Jika konflik muncul dan individu dalam keluarga tidak mampu menyelesaikan masalahnya, tekanan psikologis bakal timbul.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
Kejahatan Aulia Kesuma (35) menghabisi nyawa suami dan anak tirinya secara berencana sudah diganjar hukuman mati oleh hakim. Namun, secara lebih luas, kasusnya bisa menjadi bahan renungan dalam membangun hidup berkeluarga.
Pernikahan Aulia dan Edi Candra Purnama alias Pupung (54) merupakan kali kedua bagi keduanya. Dari pernikahan sebelumnya, Edi membawa seorang anak bernama M Adi Pradana atau Dana (23), sedangkan Aulia juga sudah memiliki anak bernama Geovanni Kelvin (18) meskipun muncul keraguan tentang status Kelvin, apakah memang anak atau keponakan yang sudah dianggap anak oleh Aulia.
Salah satu pemicu utama Aulia memotori pembunuhan Edi dan Dana, dengan melibatkan Kelvin dan eksekutor bayaran, adalah kebuntuan yang dihadapi Aulia akibat utang Rp 10 miliar untuk membiayai usaha makanan dan toko. Ia berkali-kali membujuk Edi agar menjual aset tanah di Lebak Bulus, Jakarta, yang diperkirakan bernilai Rp 14 miliar untuk membereskan pinjaman berbunga Rp 20 juta per bulan itu. Namun, Edi selalu tegas menolak.
Lia Sutisna Latif dari Humas Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) berpendapat, dalam membangun hidup berkeluarga, mengenal kepribadian pasangan idealnya diawali jauh sebelum pernikahan. Selain untuk mengenal karakter, masa pra-pernikahan juga untuk membahas visi dan misi ke depan. ”Visi misi tidak hanya tentang cara membesarkan anak, tetapi juga pembicaraan (mengenai) pekerjaan dan harta,” ujarnya saat dihubungi pada Selasa (16/6/2020).
Visi misi tidak hanya tentang cara membesarkan anak, tetapi juga pembicaraan (mengenai) pekerjaan dan harta. (Lia Sutisna Latif)
Lia menambahkan, seseorang bisa bertindak di luar dugaan atau menjadi antisosial karena sejumlah faktor. Selain masalah finansial, ada pula dorongan rasa frustrasi akibat konflik di keluarga. Jika konflik muncul dan individu dalam keluarga tidak mampu menyelesaikan masalahnya, tekanan psikologis bakal timbul.
Sikap membiarkan masalah tidak boleh diambil karena akhirnya akan merugikan salah satu pihak. Contoh ekstremnya, anak menyiksa ayah atau ibunya karena orangtua tidak mau membelikan dia sepeda motor. Penyelesaian bersama diperlukan sampai menghasilkan keputusan yang disepakati.
”Memahami kesulitan individu itu juga tugas semua anggota keluarga,” ujar Lia. Sebab, terkadang individu dalam keluarga ”gengsi” mengungkapkan masalah yang dihadapi. Kepekaan dan komunikasi dalam keluarga mesti diasah.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati bagi Aulia saat pembacaan putusan, Senin (15/6/2020). Tidak hanya bagi dia, tetapi juga Kelvin, anaknya.
”Satu, menyatakan terdakwa satu Aulia Kesuma dan terdakwa dua Geovanni Kelvin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana. Dua, menjatuhkan terdakwa atas nama Aulia Kesuma dan terdakwa dua atas nama Geovanni Kelvin masing-masing dengan pidana mati,” ucap Ketua Majelis Hakim Yosdi, seperti diwartakan Kompas.com (Hukum Mati untuk Aulia Kesuma)
Kepolisian Daerah Metro Jaya bersama Kepolisian Resor Sukabumi, Polda Jawa Barat, mengungkap pembunuhan Edi dan Dana tidak lama setelah kejadian. Penyelidikan bermula ketika ada sebuah mobil terbakar di Sukabumi.
