Pandemi Covid-19 bukan hanya kisah tentang pilu, sedih, dan kengerian panjang. Seperti dalam perang, pertempuran melawan virus SARS-CoV-2 ini juga diwarnai kisah heroik, patriotik, dan kerelaan berkorban.
Oleh
Aguido Adri/Stefanus Ato/J Galuh Bimantara
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 bukan hanya kisah tentang pilu, sedih, dan kengerian panjang. Seperti dalam perang, pertempuran melawan virus SARS-CoV-2 ini juga diwarnai kisah heroik, patriotik, dan kerelaan berkorban.
Rudianto (45), warga Sunter Indah, Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara, adalah satu dari 10 warga penerima bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Merasa tak berhak, ia memberikan paket bahan kebutuhan pokok yang diterimanya kepada sesama yang lebih berhak.
Saat menerima bantuan dari dinas sosial tersebut, wiraswasta itu sudah bingung. Di lingkungannya ada banyak warga rentan miskin. Kegundahan membawa langkahnya menyusuri salah satu gang perkampungan padat. Tidak sedikit warga memperhatikan Rudi yang membawa bungkusan sembako.
Banyak warga tak mampu belum terima dan banyak nama mereka tak terdaftar.
Tak tahu kepada siapa sembako itu akan diberikan. Ketika melihat bapak tua tanpa baju, ia mendekatinya. Sembako itu ia serahkan. Obrolan keduanya menarik warga lain untuk bergabung. Bertukar cerita. ”Saya baru tahu setelah ngobrol, banyak warga tak mampu belum terima dan banyak nama mereka tak terdaftar,” kata Rudi.
Rupanya situasi itu membuat Rudi tak tenang. Ia pun bergegas ke toko swalayan, berbelanja gula, garam, beras, teh, kopi, minyak goreng, susu bubuk kemasan, telur, dan makanan kaleng. Bersama istrinya, semua itu mereka kemas menjadi lima paket sembako.
Di RW 002, Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, inisiatif berbagi juga muncul dari salah satu warga. Warga itu membagikan 66 paket sembako, masing-masing berisi beras 5 kilogram (kg), minyak goreng 2 liter, kecap manis, mi instan 5 bungkus, dan gula.
Menurut Ketua RW 002 Bahrudin, donatur itu tidak ingin ada warga kelaparan hingga meninggal. Bantuan perseorangan sangat meringankan warga, juga aparat RT dan RW. Sebab, tidak sedikit warga yang berhak menerima bansos tak tercantum dalam daftar Pemprov DKI Jakarta.
Bahrudin mencontohkan, data RW mencatat ada 474 keluarga penerima bansos. Namun, saat bantuan datang, hanya ada 231 keluarga penerima. ”Kami juga yang dikritik warga. Kami tak tahu kenapa hanya 231 penerima,” katanya. Akhirnya data disusulkan lagi. Beda data penerima bansos juga terjadi di RW 001 Kelurahan Sumur Batu, Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dari 500 keluarga yang diusulkan, baru 195 keluarga yang menerima. Pengurus RW dianggap pilih kasih. Akhirnya mereka mengajak para pengusaha yang berbisnis di wilayah itu ikut menyumbang. ”Kami tidak menunggu. Ada beberapa pengusaha membantu. Kami salurkan ke warga kami yang belum kebagian,” kata Ketua RW 001 Kelurahan Sumur Batu Kiman.
Bantuan dari pengusaha itu bermacam-macam, mulai dari mi instan, beras, hingga minyak goreng. Sejauh ini, bantuan itu mencapai 500 paket berisi beras 3 kg, minyak goreng 1 liter, dan gula pasir 1 kg.
Dalam keterbatasan
Solidaritas juga tumbuh di RT 032 Kelurahan Mustika Jaya, Kota Bekasi. Di sana warga bahu-membahu. Secara swadaya, mereka membantu warga yang tergolong kurang mampu dan kehilangan pekerjaan.
Jumlahnya ada 14 keluarga. Di tempat itu ada 7 satpam kompleks, 7 petugas kebersihan, 1 keluarga pemulung, dan 14 keluarga ekonomi kecil. Warga yang mampu berkomitmen membantu kebutuhan sembako keluarga kurang mampu selama pandemi. Mereka sepakat tidak mendaftarkan nama-nama warga miskin itu ke Pemerintah Kota Bekasi yang finansialnya juga terbatas.
”Di luar sana masih banyak yang butuh. Jadi, biar saja itu jadi tanggung jawab pemerintah. Minimal kami ada untuk saudara-saudara kami yang sering bersama,” kata Mustofa (50), warga RW 032, yang juga pemilik event organizer itu. Pandemi Covid-19 membuat ia merumahkan 10 karyawan.
Di luar sana masih banyak yang butuh. Jadi, biar saja itu jadi tanggung jawab pemerintah.
Bantuan tahap pertama sudah disalurkan. Tiap keluarga mendapat 10 kg beras, 2 liter minyak goreng, 1 kg gula pasir, dan 10 bungkus mi. Total 29 paket sudah disalurkan. ”Dananya itu uang dari DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) dan swadaya warga. Tiap-tiap warga menyumbang sesuai kemampuan,” kata Aris Budiyanto, Ketua RW 032.
Solidaritas itu bukan karena keberlimpahan materi. Perusahaan Mustofa, misalnya, saat masa pandemi Covid-19 terdampak. Sejak pertengahan Maret, permintaan klien terus menurun hingga benar-benar kosong di awal April 2020. Ia terpaksa meliburkan 10 karyawan hingga jangka waktu tak ditentukan.
Dalam keterbatasan itu pula, para pengemudi ojek daring dalam komunitas Elite Squad berbuat sebisa mungkin. Di tengah larangan membawa penumpang, mereka sebisa mungkin membantu sesama. ”Melihat kondisi sekarang, saya melihat masih banyak kawan dan saudara-saudara di luar sana yang jauh lebih kesusahan,” kata Hermawan (49), pengemudi ojek daring.
Ia menggerakkan sesama pengojek daring dalam komunitas Elite Squad. Muncullah inisiatif bertajuk ”Satu Gelas Beras Sehari” dari mereka. Ratusan anggota Elite Squad di 46 base camp se-Jabodetabek setiap hari menyumbangkan satu gelas beras per orang per hari. Jika ada anggota yang hanya bisa satu gelas per bulan, itu tidak jadi soal.
Saat beras telah terkumpul, koordinator base camp menggerakkan sesama pengemudi membagikan beras kepada masyarakat yang membutuhkan. ”Kami betul-betul menargetkan mereka yang secara beban pekerjaan sangat rentan, seperti pemilik warung kecil, pemulung, dan masyarakat sekitar yang kami rasa perlu dibantu,” ujar Hermawan.
Sejak dimulai 6 April, hingga kini semua base camp Elite Squad sudah menghimpun 127 kg beras. Menurut Hermawan, sejak awal komunitas berdiri, semangatnya saling menopang. Hermawan juga terdaftar sebagai penerima bansos pemerintah serta bantuan potongan 50 persen biaya listrik PLN.
Pilar keuangan ayah dua anak ini makin goyah di masa wabah. Namun, semangat komunitas yang saling menopang telah menenangkannya.
Manusia ada untuk saling berbagi dan mendukung, termasuk di kala duka.