Pembatasan sosial berskala besar perpanjangan di Tangerang Raya dinilai semakin longgar. Titik pemeriksaan ditiadakan. Kondisi itu bertentangan dengan semangat PSBB sebagai pemanasan sebelum masuk normal baru.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Pembatasan sosial di Tangerang Raya kian longgar seiring tiadanya pemeriksaan bagi warga luar yang masuk. Kondisi ini bertentangan dengan pembatasan sosial berskala besar sebagai ajang pemanasan sebelum normal baru yang diserukan Gubernur Banten.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Tangerang Raya resmi diperpanjang mulai kemarin, Senin (1/6/2020), hingga 14 Juni 2020. Keputusan memperpanjang PSBB diambil Gubernur Banten Wahidin Halim saat rapat bersama kepala daerah di Tangerang Raya.
Melalui keterangan resmi, Wahidin menyatakan, PSBB masih perlu diperpanjang karena kendati kasus Covid-19 di Banten mulai menurun, jumlah pasien dalam pengawasan masih ada. Angka kasus pun belum bisa ditekan semaksimal mungkin.
Oleh sebab itu, sebelum memasuki fase normal baru, Wahidin berharap PSBB perpanjangan ini bisa digunakan sebagai ajang pemanasan.
Kenyataan di lapangan berkata lain. PSBB perpanjangan yang semestinya dimanfaatkan secara baik untuk makin menumbuhkan kedisiplinan warga sebelum normal baru justru berlangsung antiklimaks.
Titik pemeriksaan yang sebelumnya disebar Pemerintah Kota Tangerang Selatan, misalnya, kini sudah ditarik. Pos-pos pemeriksaan yang dulu didirikan di tepi jalan untuk memeriksa penerapan protokol kesehatan bagi warga sudah tidak ada lagi.
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Tangsel Aplahunnajat mengatakan, sudah tidak ada lagi pemeriksaan ketat bagi warga luar yang memasuki wilayah Tangsel oleh petugas Dinas Perhubungan Tangsel. Pemeriksaan hanya ada di wilayah perbatasan antara DKI Jakarta dan Tangsel. Di sana, petugas dari DKI Jakarta melakukan pemeriksaan penerapan protokol kesehatan dan surat izin keluar masuk (SIKM) DKI Jakarta.
”Titik-titik pemeriksaan (di Tangsel) sudah tidak ada. Jadi, kalau ada pemeriksaan bagi orang yang mau ke Tangerang Selatan, itu dilakukan petugas dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” ujarnya.
Titik-titik pemeriksaan (di Tangsel) sudah tidak ada. Jadi, kalau ada pemeriksaan bagi orang yang mau ke Tangerang Selatan, itu dilakukan petugas dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sebagai gantinya, petugas gabungan kini lebih memfokuskan pengawasan di tempat-tempat publik yang ramai di Tangsel. Disinggung mengenai kebijakan menarik titik pemeriksaan, Aplahunnajat tidak bersedia berkomentar.
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany yang coba dikonfirmasi belum memberikan jawaban.
Hal serupa juga diutarakan Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang Wahyudi Iskandar. Ia mengatakan, titik pemeriksaan di Kota Tangerang per 1 Juni 2020 telah ditiadakan dan diganti dengan pos pantau yang disebar di enam pusat keramaian.
Alasan ditiadakannya titik pemeriksaan, kata Wahyudin, adalah karena arus balik telah melandai pada H+7 Lebaran. Oleh sebab itu, Pemkot Tangerang kini lebih memfokuskan pengawasan penerapan protokol kesehatan di pusat-pusat keramaian melalui keberadaan pos pantau.
”Karena tidak ada penambahan orang masuk, sekarang kami ganti dengan pola sweeping di beberapa titik dengan personel gabungan. Kami berputar dengan pola sweeping untuk melihat kepatuhan,” katanya.
Penekanan pengawasan melalui pos pantau dirasa perlu karena arus keluar-masuk kendaraan di wilayah Kota Tangerang telah dilakukan petugas dari DKI Jakarta melalui pemeriksaan SIKM dan Pemerintah Kabupaten Tangerang di perbatasan masuk Tangerang di Cikupa. Dengan demikian, Wahyudi menilai, orang yang masuk wilayah Tangerang sudah terseleksi sehingga pihaknya hanya memastikan protokol kesehatan telah diterapkan di pusat-pusat keramaian.
Dihubungi secara terpisah, analis kebijakan publik dan politik Universitas Syekh-Yusuf, Tangerang, Adib Miftahul, menilai apa dilakukan Pemkot Tangsel dan Pemkot Tangerang sebagai bentuk ambiguitas. Sebab, ketiadaan titik pemeriksaan justru berpotensi membuat PSBB kian longgar dan dilanggar masyarakat.
Adib mengatakan menyaksikan sendiri bagaimana jalanan mulai ramai dan orang-orang berlalu lalang tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Bagi dia, kondisi tersebut bertentangan dengan semangat yang diserukan Wahidin Halim.
”Kalau Gubernur Banten (Wahidin) bilang PSBB ini sebagai pemanasan, seharusnya penerapan aturan PSBB makin digalakkan. Bukan seperti sekarang yang semakin longgar dari PSBB tahap pertama sampai ketiga ini,” ujarnya.
Kalau Gubernur Banten (Wahidin) bilang PSBB ini sebagai pemanasan, seharusnya penerapan aturan PSBB makin digalakkan. Bukan seperti sekarang yang semakin longgar dari PSBB tahap pertama sampai ketiga ini.
Penerapan disiplin semestinya jauh lebih ketat. Sebab, kata Adib, saat normal baru, orang akan beraktivitas seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan. Dengan demikian, jika makin longgar saat PSBB, dikhawatirkan masyarakat akan tidak terbiasa menerapkan protokol kesehatan saat normal baru.
”Semestinya masyarakat makin dibiasakan menerapkan protokol kesehatan. Caranya dengan pos-pos pemeriksaan. Dicek ketaatannya menerapkan protokol kesehatan. PSBB sekarang sudah longgar sekali,” katanya.