Inspektur Jenderal Rudi Sufahriadi, Kepala Polda Jawa Barat, mengatakan, petugas Polres Sukabumi mencari data mobil yang terbakar. Mobil diketahui milik Edi yang beralamat di Lebak Bulus. Dari penelusuran polisi, dugaan otak pembunuhan mengarah ke Aulia (Kompas, 28/8/2019). Penanganan kasus dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Polisi kemudian mengetahui bahwa pembunuhan terjadi di rumah Edi, di Lebak Bulus, Jumat (23/8/2019) dan Sabtu (24/8/2019). Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya saat itu, Komisaris Besar Argo Yuwono (sekarang Kepala Divisi Humas Polri berpangkat irjen), mengatakan, Edi tidak sadar setelah diberi jus bercampur obat tidur pada 23 Agustus malam. Dua orang bayaran Aulia berinisial A dan S lantas memegangi Edi, sedangkan Aulia membekap suaminya dengan handuk berlumur alkohol.
Setelah itu, ketiganya masuk kamar Dana. Ia juga tidak sadarkan diri akibat minum minuman keras yang diberi obat tidur. Kelvin membekap Dana dengan handuk berlumur alkohol, dibantu ibunya yang memegangi kaki Dana.
Tubuh Edi dan Dana yang sudah tidak bergerak lagi lantas dimasukkan ke dalam mobil yang dikemudikan Kelvin dan dibawa ke Sukabumi. Aulia turut serta dengan mobil berbeda. Keduanya tiba di Sukabumi pada 25 Agustus 2019 sekitar pukul 11.00. Atas perintah Aulia, Kelvin mengguyurkan delapan botol bensin ke jasad korban. Kelvin menderita luka bakar karena ia masih duduk di dalam mobil saat menyalakan korek api untuk membakar jenazah.
Niat menguasai harta ditengarai menjadi pendorong kekejian Aulia, termasuk akibat utang miliaran rupiah yang menjeratnya. ”Dia berkeyakinan kalau menghabisi suami dan anak tirinya dia berhak atas harta benda itu sehingga itu yang membuatnya melakukan pembunuhan berencana,” kata Kombes Suyudi Ario Seto, saat itu Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya (Kompas, 3/9/2019).
Dia berkeyakinan kalau menghabisi suami dan anak tirinya, dia berhak atas harta benda itu sehingga itu yang membuatnya melakukan pembunuhan berencana.
Rencana pembunuhan yang berujung pembakaran jasad korban di mobil bukanlah yang pertama. Rencana pertama menggunakan cara mistis, yakni santet. Hal itu dilakukan setelah Aulia curhat kepada mantan asisten rumah tangganya. Namun, santet rupanya tidak mempan.
Berikutnya, Aulia merencanakan pembunuhan suaminya dengan senjata api. Ia mencari eksekutor yang bersedia sekaligus mencari senjata api di Yogyakarta. Rencana ini pun gagal, padahal ia sudah mengeluarkan Rp 35 juta.
Eksekusi pun berjalan dengan rencana terakhir. Untuk strategi ini, Aulia menyewa empat orang asal Lampung dengan janji bayaran Rp 200 juta per eksekutor. Namun, hanya dua yang kemudian jadi terlibat, yakni A dan S.
Pembunuhan dirancang sejak 22 Agustus. Mereka berencana mengakhiri eksekusi dengan membakar jasad korban di rumah agar terlihat seperti korban kebakaran. Cara itu sempat berjalan, tetapi api tidak menghanguskan rumah karena para tetangga lebih dulu tahu sehingga kebakaran cepat dijinakkan. Itulah yang membuat para pelaku beralih ke cara membakar jenazah di dalam mobil.
Persiapan sedemikian rupa ternyata tidak lantas membuat Aulia mampu menghapus jejak kejahatannya. Polisi dengan segala teknik penyelidikan dan penyidikan membuat pertanggungjawaban mesti dijalani Aulia dan orang-orang yang terlibat. Aulia pun harus membayar nyawa suami dan anak tirinya dengan nyawanya.