Wali Kota Bekasi: Lebih Baik Tes Masif untuk Deteksi Covid-19 dan Hadapi
Hasil tes PCR di Kota Bekasi, pada 5 Mei 2020, sembilan orang ditemukan positif Covid-19. Tiga dari sembilan temuan itu merupakan pengguna KRL Stasiun Bekasi-Jakarta.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Penularan virus korona tipe baru penyebab Covid-19 masih terus terjadi di masyarakat. Dari tes swab atau tes usap tenggorokan secara acak yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi, melibatkan sekitar 1.000 sampel di stasiun dan tujuh titik pemeriksaan di wilayah perbatasan, sembilan orang dinyatakan positif Covid-19.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Kamis (7/5/2020), di Kota Bekasi, mengatakan, sembilan orang yang positif Covid-19 itu didapatkan dari hasil tes masif menggunakan alat deteksi Covid-19 bermetode polymerase chain reaction (PCR) dengan melibatkan sekitar 1.000 sampel pada 5 Mei 2020. Dari 9 kasus itu, tiga kasus merupakan pengguna kereta rel listrik (KRL) yang setiap hari menggunakan KRL dari Stasiun Bekasi ke Jakarta.
”Kalau di titik cek poin di Tomyang ada satu kasus positif dan cek poin Lubang Buaya, ada lima yang positif. Dan sampai hari ini ada 61 sampel yang masih diperiksa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi,” ujarnya.
Dari sembilan warga yang ditemukan positif Covid-19 itu, lima di antaranya merupakan warga Kota Bekasi, satu warga Kota Depok, dan tiga lainnya warga DKI Jakarta. Temuan kasus baru di Kota Bekasi berdasarkan swab acak ini menunjukkan bahwa penularan Covid-19 masih terus terjadi di masyarakat.
Pemerintah Kota Bekasi terus melacak penularan Covid-19 menggunakan 5.000
rapid test yang sedang berlangsung di area permukiman warga, terutama kelurahan-kelurahan yang masuk zona merah. Sejauh ini, dari 56 kelurahan di Kota Bekasi, kelurahan yang masih dinyatakan hijau, hanya delapan kelurahan.
Kota Bekasi juga memiliki 32 titik pemeriksaan di wilayah perbatasan antara Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, dan DKI Jakarta. Pemeriksaan secara acak menggunakan PCR akan diperbanyak di stasiun dan 32 titik pemeriksaan itu, terutama di titik pemeriksaan yang sudah ditemukan kasus positif Covid-19.
”Lebih baik ditemukan (tes masif). Kita menghadapi sesuatu yang real daripada takut, sementara itu (Covid-19) masih seperti api dalam sekam,” kata Rahmat.
Pemerintah Kota Bekasi berkomitmen terus melakukan tes masif dan membuka secara transparan seluruh temuan kasus Covid-19 di daerah itu. Keterbukaan ini bertujuan untuk terus menelusuri warga yang terlibat kontak dengan pihak yang sudah dinyatakan positif Covid-19. Tes masif dan transparansi data dinilai sebagai cara efektif untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
Temuan kasus baru Covid-19 di Stasiun Bekasi menambah jumlah kasus positif pengguna KRL. Sebelumnya, tiga kasus positif Covid-19 juga ditemukan pada pengguna KRL dari Bogor. Total, sudah enam pengguna KRL yang dinyatakan positif Covid-19.
Terkait kasus di KRL, Rahmat mengatakan, lima kepala daerah di Bodebek sudah minta ke Kementerian Perhubungan agar mengurangi kapasitas penumpang di setiap gerbong kereta. Selama ini, satu gerbong kereta diisi 30 penumpang dan dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan aturan physical distancing.
”Kami minta supaya satu gerbong kereta jangan sampai 30 orang tetapi dikurangi lagi menjadi 20 atau 15 orang supaya physical distancing terpenuhi,” ujar Rahmat.
Wali Kota Bogor Bima Arya, pada 5 Mei 2020, mengatakan, lima kepala daerah Bodebek sepakat meminta penghentian operasional KRL. Secara garis besar, ada dua opsi kebijakan yang diusulkan lima kepala daerah dalam rapat tersebut.
Pertama, menutup total operasional KRL Jabodetabek. Jika opsi pertama diterima, pemda tetap meminta perusahaan di setiap sektor yang dikecualikan menyediakan angkutan antar-jemput bagi karyawannya.
Opsi kedua yang diajukan adalah meminta operasional KRL dibatasi dengan lebih selektif. Opsi ini sebelumnya juga sudah disepakati lima kepala daerah Bodebek saat mengajukan perpanjangan PSBB pada 28 April 2020.
Pembatasan operasional KRL dapat dilakukan dengan cara mengurangi penjualan tiket dan jumlah penumpang di setiap gerbong. Di sisi lain, operator diminta menambah gerbong khusus dan frekuensi perjalanan angkutan.
”Pembatasan operasional KRL ini juga dapat dilakukan dengan menunjukkan kartu identitas penumpang. Jadi hanya penumpang yang punya identitas di sektor yang dikecualikan yang bisa masuk gerbong,” kata Bima (Kompas.id, 5/5/2020).