Mendampingi PPDB Sekalian Mendengarkan Curhat Orangtua
Wali kelas di SD tempat adik Mulyani bersekolah mengarahkan dia untuk mengontak Yola, Aisyah, dan Fakhri. Kini, setelah berbincang-bincang melalui telepon, Mulyani mengaku lebih memahami tata cara PPDB.
Hari Selasa (16/6/2020) pukul 07.00, tiga mahasiswa: Aisyah Zuhudi (20), Yolawati Arifin (20), dan Fakhri Aditya Putra (20), duduk bersila di lantai ruang tamu kediaman orangtua Fakhri di Kelurahan Pondok Kacang Barat, Kota Tangerang Selatan, Banten. Mereka sibuk menatap komputer pangku masing-masing. Sesekali mereka melihat pesan-pesan yang masuk ke aplikasi Whatsapp lalu ke layar komputer. Setelah itu, kembali membalas pertanyaan di Whatsapp.
Mereka bertiga sedang tidak mengerjakan tugas kuliah, tetapi membantu mendampingi para orangtua dan wali murid untuk melakukan pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) khusus SMP negeri di Tangerang Selatan (Tangsel). Hingga pukul 12.00, ada 30 orangtua dan wali murid yang mengontak mereka. Padahal, ini baru hari pertama PPDB SMP. Ketika dihubungi kembali pada hari Selasa (23/6/2020), Aisyah mengungkapkan sudah 50 orangtua dan wali murid yang meminta bantuan mereka.
”Enggak cuma ngasih petunjuk PPDB, kami juga sekalian jadi tempat curhat orangtua,” kata Yola, mahasiswi semester VI jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, ini, seusai menyelesaikan permohonan terakhir untuk hari itu. Ketiga mahasiswa itu tidak menyangka poster daring yang mereka buat di media sosial akan viral di kalangan orangtua.
Baca juga : Posko PPDB Bantu Orangtua Calon Siswa Mendaftar Sekolah
Semua bermula ketika Aisyah diminta bantuan oleh ibunya mengurus pendaftaran adik ke SMA. Pandemi Covid-19 mengakibatkan peraturan PPDB di Tangsel diubah menjadi murni daring. Mahasiswi jurusan Metrologi dan Instrumentasi Akademi Metrologi, Bandung, ini, pun segera membuka laman resmi PPDB Tangsel.
Berbeda dengan laman PPDB Jakarta yang mengakomodasi semua jenjang mulai dari SD hingga SMK, di Tangsel setiap jenjang memiliki situs internet tersendiri. Bagi Aisyah, anak muda yang terbiasa mengakses internet pun perlu waktu untuk memahami arahan di laman-laman PPDB tersebut. Wajar jika ibunya kesulitan mengikuti tata cara PPDB daring.
Seusai menuntaskan pendaftaran adik ke sekolah tujuan, orangtua Aisyah menginformasikan kepada tetangga bahwa jika mereka mengalami kesulitan melakukan PPDB bisa meminta tolong kepadanya.
”Akhirnya saya membantu para tetangga dan jadi kepikiran pasti banyak sekali orangtua yang kebingungan cara mendaftarkan anak mereka,” tuturnya.
Swadaya
Ia pun mengontak Yola dan Fakhri, teman-teman sesama alumnus SMPN 14 Tangsel yang akrab dengannya hingga kini. Kebetulan, mereka semua kuliah di rumah karena kampus-kampus ditutup akibat pandemi. Kedua temannya setuju untuk membuka layanan pendampingan orangtua dan wali murid melakukan PPDB. Guna menjaga efektivitas kinerja, mereka sepakat membatasi hanya untuk PPDB SMP di Tangsel. Layanan dibuka pada 16-20 Juni pukul 07.00-12.00. Mereka bertiga swadaya membiayai kuota internet yang digunakan.
Fakhri, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, mengatakan, orangtua mengontak mereka melalui pesan Whatsapp. Semuanya mengutarakan kebingungan mengenai cara PPDB daring. Mereka juga tidak memahami fitur-fitur di laman PPDB.
Bahkan, masih banyak orangtua yang tidak mengetahui jenis-jenis dokumen yang harus disiapkan. Oleh sebab itu, dirinya, Yola, dan Aisyah yang membaca semua jenis petunjuk PPDB dan menerjemahkannya ke dalam bahasa yang lebih membumi dan dimengerti orangtua.
