Dilema Perayaan Idul Fitri di Tengah Pandemi Covid-19
Menandai berakhirnya bulan Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri yang bertepatan dengan penanggalan kalender Hijriah, 1 Syawal. Hanya saja, kali ini Idul Fitri terasa berbeda karena pandemi Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Menandai berakhirnya bulan puasa Ramadhan, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri yang bertepatan dengan penanggalan kalender Hijriah, 1 Syawal. Shalat Idul Fitri pun menjadi penanda berakhirnya bulan Ramadhan. Hanya saja kali ini perayaan Idul Fitri terasa sangat berbeda karena wabah Covid-19.
Aktivitas manusia pun dibatasi. Kerumuman dan keramaian dibatasi demi mencegah penularan Covid-19. Tak terkecuali umat Islam yang baru saja merayakan berakhirnya Ramadhan. Namun sebagian umat Islam tetap berusaha merayakan Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19, meski dengan protokol kesehatan yang ketat.
Seperti pagi tadi saat ratusan umat Islam memenuhi bagian dalam hingga ruas jalan di depan Masjid Jami Annur, Kelurahan Kranji, Kota Bekasi Jawa Barat. Masjid besar yang terletak di jalan poros Jakarta–Bekasi tersebut tampak ramai dengan jemaah yang menunaikan shalat Idul Fitri..
“Tidak perlu bersalam-salaman ya bapak-bapak dan ibu-ibu,” terdengar suara dari pengeras suara beriringan dengan berakhirnya ibadah shalat Idul Fitri berjemaah di Masjid Jami Annur, Kelurahan Kranji, Kota Bekasi, Jawa Barat pada Minggu (24/5/2020) pagi tadi.
Sekilas tidak ada perbedaan yang mencolok antara shalat Id kali ini yang berada di tengah pandemi Covid-9 dan tahun-tahun sebelumnya. Umat menggelar sajadah masing-masing berjejeran dengan satu sama lain di atas aspal, tanpa ada jarak pemisah. Mungkin hanya penggunaan masker yang menjadi pembeda.
Penetapan Kelurahan Kranji sebagai zona hijau adalah mengapa shalat Idul Fitri bisa digelar di Masjid Jami Annur. Kelurahan ini adalah salah satu kelurahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bekasi sebagai zona hijau penyebaran Covid-19.
Total, 51 dari 56 kelurahan di kota ini telah ditetapkan sebagai zona hijau. Dengan demikian, ada 916 masjid di Bekasi yang diperkenankan menyelenggara shalat Idul Fitri berjemaah. Warga pun bersyukur atas keputusan ini.
”Alhamdulillah, Kranji termasuk zona hijau. Jadi, syukurlah kami bisa melakukan shalat Id berjemaah,” kata Ari (35), seusai menjalankan shalat Idul Fitri berjemaah.
Menurut dia, bisa menunaikan shalat Idul Fitri secara berjemaah memberikan sedikit kenormalan di tengah Covid-19 yang membuat segalanya tidak pasti; bisa sedikit menghibur hatinya yang sedih tidak bisa mudik ke Kebumen, Jawa Tengah, untuk bertemu dengan orangtuanya.
Alhamdulillah, Kranji termasuk zona hijau. Jadi, syukurlah kami bisa melakukan shalat Id berjemaah.
Hal yang sama juga disampaikan Anton (40), warga Kranji lainnya. Ia menyebut zona hijau di kelurahannya adalah berkah dari Tuhan. ”Ketika daerah-daerah lain merah, kami di sini hijau terus,” katanya.
Keputusan Pemkot Bekasi untuk memperbolehkan shalat Idul Fitri berjemaah memang agak berbeda dengan keputusan yang diambil oleh sejumlah pemda di kawasan Jabodetabek lainnya.
Jajaran Pemkot Bekasi menilai, saat ini penyebaran Covid-19 di wilayahnya semakin menyempit. Kelurahan yang ditetapkan zona hijau menunjukkan tidak ada penyebaran baru ataupun jumlah ODP dan PDP yang terus menurun.
”Wilayah itu juga bisa menjaga laju perhitungan reproduksi virus di angka 0,71. Artinya di Kota Bekasi, satu orang positif belum tentu akan menularkan ke satu orang lainnya,” kata Kepala Bagian Humas Pemkot Bekasi Sajekti Rubiyah.
Sebagai persiapan untuk penyelenggaraan ibadah shalat Idul Fitri ini, Pemkot Bekasi mendistribusikan 3.664 botol hand sanitizer ke 916 masjid yang masuk dalam kelurahan zona hijau.
Baca juga : Grebeg Syawal Ditiadakan, Keraton Yogyakarta Bagikan ”Ubarampe” Gunungan
Dalam Surat Keputusan Bersama yang diterbitkan oleh Wali Kota Bekasi, Kapolres Metro Bekasi Kota, Dandim 0507/Bekasi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, dan Dewan Masjid Indonesia Kota Bekasi, sejumlah protokol harus dipenuhi setiap masjid yang menggelar shalat Idul Fitri.
Protokol tersebut antara lain harus ada pemeriksaan identitas yang memungkinkan hanya warga kelurahan setempat yang mengikuti ibadah di masjid tersebut. Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) setempat juga diminta tidak mendatangkan imam, khatib, dan jemaah dari luar RT atau RW setempat.
Pemkot Bekasi meyakini dengan berbagai protokol kesehatan yang ditetapkan tersebut, diharapkan tidak ada kluster penyebaran baru yang terbentuk. Namun, Sajekti mengingatkan, jika semua tidak tertib dan konsisten dengan protokol kesehatan, laju pertumbuhan ODP dan PDP kembali bisa meningkat.
Baca juga : Shalat Idul Fitri Berjemaah di Masjid, Protokol Kesehatan Jadi Pegangan
Potensi kluster baru
Kegiatan keagamaan dengan jumlah peserta yang besar memang menjadi dilema di tengah pandemi Covid-19. Karakteristik kegiatan agama yang mempertemukan masyarakat dari daerah-daerah dapat mengakselerasi penyebaran penyakit menular ini.
Salah satu kasus paling terkenal terkait dengan Gereja Shincheonji di Korea Selatan. Pusat Pengendalian Penyakit Menular Pemerintah Korea Selatan (KCDC) menyebut bahwa, 4.482 kasus positif Covid-19 di negara tersebut memiliki kaitan dengan para umat gereja tersebut.
Sabtu (23/4/2020) kemarin, DW melaporkan, sebuah gereja di Frankfurt, Jerman, menjadi salah satu kluster penyebaran dengan 40 kasus positif setelah pemerintah memperbolehkan kegiatan keagamaan kembali boleh digelar mulai 1 Mei.
Acara tablig akbar di Sri Petaling, Kuala Lumpur, Malaysia, pada 28 Februari–1 Maret lalu pun berkontribusi besar pada jumlah total kasus positif di Malaysia. Pada awal April 2020, Kementerian Kesehatan Malaysia mengatakan bahwa hampir setengah, yakni 1.545 dari 3.483 kasus positif di negara itu, berasal dari acara tablig akbar tersebut.
Di Amerika Serikat, pekan lalu, ibadah di sebuah gereja di Negara Bagian Arkansas juga membentuk kluster penyebaran baru. Dari 92 peserta, 35 di antaranya dipastikan telah positif Covid-19. Bahkan tiga di antaranya kemudian meninggal.