Pejabat Pemprov DKI bisa dikenai sanksi jika terbukti tidak mematuhi ketentuan tata ruang.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Izin reklamasi di dua lokasi di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, bisa menjadi preseden buruk. Pembangunan di lokasi tertentu bakal dianggap bisa berjalan meski belum diatur dalam ketentuan terkait tata ruang.
Pemerintah Provinsi DKI memberi izin reklamasi di dua lokasi di kawasan Ancol melalui Keputusan Gubernur DKI Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) Seluas Lebih Kurang 35 Hektar dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas Lebih Kurang 120 Hektar. Izin diberikan pada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.
Namun, kepgub tersebut sama sekali tidak menggunakan ketentuan terkait tata ruang sebagai pertimbangan. Bahkan, Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sama sekali tidak dicantumkan. Selama belum ada revisi RDTR, perda itu menurut pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, semestinya masih berlaku.
”Jangan sampai ini menjadi preseden buruk ke depannya, memberikan izin pada suatu tempat yang tidak sesuai aturan-aturan,” kata Yayat saat dihubungi pada Kamis (2/7/2020).
Yayat berpendapat, jika mengacu Peta Zonasi Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, reklamasi untuk perluasan Dufan sudah direncanakan karena denah areanya sudah digambarkan di peta RDTR. Namun, reklamasi untuk perluasan Taman Impian Ancol Timur belum digambarkan sehingga tidak sesuai ketentuan tata ruang.
Yayat mengingatkan, pejabat Pemprov DKI bisa dikenai sanksi jika terbukti tidak mematuhi ketentuan tata ruang. Pasal 73 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang dipidana penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Yayat berharap Gubernur DKI Anies Baswedan bisa menjelaskan keputusan yang sudah diambil agar masyarakat tidak menganggap pembangunan pada lokasi yang belum diatur tata ruangnya sebagai sesuatu yang normal. Ia khawatir kepgub hanya menjadi ruang negosiasi bagi pengembang.
Yayat pun menduga UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan digunakan sebagai pertimbangan dalam kepgub agar Pemprov DKI bisa berargumen punya wewenang diskresi dalam memberikan izin reklamasi di kawasan Ancol. Berdasarkan Pasal 22 Ayat 2, setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintahan bertujuan melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, serta mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Anies sejak masih dalam kampanye calon gubernur sudah menyatakan berkomitmen menghentikan reklamasi. Dalam debat pemilihan kepala daerah DKI tanggal 12 April 2017, Anies menyatakan reklamasi berdampak buruk bagi nelayan serta lingkungan.
”Mengapa kita menolak reklamasi karena reklamasi itu justru memberikan dampak yang amat buruk kepada para nelayan kita. Selain itu, memberikan dampak kepada pengelolaan lingkungan,” ujar Anies kala itu.
Mengapa kita menolak reklamasi karena reklamasi itu justru memberikan dampak yang amat buruk kepada para nelayan kita. Selain itu, memberikan dampak kepada pengelolaan lingkungan.
Salah satu dampak terhadap lingkungan adalah adanya pulau-pulau reklamasi berpotensi menjadikan banjir sebagai fenomena rutin karena air yang mengalir dari 13 sungai ke Teluk Jakarta dihadapkan dengan daratan buatan.
Dengan merujuk pada janji kampanye Anies dan fakta pemberian izin reklamasi perluasan dua area di Ancol, Deputi Pengelolaan Pengetahuan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Parid Ridwanuddin, menilai janji penghentian reklamasi hanya diposisikan sebagai komoditas politik untuk meraup dukungan publik. Apalagi, pihaknya menduga reklamasi perluasan Dufan sejatinya realisasi pembangunan Pulau K, satu dari 17 pulau reklamasi.
”Waktu kampanye jual isu itu, tetapi setelah terpilih bahkan mengeluarkan izin (reklamasi),” kata Parid.