Baca juga : Mengurai Sistem Zonasi PPDB
Langkah pertama ialah meminta orangtua mengirim nomor induk kependudukan (NIK) anak dan kartu keluarga (KK) melalui Whatsapp. Mereka kemudian memasukkannya ke laman PPDB. Apabila NIK dan nomor KK itu betul, akan muncul data kependudukan anak beserta alamat lengkap. Dari sana, mereka menyilangkan data dengan nama-nama SMP negeri.
PPDB Tangsel menggunakan sistem zonasi. Artinya, setiap anak hanya bisa mendaftar ke satu sekolah yang berada di dalam kelurahan tempat mereka tinggal. Di setiap kelurahan ada empat hingga enam SMP negeri. Orangtua dan anak hendaknya memilih sekolah yang jaraknya paling dekat dari rumah karena kesempatan diterima lebih besar. Jika tidak diterima, anak bisa mendaftar ke sekolah lain pada PPDB gelombang kedua.
”Kami mengirim daftar nama SMP di dalam kelurahan kepada orangtua disertai penjelasan bahwa seleksi berdasarkan jarak rumah ke sekolah. Setelah itu, orangtua akan mengirim pesan kembali mengenai SMP yang mereka putuskan sebagai tujuan pendaftaran,” papar Fakhri.
Ia mengungkapkan orangtua kebingungan dengan jenis-jenis formulir pendaftaran. Ada formulir khusus untuk anak dengan NIK Tangsel yang lulus dari SD di Tangsel, tetapi ada pula formulir untuk anak warga Tangsel yang lulus dari SD di kota atau provinsi lain.
Misalnya, warga Ciputat kerap menyekolahkan anak mereka ke Jakarta Selatan karena wilayah itu tepat di perbatasan. Orangtua sering tidak mengetahui bahwa untuk PPDB SMP, letak SD tempat anak bersekolah menentukan jenis berkas yang harus dilampirkan.
Belum lagi jika orangtua ingin mendaftarkan anak melalui jalur-jalur lain, seperti jalur afirmasi yang wajib menyertakan bukti Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP). Juga ada jalur prestasi yang harus dibarengi dengan nilai rapor selama SD ataupun piagam-piagam penghargaan.
”Bahkan, orangtua sering kebingungan membaca petunjuk. Mereka sering keliru memahami berkas yang perlu disetor aslinya dengan berkas yang hanya berupa salinan dan dilegalisasi,” ujar Fakhri.
Ketiga mahasiswa ini kemudian meminta setiap orangtua yang berkonsultasi dengan mereka untuk memotret berkas-berkas itu dan dikirim melalui Whatsapp. Setelah itu, mereka menunjukkan berkas yang harus dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam amplop. Protokol keamanan Covid-19 Tangsel melarang orangtua untuk datang berkonsultasi ke sekolah. Semua berkas harus dikirim ke sekolah tujuan pendaftaran melalui layanan ojek daring atau pos.
Tempat curhat
Tak hanya membantu mendaftar, Aisyah, Yola, dan Fakhri juga harus menjadi tempat curhat para orangtua. Umumnya, orangtua tidak mengerti bahwa mereka harus mendaftarkan anak sesuai zona. Mendaftar ke sekolah di luar zona memang bisa, tetapi kuotanya terbatas, hanya 5 persen, yang berarti kesempatan anak untuk diterima juga rendah.
”Ada ibu yang mengeluh kepada saya tidak bisa mendaftarkan anak ke SMP impian karena di luar zona. Lalu meminta saya yang mengarahkan sebaiknya mendaftar di mana. Tentunya saya enggak bisa memberi arahan. Saya jelasin bahwa harus orangtua dan anak yang memutuskan dari daftar SMP di dalam zona masing-masing. Perlu waktu lama buat meyakinkan ibu itu,” kata Yola.
Baca juga : Pelayanan PPDB di Kota Bogor
Curhat lain dialami Aisyah, yang menampung keluh kesah seorang ibu tentang suaminya yang dipecat akibat krisis ekonomi selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Masuk ke SMP negeri adalah harapan satu-satunya bagi keluarga itu karena tidak memiliki biaya menyekolahkan anak ke SMP atau madrasah swasta.
”Saya kasihan, tapi mau bagaimana lagi? Saya menjelaskan bahwa kelulusan anak bukan berada di tangan kami. Sistem komputer PPDB otomatis menyeleksi anak berdasar jarak rumah,” ucapnya.
Ia mengutarakan ada kecemasan di antara mereka bertiga apabila anak tidak diterima di sekolah, orangtua akan menyalahkan mereka. Namun, kekhawatiran itu ditekan dengan tetap berpikir positif bahwa layanan ini tidak lain berlandaskan niat baik untuk membantu sesama.
