Pengadaan perlengkapan alat pelindung diri medis membutuhkan kerja sama antarnegara. Kerja sama semacam ini penting karena banyak bahan baku alat pelindung diri berasal dari luar negeri.
Oleh
MDN/DVD/FRD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Upaya memenuhi perlengkapan alat pelindung diri oleh Indonesia secara mandiri dalam rangka penanganan Covid-19 tidak mudah dilakukan. Masih banyak bahan baku yang perlu diimpor.
Lapisan meltblown, misalnya, harus diimpor. Lapisan meltblown dibutuhkan untuk produksi baju alat pelindung diri (APD) coverall ataupun masker. Adapun masker N95 sepenuhnya diimpor.
Setidaknya 36 industri tekstil, termasuk lima produsen baju APD medis, dikerahkan untuk memproduksi 18 juta baju APD per bulan guna memenuhi kebutuhan dalam penanganan Covid-19. Produksi masker juga dimaksimalkan hingga mencapai batas kapasitas produksi 228 juta masker per bulan dari 23 produsen.
Kepala Bidang Pengembangan Industri Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia Erwin Hermanto, pekan lalu, menyampaikan, industri di dalam negeri menempuh segala cara untuk mencari pasokan bahan baku. ”Upaya yang dilakukan berupa pengadaan langsung business to business (B2B) dari produsen atau pedagang mancanegara,” ujarnya.
Ia mengakui pendekatan B2B tak efektif di tengah pandemi Covid-19. Seperti halnya di Indonesia, semua produsen bahan baku di negara-negara lain juga dipaksa oleh pemerintah mereka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Meskipun ada produsen di luar negeri bisa mengekspor APD, acapkali pengusaha Indonesia kalah bersaing dalam hal volume pembelian dengan pembeli di Asia, Eropa, dan Amerika. ”Maka, kami memberi masukan dan memohon kepada Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan untuk melakukan pendekatan G2G (pemerintah ke pemerintah) kepada pihak produsen, seperti China, Taiwan, Korea Selatan, dan India,” katanya.
Torch, produsen perlengkapan outdoor yang kini turut memproduksi baju APD medis, telah memperoleh kepastian pasokan bahan baku dari China. Namun, tidak ada pesawat yang mengangkutnya.
Diangkut dengan Hercules
CEO Torch Ben Wirawan Sudarmadji mengatakan, pihaknya memproduksi 10.000 potong baju APD per bulan. Akan tetapi, karena semua industri tekstil di dalam negeri didorong memproduksi baju APD, banyak bahan baku terserap industri tekstil skala besar.
Alternatifnya adalah mencari bahan baku dari negara lain, salah satunya China. Akan tetapi, menurut Ben, pengangkutan bahan baku dari China tidak mudah dilakukan karena selama wabah tidak ada pesawat dengan rute penerbangan langsung China-Indonesia.
Di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan, ia baru memperoleh kepastian bahan baku yang dipesannya akan diangkut dengan pesawat Hercules. ”Ini dukungan dari pemerintah yang sangat membantu, terutama dari Kementerian Pertahanan. Satu sisi kami pebisnis memahami cara bernegosiasi. Di sisi lain pemerintah mendukung untuk pengangkutannya,” ucapnya.
Untuk memenuhi kebutuhan masker N95 standar medis yang pengadaannya masih bergantung pada luar negeri, pemerintah berupaya memproduksinya secara mandiri. ”Jadi, kami sedang berkejaran menyelesaikan produksi dalam negeri untuk N95. Kami sedang berproses untuk menguji filtrasinya, 90 persen untuk 0,3 mikron,” ujar Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.
Menurut Wiku, semua pihak yang tergabung dalam gugus tugas selalu melakukan sinergi, termasuk dengan Kementerian Perdagangan. Ia pun menyatakan, peredaran perlengkapan APD akan dikendalikan.