Meski ada pihak-pihak yang masih meremehkan, sebagian warga masih berjibaku melawan sebaran pandemi Covid-19. Tidak terkecuali para ibu yang ingin menyumbangkan pelindung wajah untuk tenaga medis.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Memoy Munajah dan delapan ibu rumah tangga lain tetap membuat face shield atau pelindung wajah untuk tenaga kesehatan selama bulan Ramadhan. Padahal, permintaan dari fasilitas kesehatan tidak sebanyak biasanya.
Para ibu rumah tangga dari komunitas Homeschooling Charlotte Mason Tangerang Selatan, Banten, itu ingin pelindung wajah selalu tersedia ketika tenaga kesehatan membutuhkannya. ”Alhamdulillah selama puasa bisa rehat sejenak. Tetapi, stok alat pelindung wajah tersedia,” tutur Memoy, Kamis (14/5/2020).
Permintaan pelindung wajah sangat banyak sebelum memasuki bulan Ramadhan. Mereka mau tidak mau harus berkejaran dengan waktu untuk membuatnya karena menunggu bahan baku datang. Salah satu contohnya ketika ada permintaan 900 pelindung wajah. Mereka langsung memesan 1.200 potong bahan baku agar bisa membuat lebih banyak untuk stok.
Aktivitas sembilan ibu rumah tangga ini bermula dari banyaknya permintaan bantuan alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan dalam melawan pandemi Covid-19. Saat itu, pelbagai informasi dalam pemberitaan dan sosial media mengangkat suara tenaga kesehatan yang kekurangan alat pelindung diri hingga terinfeksi SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
”Kami sebagai ibu rumah tangga yang bisa menikmati di rumah saja dengan tenang tergerak untuk bisa berbuat sesuatu. Berbekal uang kas komunitas seadanya, kami mulai belanja bahan-bahan pelindung wajah,” ucapnya.
Sejak awal April, mereka mengisi waktu di rumah saja dengan membuat alat pelindung wajah gratis. Tahap pertama ada 250 pelindung wajah tersalurkan. Hingga kini, 2.800 pelindung wajah sudah tersalurkan ke rumah sakit, puskesmas, dan klinik.
Ada dua model pelindung wajah buatan mereka. Pertama, berbahan busa dengan biaya pembuatan Rp 3.000-Rp 3.500 per potong (tergantung kenaikan harga bahan baku). Kedua, berbahan impraboard atau material berongga yang lebih tahan lama dan bisa dipakai berulang kali dengan hanya mengganti plastik pelindungnya. Biaya pembuatannya Rp 10.000 per potong, termasuk plastik pelindung pengganti.
Memoy dan komunitasnya tidak menghitung ongkos tenaga kerja karena tenaga mereka sepenuhnya didonasikan untuk sesama yang membutuhkan. ”Tenaga kami anggap donasi yang bisa diberikan,” ujarnya.
Mereka juga mengajak tetangga dan jejaring untuk bergerak bersama, terutama di daerah-daerah, karena cukup banyak permintaan pelindung wajah dari sana. Akhirnya terbuka donasi umum untuk membantu pengadaan bahan baku pembuatan pelindung wajah.
Setiap donasi yang masuk dimanfaatkan semaksimal mungkin agar aktivitas terus berlanjut. ”Aktivitas tidak akan berhenti selama masih ada yang membutuhkan pelindung wajah karena tidak tahu masa pagebluk ini akan berakhir kapan,” katanya. Salah satu donasi yang sudah tersalurkan ialah 180 alat pelindung diri.
Jejaring yang terbentuk juga saling membantu satu dan lainnya. Misalnya, membantu pasokan bahan baku karena harga di Jakarta lebih murah daripada di daerah. Saat ini jejaring di daerah yang sudah aktif membuat pelindung wajah antara lain di Semarang, Gresik, Batam, dan Solok.
Salah satu warga yang tergerak membuat pelindung wajah untuk tenaga kesehatan ialah Dianda Azani. Warga Kalibata, Jakarta Selatan, itu mempelajari cara membuat dan melakukannya di sela-sela kegiatan mengajar dan konsultasi dengan klien. ”Saya pribadi tergerak dan merasa perlu melakukan sesuatu untuk mendukung upaya penanganan Covid-19 dari rumah,” ucap Dianda.
Sejak April, ia seorang diri membuat pelindung wajah. Setidaknya sudah 450 pelindung wajah buatannya tersalurkan ke fasilitas kesehatan ataupun warga sekitar yang membutuhkan.
Ia merogoh kantong pribadi untuk aktivitas tersebut. Supaya kegiatan berkesinambungan, Dianda memutuskan untuk menjual satu pelindung wajah untuk setiap dua donasi pelindung wajah. Hasil penjualan digunakan untuk membeli bahan baku.
Donasi
Para mahasiswa di tengah perkuliahan jarak jauh secara daring turut menyumbang sebisanya untuk kebutuhan alat pelindung diri tenaga kesehatan. Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), misalnya, menggalang donasi melalui laman resmi Badan Eksekutif Mahasiswa FIB UI.
Menurut Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat dan Lingkungan BEM FIB UI, Pia, keterlibatan mahasiswa FIB sebagai sukarelawan nonmedis di rumah sakit dan ikatan alumni yang kuat mendorong terbentuknya kanal donasi itu. ”Cukup banyak yang terlibat. Kanal ini untuk memudahkan jika ingin berdonasi,” tutur Pia.
Penggalangan dana berlangsung pertengahan Mei hingga Juni nanti. Dana akan disalurkan melalui Yayasan Buddha Tzu Chi agar tepat sasaran dalam pembelian alat pelindung diri sesuai dengan standar medis.
Sementara itu, sekelompok mahasiswa di Yogyakarta dalam Tapak Tilas Creative menawarkan jasa foto dan video pernikahan hingga film pendek untuk tenaga kesehatan. Tawaran tersebut berlaku dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi, termasuk protokol kesehatan yang berlaku. ”Susah juga untuk tenaga kesehatan di situasi sekarang. Kalau ada yang berminat, silakan, asalkan mematuhi ketentuan yang ada,” kata Fuad (20), salah satu penyedia jasa.
Fuad dan teman-temannya tidak memikirkan untung rugi di tengah pandemi Covid-19. Mereka hanya ingin ada kegiatan yang bermanfaat sekaligus membantu warga sekitar.