toko kelontong melalui kelurahan agar mereka tetap melayani pembeli di masa PSBB.
Pada Kamis siang, Pemprov Jakarta menyalurkan bantuan sosial di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Irmansyah mengatakan, bantuan berupa paket kebutuhan pokok ditambah masker dan sabun. Mereka bekerja sama dengan polisi dan TNI untuk mengantarkan ke rumah penerima manfaat.
Pemprov Jakarta menanggung 1,1 juta jiwa warga yang miskin. Adapun 2,6 juta jiwa warga rentan miskin di Ibu Kota akan ditanggung oleh Kementerian Sosial dengan wujud paket kebutuhan pokok senilai Rp 600.000 per bulan. Paket dari pemerintah pusat ini rencananya akan cair dalam dua pekan ke depan.
Sebelumnya, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terdiri atas 28 pasal diluncurkan pada Kamis (9/4/2020) malam. Ojek daring tetap dilarang mengangkut penumpang sesuai dengan arahan yang ditegaskan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Status PSBB Jakarta.
”Pergub harus mengacu pada Permenkes, tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah Provinsi Jakarta sudah berbicara dengan Kementerian Perhubungan untuk memfasilitasi ojek daring, tetapi selama Permenkes tidak diubah, Pergub juga tidak bisa mengizinkan,” kata Anies.
Permenkes No 9/2020 menyebutkan, semua jenis kendaraan beroda dua tidak boleh membonceng penumpang. Ojek daring hanya diperkenankan membawa barang.
Segala kegiatan belajar, bekerja, dan beribadah harus dilaksanakan di rumah. Kecuali di beberapa sektor, yakni semua jenis layanan pemerintahan, kesehatan, industri strategis, keuangan dan perbankan, energi, teknologi informasi dan komunikasi, logistik, konstruksi, pangan, dan ritel untuk kebutuhan sehari-hari.
Semua sektor itu tetap harus menerapkan standar keamanan seperti menjaga jarak para karyawan yang piket bekerja, memastikan semua orang memakai masker, dan rutin mencuci tangan atau setidaknya memakai cairan pembunuh kuman.
”Khusus sektor konstruksi harus memastikan para pekerjanya disediakan tempat tinggal dan makan di dalam area proyek agar mereka tidak keluar masuk,” ucap Anies.
Pada sektor kuliner restoran, kafe, dan rumah makan boleh terus beroperasi dengan syarat hanya memasak untuk dibungkus dan dibawa pulang oleh pembeli. Apabila masyarakat tidak bisa memakai jasa kurir, mereka diperkenankan keluar rumah untuk membeli makanan bungkusan.
Transportasi
Selain membatasi ojek daring hanya sebagai jasa kurir barang, Pergub juga mengatur pemakaian kendaraan pribadi. Tidak ada aturan tentang jumlah kendaraan yang boleh masuk ke Jakarta, tetapi jumlah penumpang harus setengah dari kapasitas kendaraan. Misalnya, mobil berkapasitas enam penumpang, sekarang hanya bisa diisi tiga orang. Semuanya wajib memakai masker.
”Pemakai kendaraan pribadi ialah para pekerja di sektor yang diizinkan beroperasi selama PSBB dan mereka yang hendak memenuhi kebutuhan pokok seperti pergi berbelanja,” tutur Anies.
Untuk angkutan umum tetap seperti sebelumnya, yaitu beroperasi pukul 06.00 hingga pukul 18.00. Kapasitas penumpang juga setengah dari kapasitas maksimum setiap unit kendaraan.