Pemerintah Pusat dan Daerah Diminta Rapikan Koordinasi Demi Suksesnya PSBB
Simpang-siurnya sinergi penanganan pandemi mengakibatkan aturan yang diambil pemerintah daerah terkadang tidak sesuai dengan pusat. Pusat dan daerah didorong merapikan koordinasi kejelasan tugas pokok dan fungsinya.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan penyebaran wabah penyakit akibat virus korona baru atau Covid-19 harus berupa sinergi, bukan saling menjegal dan membatalkan aturan. Kekompakan memastikan bahwa pelibatan rakyat dalam menjaga jarak fisik serta menerapkan pola hidup sehat harus mulai memasuki fase penanganan yang tegas.
Hal tersebut menjadi poin dalam seminar daring berjudul ”Relasi Pusat dan Daerah dalam Mengatasi Covid-19” yang diadakan oleh Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI) pada Rabu (22/4/2020) malam. Membuka diskusi tersebut, Profesor Riset P2P Lipi Siti Zuhro menjelaskan bahwa kewenangan pusat dan daerah adalah saling mendukung, bukan untuk berebut mendominasi.
”Pemerintah daerah berhak atas otonomi, kecuali sektor-sektor yang memang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang 23/2014 tentang Otonomi Daerah merupakan kewenangan pusat,” ujarnya.
Ia mengambil contoh tindakan berbagai kabupaten/kota yang selama pandemi Covid-19 mengambil inisiatif melakukan karantina lokal. Beberapa kali, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) menegur karena aturan kekarantinaan harus diputuskan dari pusat.
Menurut Zuhro, pemerintah kabupaten/kota sudah mengambil sikap bertanggung jawab atas keselamatan warga masing-masing melalui inisiatif tersebut. Semestinya, sebelum memberi teguran, pemerintah pusat harus mengapresiasi langkah pemerintah daerah ini.
”Justru pemerintah pusat dituntut sigap serta cekatan menyiapkan panduan untuk pemerintah daerah sehingga ketika daerah mengambil inisiatif tidak bentrok dengan ketentuan pusat,” paparnya.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemdagri Akmal Malik mengatakan, pemerintah pusat melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menetapkan bimbingan pengawasan dan bimbingan teknis unum. Wujudnya berupa aturan terkain penjarakan fisik dan perilaku hidup sehat untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Penyaduran aturan tersebut sengaja diserahkan ke pemerintah daerah karena kebutuhan setiap kabupaten/kota berbeda-beda. Pemerintah pusat tidak bisa memaksakan karantina wilayah maupun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena setiap wilayah harus memiliki kesiapan perhitungan kecukupan pangan, jaringan keamanan sosial, dan sumber daya manusia yang melakukan pengawasan penerapan aturan.
Ketua Komisi I DPD Agustin Teras Narang mengkritisi bahwa selain belum maksimalnya koordinasi pusat dan daerah, masih terdapat 103 kabupaten/kota yang belum menganggarkan dana untuk jaring pengaman sosial rakyat sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo. Tandanya, sosialisasi pentingnya penghentian penyebaran wabah belum optimal.
Warga sebagai kunci
Dalam diskusi tersebut hadir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menjelaskan bahwa tantangan utama perlawanan terhadap Covid-19 bukan di birokrasi pusat dengan daerah maupun anggaran pemerintah, melainkan kesadaran warga, termasuk aparatur pemerintahan. Ia mengungkapkan, hingga Maret 2020 jajaran aparatur Pemerintah Provinsi Jakarta banyak yang belum menyadari bahwa pandemi korona ini bukan hanya urusan di luar negeri, tetapi juga Jakarta dan Indonesia.
”Kelengahan ini yang menghambat kesigapan bertindak. Sebagai gambaran, pada 3 Maret 2020 terungkap dua kasus positif korona di Jakarta. Per 22 April 2020 sudah ada 3.351 kasus,” tuturnya.
Kelengahan ini yang menghambat kesigapan bertindak. Sebagai gambaran, pada 3 Maret 2020 terungkap dua kasus positif korona di Jakarta. Per 22 April 2020 sudah ada 3.351 kasus.
Oleh sebab itu, narasi yang digaungkan di Jakarta ialah warga sebagai kunci pencegahan pandemi. Mereka adalah garda terdepan melawan penyebaran Covid-19 melalui tertib tinggal di rumah, menjaga jarak fisik ketika harus keluar untuk keperluan mendesak, dan disiplin mengenakan masker serta membersihkan tangan minimal dengan cairan antiseptik.
”Kalau mengandalkan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan, artinya kita meminta warga terjangkit penyakit dulu baru ditangani,” ucap Anies. Ia memberikan masukan kepada pemerintah pusat ketika ada daerah yang meminta izin PSBB agar segera dikabulkan karena lebih baik mencegah terjadinya kasus positif dibandingkan menunggu ada orang sakit.
Ketika membuka Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbang) pada Kamis (23/4/2020), Anies tetap mengingatkan bahwa prioritas pembangunan tetap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan utama Jakarta berasal dari pajak yang mengandalkan kegiatan perekonomian. Saat ini, kegiatan ekonomi turun sehingga pajak yang dibayarkan turun.
Warga sebagai kunci pencegahan pandemi.
”Kita mengalami kontraksi hingga hampir 53 persen berkurang. Anggaran tinggal 47 persen dari jumlah semula. Dalam merencanakan tahun 2021 kita perlu realistis bahwa akan perlu waktu bagi anggaran DKI untuk bisa kembali. Mengingat banyaknya tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan, kita harus memikirkan rencana pembangunan selain kesehatan juga mengembalikan geliat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.