Pasar Kedip di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menjadi sepi lantaran penemuan kasus Covid-19 pada awal Juni silam. Protokol jaga jarak fisik turut memicu kondisi sepinya pasar.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Srikawi (61) membereskan dagangannya di Pasar Kedip Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sekitar pukul 11.00, Jumat (12/6/2020). Waktu tutup itu sebenarnya cukup dini untuk pasar yang biasanya buka hingga sore hari. Namun, atas kesepakatan bersama pedagang, pasar tersebut kini tutup pada pukul 12.00.
Alasan tutup sedini itu dipilih pedagang lantaran munculnya kasus positif Covid-19 dari seorang pedagang pada 1 Juni 2020. Setelah sempat tutup selama sepekan kemarin, area Pasar Kedip baru kembali buka pada Senin, 8 Juni lalu.
Kini, setiap hari, pada pukul 12.00, kawasan pasar disemprot cairan disinfektan oleh petugas dari Kelurahan Kebayoran Lama. Kendati begitu, Tini (68), warga setempat, belum berani berbelanja ke pasar itu lantaran risiko penularan yang kemungkinan tinggi.
”Saya lewat saja tidak berani, apalagi berbelanja ke pasar itu. Sebab, kita tidak pernah tahu pasti risiko penularan yang terjadi di sana,” ujar perempuan itu.
Lurah Kebayoran Lama Selatan Prasetyo Murbadi terpaksa mengambil keputusan itu demi menjaga kesehatan warga setempat. Pada 1 Juni silam, dua dari sekitar 20 pedagang yang menjalani pemeriksaan diketahui positif Covid-19. Berdasarkan penelusuran, dua pedagang buah itu diduga tertular saat mengunjungi dua lokasi, yakni tempat tinggal mereka di kawasan Cipulir, atau saat menerima pasokan buah dari Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur.
”Atas pertimbangan itu, kami menutup pasar setempat demi mencegah penularan kluster pasar,” ujar Prasetyo. Penutupan itu juga didasari banyaknya kemunculan kluster penularan Covid-19 di sejumlah pasar selain di Jakarta.
Pedagang terdampak
Kendati telah mengisolasi pasar dan menerapkan jaga jarak fisik, pedagang tetap terimbas kerugian karena warga yang enggan mengunjungi pasar. Srikawi, misalnya, hari ini membuang 30 tempe mentah dan 200 tahu goreng yang tidak laku dijual sejak Kamis (11/6/2020). Dia juga sulit mendapatkan penjualan sampai Rp 500.000.
”Kalau dagangan tidak laku, ya, mau enggak mau harus dibuang. Padahal, kami sekarang sudah menerapkan protokol jaga jarak fisik, uang kembali untuk pembeli pun kami taruh di tempat terpisah. Selain itu, para pedagang pun selalu mawas diri dengan mencuci tangan,” tutur Srikawi.
Hal serupa dialami Agus (60), pedagang yang khusus berjualan produk sembako. Uang sekitar Rp 1 juta untuk berbelanja di Pasar Kebayoran Lama kerap tidak menghasilkan untung. ”Boro-boro untung, balik modal saja sulit,” ungkap Agus.
Ahli perkotaan dari Universitas Tarumanegara, Suryono Herlambang, menuturkan, penularan pada kluster pasar memang menjadi kasus yang perlu diwaspadai belakangan ini. Sebab, ada sejumlah kontak fisik yang sulit dicegah saat bertransaksi di pasar.
Sejumlah kegiatan, seperti tawar-menawar, lalu memberikan uang kepada pedagang, bisa menjadi medium penularan yang berisiko tinggi. Menurut dia, pemerintah sebagai regulator perlu mencegah praktik berkerumun saat transaksi di pasar.
Apabila memungkinkan, pasar dibuat benar-benar berjarak. ”Memang sulit sekali untuk mencegah interaksi sosial di pasar. Hal itu adalah sebagian dari seni berbelanja di pasar. Namun, kondisi semacam ini tetap harus dilakukan demi mencegah penularan,” tutur Suryono.
Suryono menyarankan agar pemerintah setempat fokus mencegah interaksi sosial di pasar. Cara semacam pembagian operasional pada tanggal ganjil dan genap dianggap inisiatif menarik kendati eksekusinya pun harus diawasi secara ketat.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) sebelumnya mencatat, sebanyak 51 pedagang pasar positif Covid-19 di sejumlah wilayah Jakarta. Puluhan pedagang itu ada di Pasar Perumnas Klender, 20 pedagang; Pasar Mester Jatinegara, 1 orang positif; Pasar Serdang Kemayoran, 9 orang positif; Pasar Kedip Kebayoran Lama, 2 orang positif; Pasar Rawa Kerbau Cempaka Putih, 14 orang positif; dan Pasar Induk Kramat Jati, 5 pedagang positif.
Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi DPP Ikappi Reynaldi Sarijowan menyarankan pengelola pasar dan pemerintah perlu aktif menyosialisasikan protokol jaga jarak fisik secara intensif. Sebab, masih banyak celah kontak fisik yang lolos dari pemantauan petugas.
Komunikasi semacam itu, menurut Reynaldi, merupakan satu-satunya cara yang paling efektif. ”Ajak para pedagang berbicara, sampaikan maksud dan aturan yang akan diterapkan terkait Covid-19 secara komunikatif,” ujarnya.