Jelang Masa Transisi Normal Baru, PT MRT Siapkan Protokol Lebih Ketat
Saat masa transisi menjelang normal baru, PT MRT Jakarta menyusun protokol ”Bangkit” agar sarana transportasi publik tidak menjadi sarana persebaran Covid-19.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta bersiap memasuki masa transisi menjelang normal baru. Selain menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat dalam penyelenggaraan layanan angkutan, PT MRT Jakarta juga menyiapkan simulasi layanan angkutan untuk bisa menyesuaikan dengan jumlah penumpang yang diperkirakan meningkat sejalan dengan relaksasi PSBB.
Muhamad Kamaluddin, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta, Minggu (31/5/2020), menjelaskan, saat ini ada sejumlah protokol yang tengah disiapkan PT MRT Jakarta menuju transisi normal baru. Sejumlah layanan akan ada perubahan.
Secara terpisah, dalam wawancara hari Jumat (29/5/2020), Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar menjelaskan, protokol yang disiapkan disebut sebagai protokol bangkit. Protokol masih menerapkan aturan-aturan yang memenuhi aspek kesehatan guna mencegah persebaran virus korona, sama seperti saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tetapi lebih ketat lagi.
William menjelaskan, protokol ”bangkit” memiliki pemahaman bersih, di mana perusahaan selalu memastikan kebersihan dan kesehatan layanan. Kereta akan selalu dibersihkan dengan disinfektan saat pagi sebelum dioperasikan, serta malam saat sesudah pelayanan. Setiap tiga hari sekali kereta juga dicuci.
Keamanan pengguna juga diperhatikan PT MRT untuk menekan potensi pengguna MRT terpapar Covid-19. Di antaranya dengan pengecekan suhu tubuh sejak awal memasuki stasiun, penyediaan hand sanitizer, serta kewajiban penumpang mengenakan masker.
PT MRT Jakarta juga berupaya mengutamakan kenyamanan penumpang pada masa transisi. Di antaranya dengan selalu menjaga jarak antarpenumpang 1 meter, serta tetap menerapkan antrean, baik di pintu masuk, di gerbang pembayaran, maupun di peron.
Aspek lain yang diperhatikan adalah go green atau ramah lingkungan. PT MRT mendorong pengurangan emisi dalam bertransportasi, juga mendorong integrasi transportasi publik dengan bersepeda dan berjalan kaki.
”Juga aspek inovasi dengan teknologi, khususnya dalam hal layanan di mana penumpang sudah bisa menggunakan QR ticketing melalui telepon genggam demi mengurangi interaksi dengan petugas loket dan dengan tata kelola baik,” ujar William.
Simulasi layanan dalam pembatasan
Untuk bisa menerapkan protokol itu, PT MRT Jakarta masih akan menerapkan pembatasan jumlah penumpang per kereta, yaitu pada kisaran 60-70 orang per kereta. Normalnya 250 penumpang per kereta. Untuk itu, PT MRT Jakarta akan menerapkan kuota per stasiun.
”Kita akan menghitung satu stasiun itu maksimum mampu menampung berapa penumpang yang bisa masuk ke stasiun tersebut. Kita sudah punya sistem yang menentukan berapa banyak kapasitas sebuah stasiun sehingga bisa kita batasi mulai dari pintu masuk. Dengan begitu, antrean tercipta di pintu masuk, area gerbang pembayaran, juga platform atau peron sampai dengan masuk ke kereta,” kata William.
William mencontohkan Stasiun Bundaran HI. ”Kalau kapasitas di Stasiun Bundaran HI, misalnya 60 orang, tidak bisa juga kita isi 60 karena nanti di Stasiun Dukuh Atas juga akan ada yang naik. Jadi, setiap stasiun itu punya kapasitas, punya target. Ini yang akan kita simulasikan. Setiap stasiun itu berapa, sih, kapasitasnya untuk memastikan bahwa kereta itu tetap bisa mengakomodasi penumpang yang ada di setiap stasiun supaya terdistribusi dengan baik. Jangan sampai, misal, di sini kita tampung semua penumpang, ternyata di Dukuh Atas penumpang sudah tidak bisa naik. Penumpukannya ada di Dukuh Atas. Nah, ini strategi yang kita bangun pada fase simulasi nanti,” katanya.
Agar saat relaksasi PSBB tidak terjadi penumpukan penumpang, PT MRT Jakarta mengantisipasi dengan berkirim surat kepada para pemilik gedung perkantoran di sepanjang Jalan Sudirman dan Thamrin. Tujuannya adalah supaya setiap kantor bisa menyusun waktu kerja yang fleksibel sehingga tidak semua menggunakan transportasi umum pada jam sibuk yang sama.
”Kita meminta mereka mendukung langkah kita, salah satunya dengan menerapkan jam kerja yang fleksibel. Kami siap bekerja sama,” ucap William.
Jika dalam kondisi normal jam sibuk ada di rentang pagi dan sore hari, lalu dengan adanya PSBB jam sibuk pagi ada di pukul 07.00-09.00 dan 16.00-18.00, pada masa transisi bisa saja jam sibuk menjadi lebih lama. Maka, PT MRT Jakarta juga akan bersiap memperpanjang rentang jam sibuk dan jarak kedatangan antarkereta supaya penumpang bisa terlayani.
”Pada saat PSBB kita terapkan jam operasi 06.00-18.00, lalu headaway 30 menit, jarak antarkereta 30 menit, dan kami hanya operasikan tiga kereta. Pada saat memasuki fase pemulihan atau fase transisi, kita akan kembali ke situasi normal. Headaway saat jam sibuk 5 menit sekali, dan saat jam tidak sibuk 10 menit sekali, kemudian kereta juga akan operasi pukul 05.00-21.00. Namun, kami sambil melihat kebutuhannya akan seperti apa. Kalau kebutuhannya banyak di peak hour, kami akan tambah jumlah atau waktu dari jam sibuk tadi. Tergantung dari jumlah penumpang,” ujarnya.
Di sisi lain, PT MRT tetap berharap supaya relaksasi tidak dilakukan bersama-sama, tetapi bertahap per sektor.
”Demand management itu yang sedang kami siapkan. Karena, pada saat nanti, misalnya, PSBB mulai direlaksasikan, penumpang mulai masuk kantor, akan ada banyak pergerakan orang menggunakan transportasi publik. Kita berharap bahwa dengan jumlah yang naik, kita tetap bisa mengontrol, kita tetap bisa menerapkan standar-standar prosedur kesehatan yang ketat tadi. Dan, ini akan kita laksanakan setegas-tegasnya untuk memastikan fasilitas transportasi publik itu tetap bisa menjadi sarana yang memutus persebaran rantai Covid-19,” kata William.