DKI Jakarta Ajak Korporasi Memberi Bantuan Sosial kepada Warga Terdampak Covid-19
Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian membangun jaring pengaman sosial. Kehadiran pihak swasta sangat dibutuhkan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajak berbagai pihak, baik individu maupun korporasi, untuk turut serta membangun jaring pengaman sosial bagi masyarakat pada masa pandemi Covid-19. Donatur prospektif bisa memilih skema pemberian bantuan dan target penerima manfaat sesuai data yang diberikan pemerintah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan hal itu dalam telekonferensi dengan 129 petinggi perusahaan lokal, nasional, ataupun multinasional di Jakarta, Selasa (28/4/2020). Bergabung dalam telekonferensi itu antara lain perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, American Chamber, PT Freeport, dan Johnson and Johnson Indonesia. ”Silakan melihat situs resmi Covid-19 milik Pemprov Jakarta. Nanti ada rincian nama dan alamat RW (rukun warga) beserta bantuan yang mereka perlukan,” katanya.
Laman yang dimaksud adalah Corona.jakarta.go.id di bawah judul Program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB). Selain menampilkan lembaga-lembaga resmi penyalur bantuan, seperti Palang Merah Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional, serta Aksi Cepat Tanggap, juga ada pilihan bagi calon donatur yang hendak menentukan sendiri wilayah yang ingin mereka bantu.
Alangkah baiknya jika para penyumbang memprioritaskan RW-RW yang belum mendapat banyak bantuan agar bisa tercapai perhatian yang sama rata.
Jenis bantuannya ada empat. Pertama ialah paket makanan siap saji dengan harga Rp 45.000 untuk setiap orang yang diberikan secara harian. Kedua berupa paket kebutuhan pokok bermatriks Rp 200.000 untuk satu keluarga yang diturunkan per pekan. Isinya antara lain 5 kilogram beras, 2 liter minyak goreng, 1 kaleng sarden, dan 5 bungkus mi instan.
Jenis ketiga ialah paket Lebaran seharga Rp 85.000 per individu untuk satu kali pemberian yang berisi sirup, biskuit, teh, gula pasir, dan jeli nata de coco. Jenis terakhir adalah tunjangan hari raya sebesar Rp 50.000 per orang dan diberikan satu kali.
”Mohon jika pihak swasta ingin mengucurkan bantuan agar melihat peta persebaran KSBB terlebih dahulu. Alangkah baiknya jika para penyumbang memprioritaskan RW-RW yang belum mendapat banyak bantuan agar bisa tercapai perhatian yang sama rata,” kata Anies.
Perkembangan lapangan
Terkait dampak PSBB, Anies menjabarkan, sejak penerapan, angka kasus positif PSBB di Jakarta relatif menurun. Per hari Selasa ada 3.950 kasus positif dengan rincian 341 orang sembuh dan 379 meninggal. Penambahan kasus positif di Jakarta pada Selasa adalah 118 orang.
Pada Senin, 27 April 2020, jumlah kasus sebanyak 86 orang. Sebelumnya ada 65 kasus pada 26 April 2020, lalu 76 kasus pada 25 April 2020, dan 99 kasus pada 24 April 2020.
Menurut Anies, hasil yang diperolah sekarang adalah berkat kebijakan dua minggu lalu. Kalau Pemprov Jakarta menargetkan penyebaran Covid-19 tidak sekadar melandai, tetapi betul-betul turun lalu menghilang, harus ada penerapan kebijakan secara radikal melalui PSBB.
Presiden Direktur American Chamber Len Neumann menanyakan kepada Anies cara kewirausahaan sosial bisa membantu menurunkan kasus penyebaran virus korona jenis baru di Jakarta. Pertanyaan itu dijawab Anies dengan mengatakan, pandemi telah mengubah pola hidup dan persepsi masyarakat Jakarta.
”Hidup di masa pandemi dengan segala keterbatasan memberi masyarakat kesadaran mengenai bahaya penularan virus sekaligus membangun jembatan agar mempersempit kesenjangan sosial. Tentunya ketika pandemi berakhir, Jakarta tidak bisa kembali seperti sediakala dan belajar dari pengalaman ini,” ujarnya.
Kerapuhan kota
Antropolog analisis jaringan sosial Universitas Gadjah Mada, Setiadi, menjelaskan, baik Jakarta maupun kota-kota besar lain di Indonesia dibangun di atas sistem ekonomi yang rapuh. Pandemi mengakibatkan masifnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perumahan karyawan tanpa upah.
Akibatnya, warga ramai-ramai pulang kampung, yang menandakan bahwa desa tetap menjadi basis utama selama terjadinya krisis. Mereka yang tidak bisa kembali ke tempat asal terpaksa menetap dengan risiko kelaparan hingga terusir dari rumah kontrakan karena tidak mampu membayar uang sewa.
”Konteks tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sejatinya adalah membangun reputasi dan kesejahteraan internal ataupun eksternal. Sudah saatnya model CSR memperhatikan kesejahteraan karyawan dan pekerja, misalnya membangun dana abadi kesejahteraan yang bisa menjadi jaring pengaman di masa krisis,” ujarnya.
Hal ini membutuhkan komitmen perusahaan dalam menciptakan budaya profesional yang kuat terhadap karyawan, bahkan warga di sekitar perusahaan.
Karyawan dan warga setempat harus diperlakukan sebagai agen penting bagi perusahaan sehingga penting mempertahankan kegiatan operasional sekaligus berkontribusi bagi kesejahteraan sesama. Dalam hal ini diperlukan transformasi sosial yang signifikan pada budaya perusahaan.
”Sebaiknya jangan sekadar memberi sumbangan atau bantuan sosial. Perusahaan mulai meningkatkan sumber daya sosial masyarakat agar memiliki kapasitas berbagi norma, kepercayaan, dan inisiatif untuk saling membantu di masa sulit,” kata Setiadi.