Warga Abaikan Aturan Jarak Fisik karena Terdesak Masalah Ekonomi
Suasana Ramadhan membuat sebagian warga terlena sehingga mengendurkan pembatasan sosial berskala besar di Jakarta. Padahal, pembatasan sosial mesti dipertahankan demi mencegah penyebaran pandemi Covid-19.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Purwanto (56) memaksakan diri keluar rumah sejak Senin (4/5/2020) pagi. Dia yang sebulan terakhir mengurangi kegiatan di luar kawasan perumahan memutuskan keluar untuk kembali menarik bajaj.
Warga RT 007 RW 001 Kelurahan Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, ini nekat keluar rumah lantaran keuangan yang semakin menipis meski mendapat uang bantuan sosial. Di satu sisi, dia juga melihat suasana jalan di kawasannya kini tampak lebih ramai di tengah berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Lelaki ini melihat praktik PSBB kian mengendur di sekitar wilayahnya. Dua hari kemarin, dia terus diajak oleh rekan sopir bajaj untuk mengangkut penumpang atau barang di sekitar ruas Jalan Daan Mogot menuju Pasar Pesing Koneng di Kedoya, Jakarta Barat. Kendati begitu, dia menolak karena berkeras mematuhi PSBB.
Baru hari ini dia nekat mengoperasikan bajaj lagi meski dengan rute yang terbatas. ”Saya tetap pakai masker kok meski bepergian ke luar. Niatnya juga untuk beli minuman dan makanan saat sore menjelang berbuka di rumah,” kata Purwanto saat dihubungi Kompas.
Kondisi di jalanan dan lokasi keramaian lain bukan hanya dialami Purwanto. Nyatanya, setelah sebulan PSBB berjalan di Jakarta, suasana sejumlah lokasi kian dipadati oleh aktivitas warga di luar rumah.
Pantauan Kompas, Senin sore, keramaian warga di jalanan pun tampak menjelang waktu berbuka puasa. Ipah (39), warga Grogol Petamburan, mengakui kerap keluar rumah saat sore hari untuk membeli makanan meski tidak berinteraksi dengan orang-orang.
Kondisi ini pun dilaporkan sejumlah warga melalui kanal aduan resmi Twitter @DKIJakarta. Dalam sejumlah aduan sejak Minggu (2/5/2020), ada belasan warga yang melaporkan kondisi kearamaian di sejumlah wilayah Jakarta. Suryadi Purnama (48), salah satu pelapor, menyebutkan, sejumlah warga di Jalan Lautze Dalam, Kelurahan Kartini, Sawah Besar, Jakarta Pusat, juga kian beraktivitas di luar rumah karena mengira pembatasan sosial mengendur.
”Tetangga pada keluar rumah. Ada yang mendengar dari televisi kalau penularan Covid-19 untuk wilayah Jakarta sudah turun. Warga kayaknya
enggak tahan juga lama-lama di rumah, enggak ada kerjaan, jadinya keluar,” ujar Suryadi.
Ditambah lagi, Suryadi mendengar kabar bahwa ada wacana kebijakan relaksasi PSBB. Dia pun bertanya-tanya terkait kejelasan skema pelonggaran PSBB itu meski informasi masih simpang siur. ”Ini maunya bagaimana, ya, kok sekarang penertiban PSBB malah terasa menjadi longgar,” tuturnya.
Mengendur
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, menilai kondisi penertiban PSBB kain mengendur justru di tengah memasuki tahap kedua. Dia mengamati pengawasan kegiatan warga di permukiman padat sekitar rumahnya kini tampak longgar dari pengawasan petugas satpol PP.
”Di Cengkareng, Jakarta Barat, ada sejumlah kelurahan yang memang merupakan kawasan padat penduduk. Penertiban di kawasan itu justru kini malah mengendur. Belum lagi di pasar, lalu kondisi keramaian saat menjelang berbuka puasa, semua itu terkesan tidak diantisipasi,” kata Paulus.
Dia mengingatkan, kondisi PSBB semestinya tetap stabil kendati dikabarkan angka penularan menurun. Apalagi, saat ini PSBB di Jakarta dikabarkan telah memasuki tahap kedua.
Sebelumnya, jumlah penambahan kasus harian Covid-19 sempat menurun pada 29 April, yakni sejumlah 83 pasien. Namun, jumlah itu belakangan kembali meningkat di angka ratusan. Seperti pada 1 Mei 2020, jumlah penambahan kasus meningkat di angka 145 pasien.
Ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, mengingatkan kondisi penurunan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebab, hal tersebut juga bisa terjadi karena berkurangnya pemeriksaan kasus dalam sehari.
Terkait itu, Presiden Joko Widodo juga menegaskan agar PSBB yang kendur segera dievaluasi. Dalam siaran pers melalui telekonferensi, Senin pagi, dia menyatakan evaluasi harus sebelum memasuki PSBB tahap kedua.
”Saya ingin memastikan PSBB betul-betul diterapkan secara ketat dan efektif. Sekali lagi, saya melihat, kabupaten kota, telah melewati tahap pertama dan akan memasuki tahap kedua. Ini akan masuk evaluasi, mana yang kebablasan, mana yang masih kendur sehingga kita bisa melakukan perbaikan,” kata Presiden.
Memasuki PSBB tahap kedua, Presidenmemastikan agar tiap daerah melaksanakan pembatasan dengan target yang terukur. ”Berapa jumlah pengujian sampel, itu harus tecapai. Apakah isolasi ketat juga telah dilakukan? Karena saya dengar kemarin ada pasien yang bisa lari dari rumah sakit,” ujarnya.
Selama pengawasan terhadap target-target tersebut tidak dilakukan, mustahil untuk mewujudkan kepatuhan warga tehadap PSBB. Praktik pembatasan mesti tetap berjalan beriringan dengan pengawasan yang terukur.