Pandemi Covid-19 saat ini menyurutkan rezeki yang biasanya diraup pedagang takjil di Jakarta. Sepinya pembeli serta keharusan menjaga jarak membuat tidak banyak pedagang yang berjualan pada bulan puasa ini.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar membuat sejumlah sentra penjualan takjil di Jakarta sepi. Penjual dan pembeli takjil pun tak sebanyak saat Ramadhan sebelumnya.
Pusat kuliner nasi kapau, kuliner khas Minangkabau, yang berada di Senen, Jakarta Pusat, terpantau sepi, Selasa (28/4/2020) pukul 16.00. Tak ada kepadatan antrean kendaraan yang berarti. Beberapa warga memarkir kendaraan di tepi jalan, membeli takjil, lalu pergi.
Pada bulan Ramadhan, pedagang nasi kapau di lokasi ini juga menjual aneka takjil khas Minang seperti lemang tapai, bubur kampiun, dan lepat. Dari puluhan stan yang berjejer di sisi timur jalan layang Senen itu, tujuh stan tutup.
Menurut pedagang takjil, Syamsinar (42), untuk pertama kali kedainya lengang saat Ramadhan. Pada saat yang sama tahun lalu, ia sudah sibuk melayani pelanggan sejak pukul 14.00.
Pandemi Covid-19 yang merebak sejak Maret lalu mengharuskan warga tetap tinggal di rumah. Situasi ini membuat ia masih menganggur hingga sore. ”Sekarang sudah hampir pukul 17.00, tetapi masih lengang,” kata penjual bubur kampiun dan lepat ini.
Petugas parkir, Abdul Azis (50), menambahkan, lengangnya Street Food Kramat ini tak lepas dari pembatasan sosial berskala besar. Pusat kuliner ini hanya dibolehkan buka hingga pukul 20.00. Pembeli pun harus membawa pulang makanan, tak bisa makan di tempat.
Hal itu, lanjutnya, mengurangi minat warga datang ke tempat itu. Biasanya, selain membeli takjil, warga juga memesan nasi kapau sembari menunggu azan Maghrib. ”Tahun lalu ngeri ramainya. Selalu penuh sampai sahur,” kata pria yang sudah sejak 1993 tinggal di Senen ini.
Suasana serupa juga terlihat di pusat kuliner Sabang, Jakarta Pusat. Toko-toko banyak tutup sejak sore hari. Sementara jumlah penjual takjil tak sampai 10 orang. Arus lalu lintas pun sepi di lokasi ini.
Dijaga petugas
Pemandangan yang mirip terlihat di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Bahkan, jumlah polisi dan petugas satuan polisi pamong praja yang berjaga lebih banyak ketimbang penjual takjil.
Menurut Isworo (22), karyawan di salah satu toko di Bendungan Hilir, penjual takjil sempat ramai pada Jumat lalu, bersamaan dengan hari pertama puasa. Penjual takjil memenuhi bahu jalan yang berada di depan Pasar Bendungan Hilir. ”Tetapi, hari Sabtu, kalau tidak salah, sudah ditertibkan sama aparat,” katanya.
Berdasarkan pantauan Kompas, Senin sore, hanya ada tiga penjual gorengan dan satu penjual ketoprak yang berjualan di dekat Pasar Bendungan Hilir.
Penjual ketoprak, Marzuki (48), menuturkan, polisi dan satpol PP melakukan penertiban agar tak ada warga yang makan di lokasi. Selain itu, lanjutnya, satpol PP juga memastikan agar pedagang tak terlalu memakan bahu jalan dan jarak antargerobak pedagang tetap terjaga.
Sudah memasuki hari kelima puasa, ketoprak Marzuki belum banyak laku. Setiap hari, termasuk di luar Ramadhan, ia membawa 30 ketupat. ”Paling banyak habis 10 ketupat,” ujarnya.
Sebelum pandemi Covid-19, ketupat Marzuki ludes terjual. Kalaupun tersisa, paling banyak lima ketupat saja. Kini, jumlah pembeli susut seiring banyak kantor di kawasan Bendungan Hilir yang tutup.
Di pertigaan depan Balai Warga RW 001 Bendungan Hilir, sejumlah pedagang menjajakan gorengan, es buah, dan martabak. Jarak antargerobak sekitar 2 meter. Di depan gerobak pedagang terbentang tali plastik untuk menjaga jarak antara pembeli dan pedagang. Ada juga pedagang yang menempelkan pengumuman di gerobak tentang perlunya menjaga jarak dan mengenakan masker.