Kurang sosialisasi
Bagi orangtua dan wali murid, kebutuhan menggunakan layanan dari tiga sekawan ini didasari kurangnya sosialisasi mengenai PPDB daring. Salah seorang ibu, yang bernama Unik, mengatakan, pihak SD tempat putrinya bersekolah sudah melakukan sosialisasi melalui media sosial, tetapi ia tidak memahaminya.
”Saya memang kurang mengerti cara memakai teknologi. Waktu saya bertanya-tanya tentang PPDB daringke orangtua murid yang lain, jawabannya macam-macam. Makin bingung,” ucapnya.
Untungnya salah satu wali murid memberi tahu adanya layanan pendampingan PPDB ini sehingga Unik segera meminta bantuan mahasiswa tersebut. Demikian pula dengan Mulyani (25), pekerja di industri garmen yang diminta orangtuanya mengurus PPDB adik bungsunya.
Kebingungan membaca fitur laman PPDB Tangsel, ia menghubungi operator yang tertera di situs tersebut. Akan tetapi, jawaban baru diperoleh beberapa hari kemudian, sedangkan waktu mendaftar PPDB sempit sehingga Mulyani khawatir jika ia melakukan sendiri akan menghabiskan berhari-hari.
Wali kelas di SD tempat adik Mulyani bersekolah mengarahkan dia untuk mengontak Yola, Aisyah, dan Fakhri. Kini, setelah berbincang-bincang melalui telepon, Mulyani mengaku lebih memahami tata cara PPDB sehingga ia pun bisa menjelaskan kepada kerabat atau teman yang hendak mendaftarkan anak mereka. Meskipun begitu, ia belum percaya diri untuk mengambil alih urusan PPDB adiknya. Mulyani akan terus berkonsultasi sampai adiknya benar-benar diterima di SMP negeri.
Per 23 Juni, tiga sekawan ini memantau banyak orangtua yang anaknya terdepak dari jalur zonasi karena jarak rumah ke sekolah terlalu jauh. Mereka mengonsultasikan bahwa masih ada jalur prestasi dan jalur afirmasi. Justru, jalur afirmasi memiliki kesempatan diterima lebih tinggi, tetapi sejauh ini baru ada 10 orangtua mendaftarkan anak melalui jalur itu.
Persaingan ketat
Persaingan dalam PPDB SMP di Tangsel terbilang cukup ketat. Kepala Dinas Pendidikan Tangsel Taryono, Rabu (17/6/2020), mengungkapkan, tahun 2020 ada 24.000 lulusan SD dan madrasah ibtidaiyah di kota tersebut. Sesuai pengalaman setiap tahun, setengah dari jumlah itu mendaftar ke SMP swasta. Sisanya sebanyak 12.000 anak mendaftar ke SMP negeri yang kuotanya hanya 7.500 bangku.
”Pemerintah Tangsel mendorong para orangtua yang berekonomi mampu agar menyekolahkan anak ke sekolah-sekolah swasta. Ada banyak sekolah swasta bermutu di Tangsel dengan ragam biaya yang terjangkau. Sekolah negeri memang diprioritaskan untuk anak-anak dari kalangan ekonomi rentan agar mereka bisa memenuhi Wajib Belajar 12 Tahun,” tuturnya.
Tahun ini, Dinas Pendidikan Tangsel menyelenggarakan PPDB dalam dua gelombang. Gelombang pertama adalah untuk jalur zonasi, afirmasi, dan anak-anak yang orangtuanya dipindahtugaskan ke Tangsel. Ketiga jalur ini mewajibkan orangtua mendaftarkan anak ke sekolah terdekat dari tempat tinggal.
Pengumuman hasil PPDB SMP gelombang pertama pada 26 Juni. Anak yang sudah diterima di SMP negeri diminta melakukan lapor diri dan mendaftar ulang. Jika hal ini tidak dilaksanakan, ia dianggap mengundurkan diri dan tidak diperkenankan mengikuti PPDB gelombang kedua sehingga mau tidak mau harus mendaftar ke sekolah swasta.
Gelombang kedua diperuntukkan bagi anak-anak yang tidak lolos pada gelombang pertama. Di tahapan ini, ada syarat tambahan berupa nilai rapor SD. Dapat pula dilampirkan bukti berbagai prestasi di bidang akademik, olahraga, ataupun seni.
Beruntung ada mahasiswa yang rela membantu para orangtua untuk mendaftarkan anaknya dalam PPDB daring. Setidaknya, aksi sosial mahasiswa tersebut berperan penting mencegah penularan Covid-19 karena orangtua bisa mendaftarkan anaknya sekolah tanpa harus berkerumun di sekolah.