Nyaris Tidak Ada Penegakan Aturan PSBB di Tangerang Raya
Efektivitas PSBB di Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang terus tergerus pelonggaran dan pelanggaran.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pembatasan sosial di Tangerang Raya terancam gagal. Sejumlah pelanggaran dan pelonggaran masih terjadi kendati pembatasan sosial sudah memasuki tahap ketiga. Jumlah kasus positif Covid-19 belum berangsur turun.
Hal tersebut diutarakan analis Kebijakan Publik dan Politik Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Adib Miftahul, Rabu (20/5/2020). Ia menyoroti penegakan hukum bagi pelanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang lemah mengakibatkan efektivitas PSBB di Tangerang Raya terancam.
”Tidak ada penegakan aktif di lapangan soal peraturan PSBB. Kajian empiris saya di lapangan, hanya empat hari pertama PSBB jilid satu itu yang efektif. Dalam arti, ada petugasnya. Setelah itu longgar semuanya. PSBB jilid satu hingga tiga sama saja,” tutur Adib dihubungi dari Tangerang Selatan.
Menurut Adib, regulasi PSBB tanpa sanksi berat dan tegas membuat masyarakat berkali-kali mengulangi pelanggaran. Warga dan pemilik tempat usaha yang tidak menerapkan protokol kesehatan hanya diberi teguran, imbauan, dan ditutup sementara.
Ia mencontohkan kerumunan warga di pusat perbelanjaan CBD Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Minggu 17 Mei 2020. Kota Tangerang kini masuk zona merah, kerumunan warga di CBD Ciledug berpotensi membuat virus kian meluas. Atas kejadian tersebut, Pemerintah Kota Tangerang hanya memberikan sanksi penutupan sementara.
Sementara itu, di sejumlah taman di Kota Tangerang Selatan terlihat masih banyak warga berkumpul sejak siang hingga sore hari. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Tangsel sebagai penegak peraturan wali kota hanya bisa membubarkan. Esok harinya, warga kembali berkerumun.
Tidak ada penegakan aktif di lapangan soal peraturan PSBB. Kajian empiris saya di lapangan, hanya empat hari pertama PSBB jilid satu itu yang efektif. Dalam arti ada petugasnya. Setelah itu longgar semuanya. PSBB jilid satu hingga tiga sama saja.
Demikian juga dengan toko-toko atau tempat usaha yang masih beroperasi kendati tidak termasuk dalam sektor yang dikecualikan selama PSBB. Satpol PP bergerak menyegel tempat usaha. Namun, pemilik tempat usaha kembali beroperasi secara sembunyi-sembunyi.
”Kewenangan satpol PP hanya pada penutupan dan pembubaran kerumunan. Pelanggaran yang lebih berat bisa diusulkan untuk dicabut izin usahanya. Tapi kalau untuk denda belum diatur di Peraturan Wali Kota tentang PSBB,” kata Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Tangsel Muksin Al Fachry, ketika diminta tanggapan.
Antisipasi penyebaran SARS-CoV-2 juga tidak diambil Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany menjelang Lebaran. Ketika potensi pergerakan masyarakat akan meningkat untuk bersilaturahmi, Airin justru memutuskan untuk membiarkan warganya melakukan mudik lokal antarwilayah Jabodetabek.
Menurut Airin, silaturahmi antarkeluarga dengan bertatap muka langsung masih dapat dilakukan sepanjang masih mengikuti protokol kesehatan. ”Kami sudah bahas soal itu. Sepanjang menerapkan protokol Covid-19, datang ke rumah saudara itu, kan, tidak masalah. Karena kalau melarang, itu susah juga,” kata Airin.
Kami sudah bahas soal itu. Sepanjang menerapkan protokol Covid-19, datang ke rumah saudara itu, kan, tidak masalah. Karena kalau melarang itu susah juga.
Sanksi yang ringan serta penerapan PSBB yang mulai longgar, kata Adib, membuat perilaku warga kian tak acuh terhadap PSBB. Sebab, kedisiplinan masyarakat Indonesia tergolong kedisiplinan yang primitif. Dalam arti, hanya taat dan disiplin jika ada sanksi yang membayangi.
Berdasarkan kajian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Tangsel, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap PSBB sekitar 70 persen. Pemkot Tangsel menargetkan tingkat kepatuhan masyarakat bisa 90 persen selama PSBB.
Karena belum ada sanksi tegas yang diterapkan, jumlah kasus terkonfirmasi di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan pun belum menunjukkan tren penurunan sejak awal PSBB diterapkan.
Mengacu pada data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di kedua daerah tersebut, jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kota Tangerang kini mencapai 303 kasus, sedangkan Kota Tangerang Selatan 174 kasus.
Airin mengatakan, penerapan sanksi telah dilakukan Pemkot Tangsel selama PSBB. Hingga saat ini, lebih dari 400 tempat usaha yang ditutup karena tetap buka di saat PSBB meski dilarang. Sebanyak dua tempat usaha diusulkan untuk dicabut izinnya karena berkali-kali melanggar.
Menurut Airin, dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 13 Tahun 2020 sudah diatur sanksi bagi pelanggar PSBB. Sanksi dalam perwal berupa sanksi administratif. Selain sanksi administratif, setiap orang atau badan dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Adapun di Kota Tangerang, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah menegaskan, akan terus menggelar operasi dan penindakan kepada masyarakat yang melanggar aturan PSBB. Warga yang tidak menerapkan protokol kesehatan diberikan sanksi sosial dan diminta untuk mengikuti tes cepat.
Sejak 14 Mei 2020 hingga 16 Mei 2020, terdapat 2.146 pelanggar dengan 1.783 di antaranya mengikuti tes cepat dengan hasil reaktif 21 orang. Sementara untuk sanksi sosial yang telah diberikan kepada 351 orang dari 6 kecamatan.