Perubahan Penghitungan Pembayaran Tagihan Listrik Belum Tersosialisasikan secara Optimal
Pelanggan mengeluhkan tagihan listrik meningkat selama dua bulan terakhir. PLN mengakui belum optimal mensosialisasikan perubahan cara penghitungan pembayaran listrik.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Masyarakat mengeluhkan kenaikan tagihan listrik pada bulan Mei 2020. Kenaikan tagihan disebabkan tingkat pemakaian listrik yang melonjak saat pembatasan sosial berskala besar dan akumulasi tagihan di bulan berikutnya. Perubahan penghitungan pembayaran tagihan listrik belum tersosialisasikan secara optimal.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN banyak mendapat keluhan dari masyarakat yang merasa mengalami kenaikan tagihan listrik selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jabodetabek. Keluhan tersebut disampaikan masyarakat melalui media sosial resmi PLN.
Isi keluhan rata-rata mempersoalkan tagihan listrik yang membengkak. Padahal pelanggan merasa menggunakan listrik secara normal seperti bulan-bulan sebelumnya.
Executive Vice President Corporate Communication dan CSR PLN I Made Suprateka, Rabu (6/4/2020), mengklarifikasi isu kenaikan tagihan listrik oleh PLN. Menurut Made, secara garis besar kenaikan tagihan listrik pelanggan itu disebabkan ada perubahan mekanisme penghitungan tagihan di tengah pandemi. Selain itu, ada peningkatan konsumsi listrik selama PSBB.
“Pada saat penerapan protokol Covid-19, PLN mencatat tagihan rekening listrik April 2020 menggunakan rata-rata pemakaian listrik selama tiga bulan (Desember 2019 hingga Februari 2020),” ujar Made melalui konferensi pers dalam jaringan (daring) di Jakarta.
Isi keluhan rata-rata mempersoalkan tagihan listrik yang membengkak. Padahal pelanggan merasa menggunakan listrik secara normal seperti bulan-bulan sebelumnya.
Kebijakan menerapkan tagihan rata-rata tiga bulan itu dilakukan sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19, sehingga pencatatan dan pemeriksaan stand meter listrik pelanggan secara langsung ke rumah-rumah oleh petugas PLN ditangguhkan untuk sementara waktu.
Ia menjelaskan dengan simulasi seorang pelanggan yang rata-rata tagihan rekening listriknya sebesar 50 kilo watt hour (kwh) selama tiga bulan. Pada Maret, pelanggan itu menggunakan listrik sebesar 70 kwh, naik dari tiga bulan sebelumnya karena lebih banyak beraktivitas di rumah akibat PSBB. Di tagihan rekening listrik bulan April, pelanggan tidak membayar sebesar 70 kwh, melainkan tetap sebesar 50 kwh karena menggunakan penghitungan rata-rata tiga bulan. Dengan demikian, ada selisih 20 kwh pemakaian listrik bulan Maret yang belum dibayar.
“Kekurangan tagihan itu akan diakumulasikan pada tagihan rekening bulan berikutnya,” kata Made.
Oleh sebab itu, tagihan rekening listrik bulan berikutnya (Mei) akan mengalami kenaikan karena ada akumulasi tagihan yang belum terbayar. Dalam simulasi yang dijelaskan Made, bila pelanggan menggunakan listrik sebesar 90 kwh di bulan April, tagihannya di bulan Mei akan menjadi 110 kwh karena ditambahkan kekurangan tagihan bulan Maret sebesar 20 kwh.
Mekanisme penghitungan itulah yang diakui Made belum optimal disosialisasikan PLN ke masyarakat sehingga menyebabkan banyak spekulasi yang beredar, termasuk kenaikan tarif dasar listrik. Menurut Made, tarif dasar listrik tidak mengalami kenaikan sejak 2017 yaitu tetap sebesar Rp 1.352 per kwh untuk pelanggan non subsidi golongan R1 900 volt ampere (VA) dan Rp 1.467 per kwh untuk pelanggan golongan R1 1300 VA.
“Kami menyadari ini butuh komunikasi yang lebih baik untuk menginformasikan,” ujarnya.
Kami menyadari ini butuh komunikasi yang lebih baik untuk menginformasikan.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya M Ikhsan Asaad menambahkan, ada 2.900 aduan yang masuk ke PLN Disjaya terkait pesoalan kenaikan tagihan listrik. Ihsan menyebut 2.200 aduan sudah diselesaikan. Dari 2.200 aduan yang terselesaikan 94 persen angka meteran listriknya telah sesuai dengan pemakaian. Sedangkan 6 persennya lagi harus dikoreksi ulang.
Ihsan mengajak masyarakat untuk mulai bijak menggunakan listrik selama PSBB. Menurut Ihsan, ada tren kenaikan penggunaan listrik rumah tangga pada April 2020 sebesar 6 persen dibandingkan April 2019. Sedangkan konsumsi listrik untuk bisnis dan pusat perbelanjaan turun 20 persen secara tahunan.
“Kenaikan konsumsi listrik di rumah tangga tidak sebanding dengan turunnya konsumsi listrik di Jakarta,” kata Ihsan.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Hendra Iswahyudi menilai komunikasi antara pelanggan dan PLN penting untuk ditingkatkan. Terutama dalam memberikan pemahaman mengenai penghitungan pemakaian listrik. Ia juga meminta PLN membuka layanan pengaduan untuk memudahkan pelanggan.
Kenaikan konsumsi listrik di rumah tangga tidak sebanding dengan turunnya konsumsi listrik di Jakarta.
Made berjanji akan memperbaiki mekanisme komunikasi. Ke depan, ia akan mengubah cara penyampaian informasi penggunaan listrik di struk tagihan.
“Akan ditambahkan keterangan jumlah kwh listrik yang digunakan pelanggan pada bulan sebelumnya. Agar masyarakat atau pelanggan bisa memantau penggunaan listriknya,” katanya.