Reproduksi Kasus Covid-19 Terendah di Jabar, Kota Bogor Tetap Perketat PSBB
Pemerintah Kota Bogor akan tetap memperketat penerapan PSBB dan tidak akan menerapkan pelonggaran di sejumlah wilayah meski angka reproduksi kasus terendah se-Jawa Barat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Berdasarkan analisis tingkat reproduksi kasus Covid-19 di Jawa Barat, Kota Bogor tercatat memiliki angka terendah atau minim penyebaran kasus baru. Meski demikian, pemerintah Kota Bogor akan tetap memperketat penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dan tidak akan menerapkan pelonggaran di sejumlah wilayah.
Wali Kota Bogor Bima Arya, Minggu (17/5/2020), menyatakan, pihaknya tetap akan memperketat penerapan PSBB karena wilayah geografis Kota Bogor yang dekat dengan wilayah lain yang masih berzona merah Covid-19. Kota Bogor juga dekat dengan DKI Jakarta sebagai episentrum persebaran Covid-19.
”Luas wilayah kami juga tidak terlalu besar sehingga satu daerah dengan daerah lainnya berbatasan langsung. Jadi, kemungkinan mobilitas warganya masih tinggi,” ujarnya.
Sampai saat ini, 28 dari total 68 kelurahan di Kota Bogor tercatat belum ada kasus positif Covid-19. Namun, Bima menyebut orang dalam pemantauan (ODP) sudah tersebar di semua kelurahan. Selain itu, hanya ada tiga kelurahan yang bersih dari data pasien dalam pengawasan (PDP).
Sementara dari pantauan di sejumlah tempat publik seperti di area pasar, masih banyak warga yang mengabaikan aturan physical distancing. Padahal, tempat publik seperti pasar dan stasiun sangat berisiko menjadi tempat penularan Covid-19.
Berdasarkan sejumlah pertimbangan tersebut, Bima menegaskan akan tetap memperketat penerapan PSBB ketiga yang akan berakhir pada 26 Mei. Hal ini sekaligus untuk mencegah adanya keramaian karena semakin dekatnya hari raya Idul Fitri.
Upaya memperketat aturan PSBB adalah dengan tetap sanksi bagi warga yang melanggar ketentuan. Aturan tersebut sebelumnya telah dikeluarkan Bima melalui Peraturan Wali Kota Nomor 37 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penerapan Sanksi Pelanggaran PSBB.
”Kalau peraturan dilonggarkan di beberapa lokasi dengan pengecualian zonasi, kami khawatir akan terjadi mobilitas. Kalau kami bebaskan relaksasi di satu kelurahan, orang-orang akan berbondong-bondong ke kelurahan itu untuk shalat Id ataupun untuk hal-hal lainnya,” ungkapnya.
Kalau peraturan dilonggarkan di beberapa lokasi dengan pengecualian zonasi, kami khawatir akan terjadi mobilitas. Kalau kami bebaskan relaksasi di satu kelurahan, orang-orang akan berbondong-bondong ke kelurahan itu untuk shalat Id ataupun untuk hal-hal lainnya.
Bima menambahkan, tahapan relaksasi baru akan dirumuskan setelah evaluasi PSBB ketiga. Pemkot Bogor juga akan meminta masukan dari pakar epidemologi, pengusaha, hingga akademisi untuk merumuskan model maupun format kebijakan relaksasi tersebut.
Selama sepekan terakhir, tercatat masih terdapat penambahan 11 kasus positif Covid-19 di Kota Bogor. Hingga Minggu sore, jumlah positif Covid-19 mencapai 106 kasus dengan 14 kasus meninggal dan 30 kasus dinyatakan sembuh.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat konferensi video evaluasi PSBB dengan bupati dan wali kota se-Jawa Barat, Sabtu (16/5/2020) menyatakan, angka reproduksi kasus Covid-19 di Jawa Barat mengalami penurunan bertahap selama penerapan PSBB. Namun, angka itu sempat naik kembali pada 4 Mei sebanyak 183 kasus.
Reproduksi kasus terendah terjadi di Kota Bogor dengan nilai 0,43 disusul Kabupaten Bandung dengan angka 0,6. Semakin rendah nilai reproduksi, maka semakin kecil pula tingkat penularan Covid-19 di suatu wilayah tersebut.
Dalam video konferensi tersebut, Kamil juga menyatakan, pelaksanaan PSBB Jawa Barat yang berakhir pada 19 Mei tidak akan diperpanjang karena kasus Covid-19 yang sudah cukup melandai. Namun, penetapan PSBB di tingkat kabupaten dan kota akan diserahkan kepada keputusan bupati atau wali kota masing-masing.
”Kami menyerahkan kepada kabupaten dan kota mengenai PSBB ini. Silakan ajukan ke Gugus Tugas Jawa Barat, 99 persen saya akan menyetujuinya,” ungkapnya.
Penyelenggaraan shalat Id
Upaya memperketat aturan selama penerapan PSBB juga dilakukan pemerintah Kota Depok dengan menyepakati penyelenggaraan ibadah shalat Idul Fitri diselenggarakan di rumah masing-masing. Shalat dapat dilaksanakan secara berjemaah bersama keluarga inti ataupun secara sendiri-sendiri.
Keputusan tersebut juga tertuang melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kota Depok Nomor 03 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Shalat Idul Fitri dalam Situasi Wabah Covid-19 di Kota Depok.
”Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan dan keselamatan warga mengingat penyebaran kasus Covid-19 masih terjadi di seluruh wilayah Kota Depok,” ujar Wali Kota Depok Mohammad Idris.
Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan dan keselamatan warga mengingat penyebaran kasus Covid-19 masih terjadi di seluruh wilayah Kota Depok.