Polisi menyebutkan kelompok Anarko terlibat dalam vandalisme di Tangerang yang pesannya mengajak orang untuk berbuat rusuh. Benarkah Anarko terlibat dalam kasus ini?
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Setahun tidak terdengar, kelompok Anarko kembali menjadi pembicaraan publik. Semua bermula ketika polisi menangkap sejumlah pemuda di Kota Tangerang, Banten. Dari penangkapan itu, polisi menyimpulkan bahwa yang bersangkutan merupakan bagian dari kelompok Anarko, penganut anarkisme yang menganjurkan masyarakat tanpa negara dan manusia mengatur dirinya sendiri.
Empat orang yang ditangkap polisi itu diduga melakukan vandalisme yang pesannya mengajak orang untuk berbuat rusuh. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana, dalam konferensi pers, Sabtu (11/4/2020), menjelaskan, keempat orang itu merupakan anggota kelompok Anarko.
Motivasi pelaku, lanjutnya, berangkat dari ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah. Mereka memanfaatkan keresahan masyarakat terhadap virus korona untuk menyulut kerusuhan. Aksi melalui coretan itu akan disebarkan di kota-kota besar di Pulau Jawa.
Dalam catatan Kompas, dalam aksi May Day 2019 muncul kelompok anak muda dengan seragam hitam dan membawa panji merah-hitam dalam aksi yang berakhir dengan bentrok di sejumlah lokasi. Kelompok bendera merah hitam tersebut muncul di Jakarta, Bandung, Jawa Barat, dan Malang, Jawa Timur. Bendera merah hitam tersebut di kalangan aktivis dikenal sebagai kelompok Anarko-Sindikalisme, yakni cabang dari paham anarkisme yang bergerak di kelompok buruh.
Massa berbaju hitam dan membawa bendera merah hitam merusak pagar pembatas jalur bus Transjakarta di dekat Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Di Bandung, massa berpenutup kepala dan berpakaian serba hitam merusak serta mencoret dengan cat semprot ke beberapa kendaraan milik buruh di Jalan Singaperbangsa.
Akibat kejadian itu, polisi mengamankan ratusan orang di Bandung. Tiga orang ditahan. Sisanya dibebaskan karena tidak terbukti merusak.
Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Fathimah Fildzah Izzati, menjelaskan, gagasan politik kelompok Anarko adalah masyarakat tanpa hierarki. Hierarki itu salah satunya adalah negara dan semua perangkatnya.
Di Indonesia, dia melanjutkan, ada beberapa kelompok Anarko, tetapi jumlahnya sangat kecil. Kegiatan mereka sebatas menyelenggarakan diskusi, menerjemahkan artikel, menulis, dan terlibat dalam unjuk rasa. Dia tidak percaya kelompok Anarko berencana mengorganisasi penjarahan di kota-kota besar di Pulau Jawa. Sebab, hal itu bukan bagian dari gagasan politik Anarko.
Ditambah lagi, sejumlah buku yang dijadikan barang bukti oleh polisi justru tidak relevan dengan kelompok Anarko. Misalnya saja buku Aksi Massa karangan Tan Malaka yang notabene seorang komunis. Ada juga kumpulan cerpen Corat-Coret di Toilet karangan Eka Kurniawan. ”Apa karena sampulnya bergambar molotov lalu polisi bilang itu Anarko?” katanya.
Dia melanjutkan, tindakan polisi dengan menuduh kelompok Anarko bertujuan untuk menyebar rumor. Pengalaman pada May Day 2019 di Bandung menunjukkan hal itu. Semua dicap Anarko, lalu digunduli. Padahal, belum tentu mereka semua mengerti ihwal anarkisme.
”Sangat mungkin ini taktik dari polisi, mewacanakan kelompok Anarko sebagai perusuh sehingga ketika terjadi kerusuhan, polisi tinggal tunjuk saja kelompok Anarko sebagai kambing hitam,” katanya.
Mengenai peristiwa di Tangerang, peneliti di Lembaga Studi dan Pemantauan Media, Remotivi, Roy Thaniago, menjelaskan, media terlalu memberikan ruang bagi rumor yang diciptakan polisi. Semestinya harus ada proses verifikasi terlebih dahulu.
Keterangan dari polisi, lanjutnya, harus diperiksa logika dan datanya. Jika dikira tidak masuk akal, lebih baik tidak ditulis. ”Kalaupun ditulis, tujuannya adalah untuk menggambarkan betapa bermasalahnya lembaga negara, seperti kepolisian, menganalisis situasi atau menyemburkan rumor. Kemudian, menunjukkan lubang ketidak-masuk-akalan dari penjelasan polisi. Lalu, menjelaskan apa itu Anarko dan mengukur seberapa jauh kemampuan mereka untuk melakukan yang polisi tuduhkan,” ucapnya.
Dikonfirmasi mengenai tuduhan terhadap kelompok Anarko itu, Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Sugeng Hariyanto menjelaskan, polisi menyatakan bahwa kelompok yang terlibat adalah kelompok Anarko karena berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tersangka. Hal itu diperkuat dengan barang bukti yang ditemukan. ”Itu juga diakui oleh para tersangka,” katanya.